Pak Somad tentu saja mengerti isyarat ini.
"Kita sebaiknya langsung saja pada inti!" pak Somad berkata lirih seperti cuma ditujukan pada dirinya sendiri.
Pak Mursidi mengangguk. Senyum masih tersungging di bibirnya, sekali pun tidak secerah tadi.
"Soal padang rumput, pak!" Â Kartu sekarang benar-benar telah di buka oleh Pak Somad. "Saya dan seluruh penduduk desa Tanggora tidak mengerti mengapa kami dilarang menggembala ternak di padang itu. Â Kami ingin tahu alasan di balik semua larangan itu!"
Pak Mursidi membetulkan duduknya. Laki-laki ini tegang juga.
"Sulit sekali bagi saya menerangkannya!" Pak Mursidi mulai berkata. "Banyak yang harus diterangkan dan saya tidak tahu harus mulai dari mana!"
Pak Somad mengerutkan keningnya. Tentu saja dia tidak puas dengan keterangan yang mengambang itu.
"Tetapi baiklah saya akan menerangkan! Sebenarnya sejak pertama kali bertindak begitu, saya sudah harus menerangkan pada pak Somad bahkan juga pada seluruh penduduk desa Tanggora tetapi karena belum yakin, dan kami bermaksud untuk tidak menunjukkan kekonyolan kami sendiri, maka kami berusaha untuk mengatasi persoalan ini seorang diri tetapi akibatnya yah, seperti yang telah diperhitungkan, pak Somad akhirnya datang ke sini juga. Tahukah pak Somad kalau akhir-akhir ini kami terus sibuk sementara hati terus berdegup tegang, menanti-nanti  tindakan balasan apakah yang akan dilancarkan oleh penduduk Desa Tanggora. Untunglah, penduduk desa bapak masih bisa bersabar selama ini!"
Pak Mursidi berhenti sejenak. Sementara itu, kerutan di kening pak Somad semakin jelas. Kata-kata Pak Mursidi yang berputar-putar memang pantas membuatnya bingung.
"Tepat seminggu yang lalu, tiga ternak penduduk mati setelah siangnya digembalakan di padang rumput sebelah barat. Tahukah Pak Somad apa sebabnya?" .
Tentu saja pak Somad menggelengkan kepalanya.