Mohon tunggu...
Tri Budhi Sastrio
Tri Budhi Sastrio Mohon Tunggu... Administrasi - Scriptores ad Deum glorificamus

SENANTIASA CUMA-CUMA LAKSANA KARUNIA BAPA

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen Kontemporer: Nasihat Seorang Pengemis

14 Maret 2021   15:55 Diperbarui: 14 Maret 2021   21:16 776
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: http://clipart-library.com/beggar-picture.html

"Kalau sudah ayo berangkat, bu!" sela tuan Hadi Wiyono tidak sabar dan semakin kesal.

"Nyonya....." kata pengemis tua itu lirih, bersamaan dengan anggukan kepala wanita itu mengiakan ajakan suaminya.

"Ya?" kata nyonya Hadi Wiyono mengerutkan kening.

"Bisakah saya mengatakan sesuatu kepada nyonya? Saya ingin mengatakannya tanpa didengar oleh orang lain!"

Nyonya  Hadi Wiyono terperangah. Apalagi  suaminya.  Tuan  hadi Wiyono  tidak  sekedar  terperangah melainkan  juga marah besar. Dia yang memang pada dasarnya benci  pada  pengemis, sekarang  bencinya  semakin  menjadi-jadi, mendengar  bagaimana kurang ajarnya pengemis itu. Mulutnya  sudah hendak  memaki-maki pengemis itu sejadi-jadinya tetapi makian terpaksa ditelannya kembali, karena istrinya keburu berkata: "Mengapa tidak bapak katakan sekarang dan di  sini  saja?" Rupa-rupanya keterperangahan nyonya Hadi Wiyono tidak sama dengan suaminya.

"Bisa saja nyonya, tetapi sebaiknya nyonya sendiri yang mendengarnya, karena  yang lain tampaknya  tidak memahami  saya!"  Pengemis tua itu berkeras, sekali pun  suaranya tetap lemah dan lirih.

Untuk beberapa saat lamanya nyonya Hadi  Wiyono  terdiam. Beberapa pertimbangan berkelebat dalam benaknya. Ya, apa salahnya didengar kata-kata bapak tua ini sebentar, karena toh tidak ada. Paling-paling terlambat  sebentar.  Sekali pun singkat sempat  juga  wanita  itu  berdialog dengan hati dan pertimbangannya sendiri.

"Baiklah, pak! Ayo!" Ajaknya sambil melangkah ke  belakang mobil.  Dengan tertatih-tatih pengemis  tua  mengikuti  langkah nyonya  Hadi Wiyono, sementara di bibir  tersungging  senyuman yang sulit ditebak maknanya. Tuan Hadi Wiyono cuma bisa menggeleng-gelengkan kepala. Dia  sebenarnya ingin meledak saat itu, tetapi untunglah emosinya masih sanggup ditahan dan benar juga, tidak lebih dari satu menit diperlukan oleh nyonya Hadi Wiyono.

Pengemis  tua itu menatap mobil berwarna  abu-abu  meluncur menjauhi.  Pandangannya  bercampur beragam  perasaan.  Lalu siapakah  yang  menterjemahkan  makna dalam  pandangan  itu?  Tak seorang pun, kecuali mungkin bapak pengemis tua itu sendiri.

Di dalam mobil.

"Apa yang dikatakan pengemis tidak tahu diri  itu  padamu, bu?" tanya tuan Hadi Wiyono pada istrinya. Akhirnya laki-laki itu tidak tahan juga untuk tidak bertanya,  setelah sekian lama keadaan hening. Penumpang di belakang juga tidak banyak bersuara. Nyonya Hadi Wiyono tersenyum aneh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun