Karena sangat terdesak Ki Gong mulai mencabut golok yang ia selipkan di pinggang. Melihat itu Tulus meloncat cepat dan sekali menyambar golok itu sudah pindah ke tangannya. Dengan mata terbelalak Ki Gong tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi.
Tulus melemparkan golok itu ke sebuah pohon dan menancap di dahan yang tinggi. "Kamu tidak malu melawan seorang perempuan bertangan kosong dengan menggunakan golok!"
Topo kemudian meloncat dan tiba-tiba berdiri di samping Ki Gong. "Aku tadi yang menyuruh muridku ini, akan tetapi kalian sudah menghinanya, berarti itu sudah menghina aku juga. Maka sekarang akulah yang akan menghadapi kalian!"
Semua murid Macan Abang ikut berhamburan keluar warung dan siap dengan golok di tangan. Mereka menyebar mengepung langgar.
"Manusia iblis!" Ajeng tiba-tiba dengan nekad melancarkan serangan bertubi-tubi ke Topo.
Topo hanya menggunakan telapaknya untuk menangkis, dan benar-benar aneh sekali, pukulan Ajeng yang bertenaga dalam seolah terhalang oleh angin keras sehingga menjadi melenceng arahnya.
"Ajeng, tahan dulu!" seru Tulus mencoba menengahi.
"Tidak! Manusia iblis ini yang telah membunuh ayahku!" jawab Ajeng dengan mengirim serangan dasyat. "Dia harus mampus!"
Tubuh Topo berkelebat dan sekali tendang saja, Ajeng terlempar beberapa meter.
Ajeng berkeringat dingin, mengucur deras membasahi kening dan dahinya. Ia menengok ke arah Tulus, "Apa Cak Tulus akan membela iblis itu? Iya saya maklum jika Cak Tulus membela saudara sendiri, sekalipun dia seorang iblis!" teriaknya putus asa.
"Topo, benarkah kamu yang membunuh Ki Setiaji?" tanya Tulus.