Mohon tunggu...
TRI HANDOYO
TRI HANDOYO Mohon Tunggu... Novelis - Novelis

Penulis esai, puisi, cerpen dan novel

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Ikrar Sang Pendekar (11): Penyelamatan Rumit

17 Juni 2024   09:23 Diperbarui: 17 Juni 2024   09:33 741
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Kenapa hanya sesaat?" sambung sesepuh Bedander itu, "Karena pasti ada benda lain atau kedudukan lain yang lebih menarik, lebih mentereng dan lebih tinggi. Nah ketika timbul hasrat untuk mendapatkan yang lebih itu, maka lupalah ia akan kenikmatan yang sebelumnya telah diraihnya."

 Jayanegara yang sejak kecil tinggal di lingkungan istana, bergelimang kemewahan, serba kecukupan dan apa pun yang diinginkan pasti akan terpenuhi, merasa tersindir oleh ucapan Mbah Wono. Sebagai seorang putera raja yang berkuasa di kerajaan besar, ia pun masih sering merasa tidak puas. Masih sering juga merasa kurang.

Baru beberapa hari tinggal di rumah rakyat kebanyakan, lengkap dengan segala kekurangannya, ia sudah merasa seperti hidup di dalam neraka. Bagaimana seandainya ia menjadi rakyat? Ditakdirkan lahir dari rahim perempuan biasa yang tinggal di pelosok desa? Tidak terasa air matanya menggenang di pelupuk mata, dan tidak berani berandai-andai lebih jauh.

"Banyak orang yang salah dalam mengartikan kenikmatan dengan kebahagiaan!" Mbah Wono melanjutkan, "Ada yang tahu bedanya?"

Semua murid terdiam. Mereka semua hanya menatap dengan wajah penuh tanda tanya ke arah sang guru.

"Menurutku sama saja!" celetuk Prabu Jayanegara dari bilik kamar. Tentu suaranya tidak terdengar sampai di pelataran.

"Tidak!" kata Mbah Wono, "Tidak sama. Kenikmatan itu seringkali diukur dengan materi. Sementara kebahagiaan itu non materi! Apa buktinya? Ada orang yang kecukupan secara materi akan tetapi ia tidak merasa bahagia. Sebaliknya ada orang yang serba kekurangan, namun ia bisa bahagia! Berarti, kenikmatan itu bersifat jasmani, sedangkan kebahagiaan itu bersifat ruhani. Bila kesadaran manusia telah meningkat, maka yang akan diusahakan untuk dicapai adalah kebahagiaan, bukan kenikmatan semata!"

"Lalu apa yang dimaksud dengan kebahagiaan?" celetuk suara seseorang yang tiba-tiba muncul, yang membuat semua orang terkejut karena sama sekali tidak menyangka. Orang itu adalah Prabu Jayanegara.

"Mohon maafkan hamba baginda raja!" ucap Mbah Wono sambil membungkukkan badan penuh hormat. Kakek itu kemudian memberi isyarat kepada murid-muridnya untuk membubarkan diri.

"Tidak usah pergi!" sahut raja, "Tidak apa-apa. Saya hanya ingin ikut menyimak ceramah Mbah Wono!"

"Terima kasih atas kerelaan baginda berkenan mendengarkan ocehan receh orang desa bodoh ini!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun