Mohon tunggu...
TRI HANDOYO
TRI HANDOYO Mohon Tunggu... Novelis - Novelis

Penulis esai, puisi, cerpen dan novel

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

Ikrar Sang Pendekar (88): Robohnya Benteng Moral

15 Oktober 2024   07:09 Diperbarui: 15 Oktober 2024   15:18 554
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumen Tri Handoyo

Pandangan Mahesa menyorot menjelajahi dada yang menonjol dan Lastri memergokinya. Tangan Mahesa lalu meraba lembut lengan gadis itu. Jantungnya berdebar tak beraturan sehingga mempengaruhi desah nafasnya.

Cahaya redup tidak mampu menyembunyikan sinar mata Mahesa yang memancarkan gairah. Jari-jemarinya mendekap kedua bahu, kuat namun lembut. Ia menarik tubuh Lastri ke dalam pelukannya, "Harum sekali rambutmu!" Ia bergumam di samping telinganya. "Kamu tahu, setiap jengkal tubuhmu adalah wanita sejati. Pinggul dan pantatmu indah!" tangannya meluncur, mengelus-elus dan meremas. Wajahnya menunduk untuk menciumi pipinya.

"Cak Mahes.., jangan..." gumam Lastri lirih.

Akan tetapi mulut Mahesa telah menutup mulut gadis itu dengan ciuman. Ia belum pernah merasakan lembutnya bibir yang semakin merangsang gairahnya. Mulutnya menekan lebih kuat dan bermain dengan berani.

Desah napas mereka menyatu bagaikan suatu irama. Sekarang tangan Lastri melingkar di leher Mahesa dan melayani ciuman itu. Ini bukan lagi sekedar ciuman, tapi suatu aksi asmara yang membara.

Mulut Mahesa meluncur menyusuri leher dan naik ke telinga. Menggigit lembut daun telinganya. Dengan keluhan lembut ia menyebut namanya, "Lastri kekasihku!" Dia mendengar desahan yang tidak jelas seolah sebagai tanda diperkenankannya. "Ya Tuhan, kamu lebih indah dari yang pernah aku bayangkan!"

Lastri menghembuskan nafas sambil mendesah, "Cak Mahes!" nafasnya terasa hangat merayapi wajah Mahesa.

Mereka telah terbakar oleh birahi yang memuncak. Mata Lastri terbelalak dan bibirnya gemetar ketika Mahesa menggendong tubuhnya dan membaringkan di atas ranjang.

Keadaan mental yang sedih, kecewa, putus asa, marah, telah merobohkan benteng moral yang selama ini mereka genggam dengan kuat. Kini mereka masa bodoh dengan semua itu. Masa bodoh soal moral.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun