Oleh: Tri Handoyo
Ki Geni yang dijuluki Pendekar Kidal, tak peduli suara celaan yang akan beredar liar di luar sana. Dengan hidung mengucurkan darah, wajahnya tampak semakin beringas, menahan murka yang telah mencapai puncak ubun-ubun.
Tidak ada lagi erangan yang tersisa, Ki Gong dan gurunya kembali mengeroyok bocah kecil itu. Dengan cepat Ki Gong membacokkan goloknya sekuat tenaga. Bunyi benturan senjata terdengar begitu nyaring. Bunga api putih memercik. Tubuhnya terhuyung mundur. Dengan langkah ragu ia memperbaiki posisi, Â tak mengira sama sekali bocah itu berani menangkis senjatanya hanya dengan menggunakan tongkat kayu.
Namun, yang lebih mengejutkan bagi Ki Gong, selain tenaga dalam yang dimilikinya sanggup diimbangi oleh seorang anak ingusan, ternyata tangan kanannya telah bengkok, tulang sikunya bergeser lepas dari persendian. Ia memaksakan membetulkan tangan, terdengar bunyi tulang yang patah di dalamnya. Goloknya kemudian terlepas dari genggaman, karena jari-jarinya telah lumpuh. Matanya terbelalak, berharap semua itu tak nyata. Berharap hana mimpi. Diiringi raungan tak jelas, yang terdengar hingga ke seluruh penghuni kampung, ia roboh tak sadarkan diri. Setelah itu hening.
Pendekar Kidal, masih menahan darah yang mengucur, menjejakkan kaki kiri ke tanah sambil matanya melotot ke arah  lawannya. "Bangsat kecil, bersiaplah kau aku rajang!" bentaknya dan langsung menerjang hebat.
Sebuah serangan maut yang dilakukan dengan dua cakar tangan mengarah ke perut Japa Dananjaya. Jika terkena serangan itu, pasti isi perut kecil itu akan terburai keluar.
Tanpa diduga sedikit pun oleh Ki Geni, tubuh Japa dengan ringan terbang ke atas, hingga lolos dari serangan, lalu tubuh kecil itu meluncur turun dengan gesit seraya mengirim tendangan kilat.
Sialnya, Ki Geni berhasil menangkap kaki itu, dan hendak membanting. "Mampus kau bangsat ingusan!" makinya senang,
Tapi sekali lagi tanpa diduga, bocah itu dengan lincah memutar tubuh sambil mengirim tendangan dengan kakinya yang lain. Serangan itu tepat mengenai wajah Ki Geni dengan telak.
"Aah..!" erang Pendekar Kidal terhuyung-huyung mundur. Mulutnya yang kini dipenuhi darah akibat beberapa giginya rontok, tak dapat ditutup dengan sempurna. Bibirnya pecah. Ada bekas tanah di kaki yang pindah menempel di bagian wajahnya.