Mohon tunggu...
TRI HANDOYO
TRI HANDOYO Mohon Tunggu... Novelis - Novelis

Penulis esai, puisi, cerpen dan novel

Selanjutnya

Tutup

Cerbung Pilihan

Ikrar Sang Pendekar (4): Jiwa Pantang Menyerah

3 Juni 2024   11:57 Diperbarui: 15 Agustus 2024   20:50 833
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Tubuh manusia sebetulnya secara alami memiliki kemampuan untuk menyembuhkan dirinya sendiri. Baik tanpa obat-obatan maupun tanpa ramuan rempah-rempah!"

"Bagaimana caranya, Guru?"

"Yang penting adalah memiliki pengetahuan untuk merawat dan melindungi kesehatan! Kuncinya adalah hati dan pikiran harus sehat. Sakit selalu diawali dari hati dan pikiran yang tidak baik. Bersihkan hati dan pikiran. Itulah obat terbaik. Oleh karena itu, sembuh dari sakit itu seharusnya mudah."

Wijaya juga menyampaikan hasil-hasil dari pertemuan dengan gurunya itu kepada sahabat-sahabatnya, yang kemudian menyebarkannya kepada rekan-rekan mereka. Yang terutama pengetahuan tentang kesehatan dan kekuatan tubuh. Itu hal yang paling penting di dalam membentuk pasukan yang tangguh.

Betapapun rahasia dan sedemikian rapinya usaha membentuk pasukan, namun sempat juga menimbulkan kecurigaan Raja Jayakatwang. Peringatan dari Raja bahwa kampung Majapahit akan diserang oleh pasukan Daha pun sempat terlontar. Wijaya berusaha meyakinkan Raja bahwa dia masih tetap setia di dalam pengabdiannya.

"Mohon maaf Paduka!" ucap Wijaya penuh sikap rendah hati, "Semoga Paduka yang mulia tidak begitu saja mendengarkan rumor di luar yang mencoba memfitnah hamba!"

"Baiklah. Aku masih percaya ucapanmu, tapi benarkah kamu melatih banyak pasukan di Tarik?"

"Ampun Paduka, mereka hanya pekerja ladang yang latihan silat hanya sebagai pengisi waktu senggang. Bukan pasukan!"

***

Selama satu bulan, Nyi Andongsari selalu bermimpi melihat peperangan yang mengerikan. Pembunuhan dan pembantaian terjadi di mana-mana. Janda muda itu menganggap bahwa itu bukan mimpi biasa, bukan seumpama mimpinya anak-anak yang keranjingan bermain perang-perangan, atau mimpi orang yang mengalami trauma terhadap perang.

Ia benar-benar tak mampu mengabaikan mimpi-mimpi itu. Potongan gambar-gambar mengerikan, ratusan ribu mayat-mayat berserakan dengan berbagai luka yang mengucurkan darah, terus menghantuinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun