"Apanya yang aman?" tanya Ki Geni.
"Guru, anak itulah yang dulu pernah aku ceritakan!" Ki Gong kemudian menggunakan goloknya menunjuk ke arah Japa.
"Ha..ha..ha," tawa Ki Geni meledak, "Anak ingusan itu? Kau pasti bercanda?"
"Tapi dia dilindungi kakek yang sangat sakti!"
"Biar aku yang akan menghadapi kakeknya!"
 Ki Gong melotot sambil mengancam, "Hei bocah ingusan, kali ini kau menyerah atau pilih mampus?"
Lalu yang terjadi adalah sebaliknya. Satu per satu warga yang tadinya bersembunyi mulai berani keluar. Bibir mereka terangkat dengan senyum sembunyi-sembunyi, lega karena pertarungan itu akhirnya dimenangkan si bocah kecil.
Sambil berusaha meredam amarah, Pendekar Kidal mencoba mengatur pernafasan, sambil merapalkan mantra guna menghentikan pendarahan. Napasnya masih tersengal, diiringi keluhan dan diikuti dengan langkah kaki yang diseret paksa, ia mencoba membopong muridnya yang terkapar pingsan di antara tumpukan sampah dedaunan.
Memalukan sekaligus menyedihkan, bahwa ia dan muridnya yang telah lama malang melintang di dunia persilatan, bisa dikalahkan oleh seorang bocah kecil, yang berjuluk Pendekar Ingusan.
***
Kakek tua sakti dan muridnya itu kembali melanjutkan perjalanan. Mereka telah sampai di Gunung Pucangan, wilayah Jombang bagian utara. Pucangan disebut sebagai singkatan dari pucuk kayangan, sebuah lokasi tempat orang-orang berilmu saling bertukar dan berbagi pengetahuan.