Mohon tunggu...
TRI HANDOYO
TRI HANDOYO Mohon Tunggu... Novelis - Novelis

Penulis esai, puisi, cerpen dan novel

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Malam Satu Muharam

5 Juli 2024   20:26 Diperbarui: 6 Juli 2024   19:27 4134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aneh. aku ingat seperti pernah membaca mengenai hal itu. Pena adalah salah satu makhluk yang diciptakan pertama kali di alam semesta ini.

"Hiduplah di saat ini! Jangan hidup di dalam kabut masa depan!"

Kabut masa depan? Ya, barangkali sumber dari semua permasalahanku adalah lantaran aku hidup di dalam kabut.

"Menulislah, agar kamu bermanfaat bagi banyak umat manusia!"

Saat mendengar lelaki tua dengan pakaian lusuh mengucapkan itu, terasa ada gejolak di dalam hatiku. Kata-katanya itu bukan sekedar ucapan yang tak bermakna, yang terlontar dari mulut orang gila, tapi itu adalah pengingat dari hampir semua ilmuwan besar.

"Menulislah, maka kamu akan abadi!" pungkasnya seolah memang ditujukan kepadaku.

Aku merasa disadarkan akan sebuah potensi yang dulu pernah ada dalam diriku. Menulis. Ya, dulu, lama sekali, aku pernah menghasilkan tulisan yang dimuat di sebuah majalah terkenal. Aku merasa jiwaku terangkat ke tingkat yang lebih tinggi.

Orang aneh itu kemudian mengungkapkan, bahwa perjalanan hidup seorang penulis bukanlah jalan mudah, tetapi sebuah jalan yang dimaksudkan untuk membagi terang ke dunia, melalui pena yang digoreskan, yang dilandasi kasih sayang.

Cahaya mentari pagi yang mengintip dari rerimbunan, menerobos pintu langgar dan membuyarkan mimpiku. Ah, rupanya aku bermimpi.

Pada saat itu, aku sadar bahwa masa depan tidak ditentukan. Terserah aku untuk membuat setiap pilihan berarti, untuk menanamkan tindakan dengan kekuatan impianku.

Cahaya pagi dengan lembut hadir, menyibak kabut yang enggan menyingkir. Ia beringsut laksana siput di antara hijau dedaunan. Mengusir kabut tipis, menjalar merayapi rerimbunan di kaki bukit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun