"Aku masih tetap mencintaimu. Sampai kapan pun. Tapi cinta kita tidak mungkin bisa bersatu. Sekali lagi aku minta maaf!"
"Selama ini aku pikir sampean itu pendekar yang gagah perkasa, yang teguh memegang prinsip dan setia pada janji! Aku pikir sampean itu beda dengan lelaki lain.., ternyata...!" Ajeng tidak mampu melanjutkan kata-katanya. Butiran-butiran bening menggenang di pelupuk matanya.
Tulus mencoba meraih tangan gadis itu, tapi tangannya mendarat di tempat kosong. "Aku pun merasa sangat sedih, Dik!"
"Omong kosong!"
Tulus menghela nafas panjang, "Maafkan aku!"
"Aku tahu kalau Arum memang lebih cantik dan lebih kaya dari aku kan?"
Tulus hanya diam membisu.
"Baiklah..! Menikahlah dengan dia! Selamat tinggal!" Ajeng bergegas meninggalkan tempat itu.
Dengan sekali lompat Tulus sudah berdiri di depan Ajeng.
"Apa lagi?" tanya gadis ayu itu dengan tatapan mata mengandung air.
"Dik, bukankah aku pernah cerita bahwa Mpu Naga adalah ayah angkatku, dan sudah aku anggap seperti ayahku sendiri. Jadi ini bukan soal siapa yang lebih cantik atau yang lebih kaya! Aku mohon kamu bisa memahami ini. Aku juga nggak ingin menyakiti kamu!"