Cak Saidi menarik nafas lega. "Pokoknya jangan sampai kita gagal dan dipermalukan lagi!"
Lastri sudah hampir memutuskan menerjang ke tempat itu, tapi di tempat lain, Mahesa sudah tidak bisa menahan diri untuk menggempur orang-orang jahat itu.
"Jangan harap kalian bisa menjalankan rencana busuk kalian!" teriak Mahesa dan dengan cepat meloncat di tengah-tengah mereka sambil mengirimkan pukulan dan tendangan.
Ki Panji dan Cak Saidi terlempar membentur dinding. Kemudian giliran Ki Bejo dan Cak Bogel yang terlempar bersama tempat duduknya. Tempat duduk yang terbuat dari bambu itu hancur berantakan. Sementara pendekar Garangan dan Ki Geni masih bisa menangkis dan mengelak.
"Bocah ingusan mau membakar matahari!" pekik Si Pendekar Garangan Muka Kotak. Ia melancarkan pukulan ke arah leher yang jarang dapat dihadapi lawan. "Mampus kau!"
Sementara Ki Geni mengirim tendangan geledek ke arah perut yang akan sanggup menumbangkan sebatang pohon besar. Pendeknya, dua orang itu hendak menghancurkan tubuh Mahesa dari atas dan bawah.
Ternyata serangan Si Garangan malah mengancam leher Ki Geni, sedangkan tendangan Ki Geni mengancam lambung Si Garangan. Mereka kaget dan berusaha menarik kembali serangan itu, akan tetapi terlambat, tetap saja masih saling menggebuk yang membuat keduanya jatuh terpelanting.
"Kalian yang mau mencoba membakar matahari!" balas Mahesa.
Empat orang lainnya yang melihat itu menjadi terbelalak, terheran-heran karena mereka tidak dapat melihat nyata gerakan pemuda itu, tahu-tahu dua orang andalan mereka sudah saling pukul sendiri.
Hanya Lastri yang kagum sekali juga kaget bukan main karena ternyata pemuda yang nekad itu adalah Mahesa. Ia dapat mengikuti gerakan Mahesa tadi, yang mengelak cepat sambil menginjak kaki kedua lawannya sehingga tanpa dapat dicegah lagi mereka saling gebuk sesama teman sendiri.
Berikutnya Lastri terjun ke arena membantu Mahesa, menyerbu orang-orang jahat itu. Tentu saja musuh-musuh itu menjadi kaget dan marah sekali. Sambil mengeluarkan teriakan, mereka saling menerjang dengan hebat.