Aneh. aku ingat seperti pernah membaca mengenai hal itu. Pena adalah salah satu makhluk yang diciptakan pertama kali di alam semesta ini.
"Hiduplah di saat ini! Jangan hidup di dalam kabut masa depan!"
Kabut masa depan? Ya, barangkali sumber dari semua permasalahanku adalah lantaran aku hidup di dalam kabut.
"Menulislah, agar kamu bermanfaat bagi banyak umat manusia!"
Saat mendengar lelaki tua dengan pakaian lusuh mengucapkan itu, terasa ada gejolak di dalam hatiku. Kata-katanya itu bukan sekedar ucapan yang tak bermakna, yang terlontar dari mulut orang gila, tapi itu adalah pengingat dari hampir semua ilmuwan besar.
"Menulislah, maka kamu akan abadi!" pungkasnya seolah memang ditujukan kepadaku.
Aku merasa disadarkan akan sebuah potensi yang dulu pernah ada dalam diriku. Menulis. Ya, dulu, lama sekali, aku pernah menghasilkan tulisan yang dimuat di sebuah majalah terkenal. Aku merasa jiwaku terangkat ke tingkat yang lebih tinggi.
Orang aneh itu kemudian mengungkapkan, bahwa perjalanan hidup seorang penulis bukanlah jalan mudah, tetapi sebuah jalan yang dimaksudkan untuk membagi terang ke dunia, melalui pena yang digoreskan, yang dilandasi kasih sayang.
Cahaya mentari pagi yang mengintip dari rerimbunan, menerobos pintu langgar dan membuyarkan mimpiku. Ah, rupanya aku bermimpi.
Pada saat itu, aku sadar bahwa masa depan tidak ditentukan. Terserah aku untuk membuat setiap pilihan berarti, untuk menanamkan tindakan dengan kekuatan impianku.
Cahaya pagi dengan lembut hadir, menyibak kabut yang enggan menyingkir. Ia beringsut laksana siput di antara hijau dedaunan. Mengusir kabut tipis, menjalar merayapi rerimbunan di kaki bukit.