Siapa orangnya yang tidak senang dilamar oleh pemuda bangsawan, tampan, pintar dan tentunya kaya raya, yang selama ini jadi pujaan hati banyak gadis. Akan tetapi, Ayu Lastri sudah terlanjur menyerahkan hatinya hanya kepada Mahesa Wijaya. Namun ia juga tidak mungkin bisa menolak permintaan gurunya.
Usia Lastri sebetulnya hanya terpaut bulan dengan Arum. Ia lebih muda, sehingga biasa memanggil 'mbak' kepada Arum. Hanya jika di depan orang lain, ia menghormati Arum dengan memanggilnya Guru Putri. Saat mendiang Mpu Naga masih hidup, Lastri diperlakukan seperti anak sendiri, meskipun kedudukannya sebagai pembantu rumah tangga. Ia dibelikan pakaian yang sama untuknya dan untuk Arum. Oleh karena itu, Lastri merasa telah banyak berhutang budi kepada keluarga Mpu Naga.
Setelah ditentukan hari dan tanggal pernikahan, keluarga besar padepokan mempersiapkan segala yang diperlukan dalam acara tersebut. Inilah jalan untuk mempersatukan antar keluarga besar Padepokan Benteng Nusantara dan Padepokan Macan Abang, sekaligus menyudahi semua pertikaian yang pernah terjadi. Ibu Lastri dan saudara-saudaranya di desa juga diberitahu mengenai acara yang akan dilaksanakan bulan depan itu.
"Rencana menikah di awal bulan depan seolah sudah dirancang sangat apik oleh Allah!" kata Arum kepada Lastri, Â "Tiba-tiba saja datanglah seorang pemuda yang nyuruh orang tuanya melamar kamu Lastri! Mereka bukan orang sembarangan!"
Lastri hanya berusaha tersenyum dan mengucapkan terima kasih kepada Arum.
"Semoga dengan terjalinnya ikatan perkawinan ini nantinya bisa mempersatukan kita semua, khususnya antara Benteng Nusa dan Macan Abang! Kelak kamu akan dikenang sebagai orang yang paling penting dalam peristiwa terjadinya perdamaian ini, Lastri!"
***
"Aku... aku tidak tahu, Cak Mahes!" keluh Lastri kepada kekasihnya, "Aku tak tahu apa yang harus aku lakukan! Hanya terus terang saja, aku tidak bisa menolak permintaan Guru Arum! Tapi aku juga tidak menolak jika Cak Mahes mengajakku kabur dari sini!"
Mahesa merasa terharu. Kekasihnya itu benar-benar seseorang yang berhati polos, dan terhadap dirinya ia tidak mau menyembunyikan rahasia sama sekali. Hal itu membuat rasa sayangnya semakin dalam. "Aku ingin melihat kamu bahagia, adikku sayang!"
"Tapi.., aku tidak akan pernah bahagia tanpamu! Tidak akan pernah!" Lastri kemudian memohon, "Bawalah aku pergi! Ke mana saja!"
Mereka berdua lalu memutuskan untuk pergi dari padepokan. Seandainya bukan Lastri sendiri yang meminta, Mahesa pasti tidak akan mau melakukan itu. Sore itu mereka pergi menuju ke kotaraja di Trowulan.