Mohon tunggu...
TRI HANDOYO
TRI HANDOYO Mohon Tunggu... Novelis - Novelis

Penulis esai, puisi, cerpen dan novel

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Ikrar Sang Pendekar (87): Belajar Beradab

13 Oktober 2024   05:45 Diperbarui: 13 Oktober 2024   06:05 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumen Tri Handoyo

Rumah berhalaman luas itu tampak sepi. Arum mengetuk pintu dan mengucapkan salam beberapa kali. Setelah waktu berlalu cukup lama, di saat Arum dan Lintang hendak pergi, terdengar suara alas kaki beradu dengan lantai berjalan mendekat ke arah pintu.

Ketika pintu terbuka Ajeng sangat terkejut. Ia lalu menubruk, memeluk dan tangisnya pecah di pundak Arum. "Maafkan aku!" ucapnya di sela isak tangis. "Maafkan aku!"

"Mbak, aku juga minta maaf!" balas Arum dan matanya sembab. "Aku turut berbelasungkawa atas perginya Ki Panji!"

Mereka duduk di ruang tamu, lalu Ajeng bercerita, bahwa sebelum Ki Panji ditemukan tewas terbakar, suaminya itu pernah cerita mengenai dua orang murid Padepokan Benteng Nusa yang membuat kekacauan dan akhirnya berkelahi dengan para keamanan Pesanggrahan Seribu Kembang. "Di malam naas itu, suamiku bilang akan menghadiri pertemuan untuk membicarakan persoalan itu!"

"Murid Benteng Nusa?" tanya Arum menegaskan.

"Betul. Kedua orang itu kabarnya mau menginap, tapi karena bukan suami istri, maka dilarang. Mereka marah dan kemudian membuat kekacauan. Kabarnya lagi, mereka adalah Mahesa dan Lastri!" pungkas Ajeng.

Sebelum pulang Arum berjanji akan mengusut tuntas kasus itu. "Ini menyangkut nama baik padepokan!" katanya tegas. "Jika mereka bersalah, aku sendiri yang akan menghukumnya!"

"Terima kasih, Dik Arum!"

"Sama-sama, Mbak!"

"Aku percaya bahwa padepokanmu sangat menjunjung adab, dan mereka berdua telah menghancurkannya!"

Tapi banyak pertanyaan yang timbul dalam benaknya. Mengapa Cak Saidi, seorang murid Benteng Nusantara, ikut dalam pertemuan dengan Ki Panji dan orang keamanan pesanggrahan? Kenapa pertemuan itu diadakan di tempat terpencil di tengah perkebunan pisang? Ada enam kerangka manusia yang ditemukan tewas terbakar, dari enam itu ada seorang yang identitasnya masih misterius. Kemudian, Kedua Pendekar Jeliteng yang menggantikan keamanan pesanggrahan akhirnya menyusul tewas juga. Sementara Laskar Rimbalah yang menjadi kambing hitam atas serangkaian pembunuhan itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun