Mohon tunggu...
TRI HANDOYO
TRI HANDOYO Mohon Tunggu... Novelis - Novelis

Penulis esai, puisi, cerpen dan novel

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Ikrar Sang Pendekar (51), Melawan Nenek Siluman

24 Agustus 2024   04:42 Diperbarui: 24 Agustus 2024   04:57 534
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokumen Tri Handoyo

Topo tiba-tiba kembali bangkit dan langsung menyerang gurunya dari belakang. Namun pukulan dan tendangan beruntunnya hanya mengenai tempat kosong, karena tubuh Nenek Siluman itu sudah terbang ke atas. Jailangnak memang memiliki ilmu meringankan tubuh yang sempurna, sehingga gerakannya jauh lebih cepat dan gesit dibanding musuh-musuhnya.

"Kau berani melawanku?" Tongkatnya kembali menyerang dari atas kepala Topo. Serangan ke arah kepala berhasil dihindari. Akan tetapi tongkat kayu yang meliuk-liuk dan tampak lebih keras dibanding besi itu menusuk tembus leher Topo, dan dengan cepat kedua tangan Topo memegang erat tongkat itu. Di saat Nenek Siluman itu kesulitan mencabut tongkatnya, kesempatan itu digunakan oleh Ki Gong dan Ki Geni untuk menyerang Nenek Siluman dari belakang. Anehnya golok yang tajam berkilauan itu seolah menjadi tumpul ketika mengenai baju hitam kumal itu.

Topo masih berusaha mati-matian mempertahankan ujung tongkat dalam genggamannya, sehingga tubuhnya yang tertancap tongkat itu ikut terayun di udara ketika nenek itu mengayunkan tongkatnya.

"Pengkhianat..!" jerit Jailangnak berulang kali sambil menatap tajam ke arah muridnya, "Pengkhianat harus mampus!"

"Kau siluman jahat!" balas Ki Demang, "Kau yang harus mampus!"

"Bajingan keparat!"

"Kau lebih keparat! Bakar dia!" teriak Ki Demang. Dia meraih obor dari tangan seorang pengawal dan melemparkannya ke Nenek Siluman.

Topo dan gurunya tidak mempedulikan api yang bahkan sudah membakar sebagian baju mereka. Beberapa obor lagi dilemparkan ke arah mereka. Beberapa orang segera menyalahkan obor blarak, yakni dari daun kelapa yang sudah mengering, lalu ramai-ramai melemparkan ke guru dan murid yang masih memperebut tongkat itu, dan api yang membesar melahap sekujur tubuh mereka.

Orang-orang berlarian mengambil obor blarak lagi untuk menimbun kedua tubuh yang kini bergelut di atas tanah. Suara gemeretak bambu-bambu obor yang ikut terbakar mengiringi raungan melengking Nenek Siluman. Tampak dari kejauhan api besar yang menjilat-jilat menerangi pelataran rumah Ki Demang. Pengkhianat dan siluman jahat sama-sama sekarat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun