Pertama, perempuan beragama cukup baik, karena sudah mampu melaksanakan rukun Islam secara sempurna. Yang semestinya harus bisa bersikap lebih arif bijaksana, toleran dan lebih adil terhadap orang lain, serta tidak sepatutnya mengedepankan prasangka buruk. Lahiriahnya menunjukkan seorang Islam tulen, tapi ruhaninya miskin dari nilai-nilai Islam.
Sementara yang kedua, gadis sederhana yang sangat toleran. Tidak banyak mengeluh, apalagi menuntut. Aku yakin dia bahkan tak segan mengulurkan bantuan bagi orang yang membutuhkan. Buktinya dia suka rela menawarkan krupuk gratis buatku.
Malam harinya, aku hidupkan ponsel setelah tadi mati beberapa jam. Aku biarkan kabel masih tersambung listrik, sampai baterei terisi seratus persen, karena aku hanya berniat melihat sekilas hasil foto-foto.
Ternyata si gadis penjual kerupuk baik hati itu berhasil mengambil beberapa gambar, selain yang separuh tertutup jari. 'Maaf, aku tadi sudah berprasangka buruk!' keluhku. Sayang sekali, itu pertemuan singkat.
Namun anehnya, foto-foto itu seperti portrait jaman dulu, mendekati hitam putih. Mungkin karena saat itu suasana mendung. Aku hendak meletakan ponsel saat merasakan bulu kudukku tiba-tiba meremang.
Astaga! Dalam setiap foto, setelah aku cermati, selalu tampak sosok gadis penjual kerupuk sedang berdiri jauh di sisi belakang, Â memandang lurus ke arah kamera.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H