"Tubuh manusia sebetulnya secara alami memiliki kemampuan untuk menyembuhkan dirinya sendiri. Baik tanpa obat-obatan maupun tanpa ramuan rempah-rempah!"
"Bagaimana caranya, Guru?"
"Yang penting adalah memiliki pengetahuan untuk merawat dan melindungi kesehatan! Kuncinya adalah hati dan pikiran harus sehat. Sakit selalu diawali dari hati dan pikiran yang tidak baik. Bersihkan hati dan pikiran. Itulah obat terbaik. Oleh karena itu, sembuh dari sakit itu seharusnya mudah."
Wijaya juga menyampaikan hasil-hasil dari pertemuan dengan gurunya itu kepada sahabat-sahabatnya, yang kemudian menyebarkannya kepada rekan-rekan mereka. Yang terutama pengetahuan tentang kesehatan dan kekuatan tubuh. Itu hal yang paling penting di dalam membentuk pasukan yang tangguh.
Betapapun rahasia dan sedemikian rapinya usaha membentuk pasukan, namun sempat juga menimbulkan kecurigaan Raja Jayakatwang. Peringatan dari Raja bahwa kampung Majapahit akan diserang oleh pasukan Daha pun sempat terlontar. Wijaya berusaha meyakinkan Raja bahwa dia masih tetap setia di dalam pengabdiannya.
"Mohon maaf Paduka!" ucap Wijaya penuh sikap rendah hati, "Semoga Paduka yang mulia tidak begitu saja mendengarkan rumor di luar yang mencoba memfitnah hamba!"
"Baiklah. Aku masih percaya ucapanmu, tapi benarkah kamu melatih banyak pasukan di Tarik?"
"Ampun Paduka, mereka hanya pekerja ladang yang latihan silat hanya sebagai pengisi waktu senggang. Bukan pasukan!"
***
Selama satu bulan, Nyi Andongsari selalu bermimpi melihat peperangan yang mengerikan. Pembunuhan dan pembantaian terjadi di mana-mana. Janda muda itu menganggap bahwa itu bukan mimpi biasa, bukan seumpama mimpinya anak-anak yang keranjingan bermain perang-perangan, atau mimpi orang yang mengalami trauma terhadap perang.
Ia benar-benar tak mampu mengabaikan mimpi-mimpi itu. Potongan gambar-gambar mengerikan, ratusan ribu mayat-mayat berserakan dengan berbagai luka yang mengucurkan darah, terus menghantuinya.