Mohon tunggu...
TRI HANDOYO
TRI HANDOYO Mohon Tunggu... Novelis - Novelis

Penulis esai, puisi, cerpen dan novel

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Ikrar Sang Pendekar (57), Pertarungan Hidup Mati

4 September 2024   08:20 Diperbarui: 6 September 2024   05:02 572
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumen Tri Handoyo

Cak Woto meloncat dan menjejakkan tanah di belakang Topo, lalu secepat kilat mengirim tendangan ke arah punggung yang langsung membuat tubuh Topo roboh ke depan dengan tulang punggung remuk dan kedua kakinya yang masih tertanam di dalam tanah bengkok ke depan. Kedua kaki sebatas lutut itu jelas patah.

Sementara itu Ki Setiaji dengan kerisnya juga berhasil membunuh Mbah Myang Mimbe. Ternyata dukun itu hanya ahli soal ilmu pengasihan, dan sama sekali buta soal ilmu silat. Dua orang pembantu dukun berlarian menyelamatkan diri.

Ki Setiaji lega melihat Topo ambruk. Ia lalu rebah di lantai sambil mengatur pernafasan. "Kita hancurkan saja tempat jahanam ini, Cak!" serunya dengan nafas terengah-engah.

"Iya Ki!" jawab Cak Woto masih tetap berdiri di halaman. Tiba-tiba ia merasa ada hempasan angin menyambar dari belakang. Dengan cepat ia menghindar dan betapa kagetnya karena serangan itu datang dari Topo. Ia melihat kedua kaki lawannya itu berdiri dengan kuda-kuda sempurna.

"Ha..ha..ha...! kenapa?" tanya Topo melihat wajah Cak Woto dan Ki Setiaji yang sangat keheranan.

Pendekar Kaki Malaikat itu lalu menubruk maju dengan kedua kaki ke arah dada. Topo maklum bahwa serangan itu hebatnya bukan main. Ketika dia mengelak dengan melompat ke kiri, pohon di belakangnya yang terkena angin tendangan itu bergoyang-goyang, lalu miring dengan akar yang hamper jebol.

Topo membalas serangan dengan tak kalah ganasnya. Bukan main hebatnya pertempuran itu. Keduanya berlompat-lompatan, saling serang dan saling mengelak. Kadang-kadang saling tangkis sehingga keduanya terpental dan terhuyung-huyung. Beberapa kali mereka melompat dengan menggunakan ilmu meringankan tubuh yang sudah sempurna sehingga seakan-akan mereka merupakan dua rajawali terluka yang saling terkam dengan sengit.

Agaknya pertempuran itu akan menjadi sebuah pertarungan hidup mati yang berlangsung lama, sampai seorang di antara mereka tergeletak tak bernyawa di depan kaki lawannya. Tidak ada pilihan lain.

Waktu sudah menjelang fajar. Mereka sudah bertarung hampir selama empat jam. Ki Setiaji ingin membantu Cak Woto untuk mengeroyok Topo, tapi ia nyaris tidak melihat ada peluang untuk bisa menyerang, sehingga ia hanya menunggu sambil menghunus keris di tangannya. Beberapa kali ia melompat maju dan kemudian mundur lagi. Mengendap-endap dengan sangat hati-hati.

Tiba-tiba dengan cepat Topo meloncat ke belakang Ki Setiaji, tangan kirinya mencekik leher dan tangan kanannya merebut keris. Ki Setiaji tidak berkutik karena keris itu kini di arahkan ke pangkal lehernya. "Menyerah atau aku bunuh orang ini!" desis Topo dengan sorot mata sadis.

Suasana hening, tapi begitu mencekam. Hanya terdengar suara gemeresak dedaunan kering yang dipermainkan oleh hembusan angin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun