Mohon tunggu...
Tri Budhi Sastrio
Tri Budhi Sastrio Mohon Tunggu... Administrasi - Scriptores ad Deum glorificamus

SENANTIASA CUMA-CUMA LAKSANA KARUNIA BAPA

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen Kontemporer: Sengketa Padang Rumput

18 Maret 2021   09:28 Diperbarui: 18 Maret 2021   09:45 568
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Kami juga tidak tahu apa sebabnya!" kata pak Mursidi lirih. "Baru keesokan harinya, walaupun tidak begitu pasti kami bisa merabanya. Dari mulut ternak yang mati keluar busa dengan bau tak enak. Beberapa rumput yang dimakannya juga ikut dimuntahkan ke luar. Ketika kami mencoba mengamati rumput itu ada sehelai rumput berwarna ungu tua! Pernah tahu ada rumput berwarna ungu?"

Sekali lagi pak Somad menggelengkan kepala.

"Rumput ungu inilah yang menjadi penyebab kematian ternak kami!' pak Mursidi melanjutkan. "Rumput itu rumput beracun. Jengkerik yang diambil sebagai binatang percobaan ternyata mati begitu makan sedikit rumput itu. Padang rumput sekarang tidak aman bagi ternak. Rumput beracunnya harus dicari dan dibersihkan dulu. Kalau tidak, sepuluh ternak digembalakan, sepuluh ternak akan mati!"

Sejenak keadaan hening ketika pak Mursidi menghentikan keterangannya. Sementara di luar, angin tetap berhembus lembut, sedangkan bintang tetap bertaburan bahkan sekarang tampak semakin indah. Cuma orang-orang dalam ruangan itu sama sekali tidak sempat memperhatikan. Persoalan yang dihadapi cukup menyita seluruh perhatian.

"Kami harus membersihkan dulu padang rumput itu," kata pak Mursidi melanjutkan, "Sebelum padang itu bersih dari rumput beracun, tak seekor ternak pun boleh digembalakan di tempat itu. Itulah keputusan saya sebagai seorang Kepala Desa. Biarlah tindakan kami dianggap sewenang-wenang, begitu keputusan saya waktu itu. Baru setelah berhasil mencabut seluruh rumput beracun di daerah itu, kami akan buka persoalan sebenarnya. Ternyata untuk membersihkan rumput, perlu banyak waktu. Selain rumput itu tidak tumbuh di tempat yang sama, juga bentuknya yang kecil menyulitkan kami. Setiap jengkal padang itu kami periksa dan dijelajahi. Tiga puluh orang dikerahkan. Sampai saat ini baru separuh padang yang selesai diperiksa."

Pak Somad menatap pak Mursidi tajam-tajam.

"Mengapa bapak tidak memberitahu kami?" tanya pak Somad. "Bukankah kami bisa membantu? Jika diberitahu, kami pasti tidak sampai beranggapan buruk?"

Pak Mursidi menundukkan kepalanya.

"Sebenarnya saya harus memberi tahu tetapi karena saya tidak yakin, saya jadi ragu-ragu untuk memberitahu!'

"Alasan bapak sama sekali tidak bisa diterima!" kata pak Somad tinggi. "Rumput beracun itu bukan cuma merugikan warga bapak tetapi juga warga kami, seluruh penduduk desa Tanggora. Kami berkewajiban untuk membersihkannya, sama seperti kewajiban warga di sini!"

"Maafkan saya pak Somad!" kata Pak Mursidi akhirnya dengan suara lirih. "Sama sekali tidak ada maksud jelek di balik semua ini."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun