Mereka berdua seolah lupa akan masalah yang sedang mereka hadapi. Apalagi Lastri yang periang dan lincah itu, sangat gembira dan berjalan cepat ke sana ke mari mendekati setiap pemandangan yang asing baginya. Setiap ada bangunan indah dan besar ia berdiri terkagum-kagum di depannya, dan perhatiannya tak pernah terlepas dari benda-benda yang diperdagangkan di sepanjang jalan dalam toko-toko.
Mahesa menggandeng tangan Lastri untuk masuk ke dalam warung, karena mencium bau masakan yang gurih dan sedap keluar dari warung itu. Wangi sedap dari masakan daging, bawang dan bumbu-bumbu lain menusuk hidungnya, kuali besar berisi masakan yang mengebul panas-panas tampak begitu menggoda.
Setelah puas berkeliling melihat-lihat kota, malam pun hadir. Mereka akhirnya memasuki sebuah penginapan dan memesan kamar. Malangnya hanya ada tersisa satu kamar. Ruang kamar itu dicat warna biru lembut, sedangkan rangka jendela, pintu, dan dinding dicat putih susu.
"Sudahkah kamu mencoba tempat tidurnya?" tanya Mahesa sambil menggosok badannya dengan handuk. Ia baru selesai mandi.
"Belum," sahut Lastri sambil menggelengkan kepala, "Aku membereskannya tadi, tapi belum sempat berbaring di sana!"
Mereka saling berpandangan lama, kemudian keduanya memalingkan muka masing-masing dengan kaku. "Aku menyesal atas kejadian tadi," Mahesa berkata setelah membisu sesaat. Hanya setelah Lastri menaikan mata untuk memandangnya, dia melanjutkan lagi, "Kuharap kamu mengerti, karena aku begitu terpesona sehingga telah berani kurang ajar menciummu!"
"Lupakan itu!" Lastri tertarik oleh gerakan matanya bila ia tersenyum. Ia memperhatikan rambutnya, bentuk bibir dan dagunya yang menonjolkan kejantanan.
Sementara mata Mahesa menyimak dengan seksama lidah Lastri yang gelisah, beberapa kali membasahi bibirnya, gaya tangannya yang bergerak khas, dan betapa bulu matanya yang lentik menarik sekali ketika ia memejamkan matanya tanpa sadar. Sangat mempesona.
"Cak Mahes, aku rasa tidak baik bagi kita berduaan seperti ini. Aku..."
Kalimat itu mengagetkannya bagaikan halilintar, menyadarkannya dari kenikmatan memperhatikan wajah ayu itu. "Apa kamu khawatir aku akan bersikap kurang ajar seperti tadi?"
"Bukan begitu..." Lastri bergumam putus asa.