Mohon tunggu...
TRI HANDOYO
TRI HANDOYO Mohon Tunggu... Novelis - Novelis

Penulis esai, puisi, cerpen dan novel

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Ikrar Sang Pendekar (87): Belajar Beradab

13 Oktober 2024   05:45 Diperbarui: 13 Oktober 2024   06:05 564
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumen Tri Handoyo

Setibanya di padepokan, Arum memanggil Mahesa dan Lastri, menggali informasi dari mereka berdua tentang terjadinya bentrokan dengan petugas keamanan pesanggrahan.

Lastri menceritakan semuanya tanpa ada sesuatupun yang disembunyikan. Dengan polosnya ia menceritakan juga bahwa dia yang membunuh orang-orang jahat itu, karena mereka merencanakan akan menyerang padepokan.

"Aku sudah terlanjur berjanji kepada Mbak Ajeng untuk menghukum pelaku pembunuh suaminya!" kata Arum berusaha tegar, "Bagaimana pun juga aku harus menepati janji itu!"

"Saya siap menerima hukuman, Guru Putri!" kata Lastri dengan sikap pasrah.

"Biar saya yang menggantikan untuk menerima hukuman itu!" sahut Mahesa, dengan berani ia berdiri melindungi Lastri.

"Bagus!" Arum segera melancarkan serangan, sebuah jurus yang disebut Pukulan Naga Pamungkas, yang biasa digunakan jika dalam keadaan sudah terdesak dan tidak ada jalan keluar lagi. Walau pun berbahaya sekali bagi yang diserang, namun tidak kurang berbahayanya bagi si penyerang itu sendiri, karena sekali dapat dielakkan atau ditangkis, kedudukannya menjadi lemah, sehingga bakal mudah dirobohkan lawan yang mampu menghindari pukulan tersebut.

Betapa kaget Arum ketika melihat muridnya itu sama sekali tidak berniat mengelak. Betapa pun marahnya, tapi perasaan sayang di hatinya masih lebih besar. Karena itu, melihat sikap Mahesa yang hanya memejamkan mata menanti kematian, Pendekar Naga Jelita itu menjadi tidak tega, perasaan marahnya lantas menguap lenyap.

Arum tadinya sengaja menyerang dengan pukulan itu karena ia sudah tahu bahwa Mahesa memiliki kepandaian untuk menghindarinya, sehingga ia memperhitungkan bahwa Mahesa pasti akan dapat selamat, atau bahkan akan berbalik menyerangnya. Jika itu yang terjadi, maka ia akan lebih tidak ragu-ragu lagi untuk menjatuhkan hukuman.

Mahesa rela menghadapi hukuman mati demi Ayu Lastri, orang yang paling dicintainya. Adakah cinta kasih dan pengorbanan yang lebih besar dari itu?

Arum mengalihkan serangan maut itu ke sebuah pot bunga yang berjarak lima meter darinya. Pot itu hancur berkeping-keping. Pinta Arum lirih tanpa memandang ke arah Mahesa dan Lastri. "Pergilah kalaian dari sini!"

Mereka berdua membungkuk, memberikan penghormatan. "Terima kasih, Guru!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun