Lintang tersenyum getir, "Kata orang tua palsuku, semua ini bukan luka namanya, melainkan tanda cinta!"
"Apa? Kenapa begitu?"
Lintang kemudian menceritakan masa lalunya, yang sempat membuat Arum tanpa sadar meneteskan air mata. Ia berkai-kali harus mengusap matanya dengan punggung tangan.
"Kasihan sekali kamu Gembul, menjadi korban tukang ngibul biadab! Oh iya, kamu bisa ingat masa lalumu, jadi kamu ingat siapa namamu?"
"Panggil saja saya gembul!"
"Ha..ha.., baiklah. Gembul, aku ngantuk, mau tidur dulu!" kata Arum sambil berjalan menuju kamarnya.
"Silakan Guru Putri!" jawab Lintang dan ia pun melangkah pergi ke kamarnya di belakang, dekat Gudang senjata.
Arum belum ingin tidur. Ia merasa gelisah malam itu. 'Kanda, dimanakah engkau!' batinnya dan ada perih yang menusuk dada. Ia kemudian berdiri dan keluar dari kamar sambil menjinjing selimut. Ia berjalan ragu-ragu menuju kamar Lintang.
"Gembul!" panggilnya sambil mengetuk pintu. Terdengar langkah kaki dan kemudian pintu terbuka. "Pakailah selimut ini!" katanya sambil mengulurkan tangan.
Lintang yang hanya mengenakan celana pendek menerima selimut dengan sikap salah tingkah. Ia jelas berusaha mengalihkan pandangan matanya dari Arum.
Arum yang entah tengah dirasuki setan mana, sengaja mengenakan gaun tidur yang tipis. Lekuk tubuhnya jelas tergambar. Ia sempat melirik sesuatu yang jantan menonjol dari celana Lintang. Untungnya ia segera menyadari ketololannya dan secepatnya meninggalkan lelaki yang masih tertegun itu.