Mohon tunggu...
TRI HANDOYO
TRI HANDOYO Mohon Tunggu... Novelis - Novelis

Penulis esai, puisi, cerpen dan novel

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Ikrar Sang Pendekar (87): Belajar Beradab

13 Oktober 2024   05:45 Diperbarui: 13 Oktober 2024   06:05 516
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

***

Senja di ufuk barat merambat pelan mendekati waktu maghrib, seperti biasa Cak Japa sedang menyampaikan wejangan-wejangannya. "Sungguh betapa hebat dan agungnya kedudukan orang yang mencintai Baginda Rasulullah. Dengan cinta itu maka semua makhluk akan mencintainya pula! Siapa yang mencintai Rasulullah maka ia akan mencintai sunahnya. Salah satunya adalah mencintai wewangian!"

Tampak di antara jamaah pengajian itu ada Lintang, yang menjadi salah seorang jamaah setia pengajian. Panjang lebar Cak Japa memaparkan bab wewangian yang membuat jamaah hanya manggut-manggut.

"Ada orang yang ziarah kubur, misalnya kuburan orang tuanya atau gurunya, dan ia membawa kemenyan atau dupa atau wewangian lainnya, kemudian membakarnya sehingga di sekeliling area kuburan itu menjadi harum, kira-kira bagimana hukumnya dalam pandangan Islam? Boleh atau tidak?"

"Boleh!" jawab sebagian orang ragu-ragu.

"Jika niatnya membakar kemenyan atau membawa minyak wangi itu tujuannya untuk 'Tathayyub', atau membuat tempat itu menjadi harum, maka hukumnya boleh. Rasulullah senang dengan wewangian, dengan sesuatu yang harum-harum, dimana saja, baik itu pada tubuh beliau, pada pakaian atau ruangan-ruangan, dan juga di tempat-tempat yang beliau kunjungi. Kalau memang situasinya bisa dibuat menjadi harum, maka beliau lakukan itu!"

Para jamaah merasa hatinya tenteram mendengar penjelasan itu. Karena di luar mulai ada pihak yang menuding hal itu sebagai perbuatan sesat.

"Nah, karena di Jawa minyak wangi itu langka dan mahal, maka orang-orang kemudian menggantinya dengan bunga-bunga yang berbau harum. Tentu saja ini hukumnya boleh, bahkan dianjurkan! Jadi kembali kepada niat! Belajar agama Islam itu bukan belajar menjadi orang Arab, melainkan belajar menjadi orang beradab!"

Asih Larasati membawa jajanan Klepon yang masih hangat ke langgar, disambut suka cita jamaah, khususnya anak-anak yang sedang bermain di pelataran sambil menunggu Mahgrib.

"Hore..! Klepon..! Klepon..!" teriak anak-anak riang. Makanan berbentuk bulat dengan ditaburi parutan kelapa itu adalah salah satu makanan favorit khas masyarakat Jawa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun