Mohon tunggu...
TRI HANDOYO
TRI HANDOYO Mohon Tunggu... Novelis - Novelis

Penulis esai, puisi, cerpen dan novel

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Ikrar Sang Pendekar (13): Ikrar Pendekar Besar

21 Juni 2024   07:36 Diperbarui: 21 Juni 2024   08:24 444
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Saya utusan Patih Gajah Mada," seru salah satu dari utusan tersebut, "Mengapa Tuan akan menyerang Sadeng tanpa menunggu perintah dan tidak bersama-sama pasukan yang lain?"

Ra Kembar lalu berdiri di atas pohon yang rebah dan menunjukkan sikap menantang siapapun untuk berkelahi. Dengan senjata cambuknya ia mengayunkan ancaman ke setiap utusan itu, sehingga mereka bersembunyi menyelamatkan diri di balik pepohonan. Kehebatan cambuk Ra Kembar memang sanggup menggetarkan mental lawan-lawannya. Lecutan cambuk itu bisa membuat pohon yang tersambar akan terbelah menjadi dua.

"Saya tidak bertanggung jawab kepada siapapun!" teriak Ra Kembar sambil mengayunkan cambuk mautnya, "Dan saya sangat benci dengan orang yang mengepalai kamu sekalian!"

Para utusan itu kemudian meninggalkan Ra Kembar dan melaporkan kepada Gajah Mada. Demi menghindari bentrokan dengan pasukan Ra Kembar, yang nantinya justru akan merugikan pihak Majapahit, Gajah Mada berusaha menahan diri.

Ia teringat pesan terakhir Kakek Wonokerta agar tidak berlaku sombong, tidak bertindak semena-mena, dan tidak mengikuti amarah. Ia berhasil meredam amarahnya. Ia sebelumnya telah menyusupkan beberapa pasukan Bhayangkara sebagai telik sandi ke wilayah Keta dan Sadeng. Mereka adalah orang-orang yang sudah dikenal oleh para pimpinan pemberontak dan dianggap sebagai pihak netral.

Tujuan penyusupan itu adalah untuk menjatuhkan mental dan mengadu domba di antara mereka. Diceritakan oleh penyusup bahwa Keta dan Sadeng telah dikepung dari dua arah oleh pasukan Gajah Mada dan pasukan Ra Kembar.

Tanpa terduga, tiba-tiba datang pasukan Adityawarman dari arah lain yang menyerang Sadeng dengan cepat dan hebat. Adityawarman memiliki sebilah keris ampuh yang bernama 'Sanghyang Tiga Sakti'. Sebelum rasa tercengang dan kebingungan para pemberontak itu usai, mereka telah takluk dan dipaksa menyerah. Di sisi lain pasukan Gajah Mada melucuti banyak rampasan senjata musuh. Akhirnya pemberontakan Sadeng pun bisa dipadamkan dengan gemilang.

Setelah dianggap sukses menuntaskan tugas pemadaman pemberontakan Keta-Sadeng, tentu saja juga atas bantuan Adityawarman, Gajah Mada pun siap untuk didaulat menjadi patih mangkubumi, menggantikan Arya Tadah.

Bulan di atas Towulan memancarkan cahaya cerah. Hawa hangat menggerayangi seluruh pelataran istana, bak sentuhan wedang sekoteng jahe yang menjadi hidangan utama sore itu, yang kehangatannya mengaliri sekujur raga.

Gajah Mada mendapatkan jabatan dan kekuasaan yang luar biasa. Ia merangkap sebagai patih mangkubumi dan juga sebagai panglima perang. Pada saat berpidato penobatannya itu, sambil mengacungkan keris, ia mengucapkan sumpah Amukti Palapa. Sumpah Palapa dalam catatan Kitab Pararaton berbunyi sebagai berikut:

"Sira Gajah Mada pepatih amungkubumi tan ayun amukti palapa, sira Gajah Mada, Lamun huwus kalah nusantara ingsun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seram, Tajungpura, ring Haru, ring Pahang, ring Dompu, ring Bali, ring Sunda, ring Palembang, ring Tumasek, samana ingsun amukti palapa."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun