Mohon tunggu...
TRI HANDOYO
TRI HANDOYO Mohon Tunggu... Novelis - Novelis

Penulis esai, puisi, cerpen dan novel

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Malam Satu Muharam

5 Juli 2024   20:26 Diperbarui: 6 Juli 2024   19:27 746
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku terlelap, dalam dekapan udara dingin. Entah berapa jam lamanya. Ketika terjaga, hujan telah reda. Terdengar bunyi cegukan arus sungai yang mengalir tidak jauh dari langgar, kelepak sayap burung, serta kemersik ranting-remanting yang tertiup angin, mengingatkan padaku akan rasa sunyi yang begitu menghujam.

Tiba-tiba aku dikagetkan oleh suara orang sedang berbicara. Astaga! Aku seakan mati ketika melihat sosok hitam kumal meringkuk di teras langgar. Manusia atau makhluk halus? Kenapa aku baru menyadari ada orang di situ?

Kuamati lelaki tua yang dari belakang tampaknya seperti seorang gelandangan, atau mungkin orang sinting, karena selain kaos yang dikenakan lusuh dan ada bolong besar di punggung, juga sedang asyik berbicara seorang diri.

"Aku sudah menunggumu," ucapnya lirih.

Alangkah terkejutnya aku, hingga membuat jantungku berdegup lebih cepat. "Menunggu saya?" tanyaku, karena sulit mempercayai pendengaranku. "Njenengan menunggu saya?"

Dia tidak seperti siapa pun yang pernah aku kenal. Jadi bagaimana mungkin dia menungguku. Wajahnya tertunduk, menatap lantai, menunjukkan bahwa ia sebetulnya tidak sedang berbicara denganku. Tampaknya ia kemudian sedang menceritakan kisahnya hidupnya.

 "Aku akan tetap menunggumu. Sekalipun aku tahu kamu belum tentu datang!" Suara lelaki tua itu kadang terdengar jelas, tapi lebih sering hanya seperti keluhan, yang ditujukan untuk dirinya sendiri.

Dengan rasa penasaran aku menyimak ucapannya dengan lebih seksama.

"Aku mau memberitahumu segala sesuatu tentang masa depanmu!"

Aku sama sekali tidak percaya ada manusia yang bisa tahu segalanya, apalagi tentang masa depan, batinku. Berarti orang itu memang gila.

"Di awal kehidupan, saat kabut menyelimuti alam, terdengar suara pena yang sedang digoreskan!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun