Mohon tunggu...
Tri Budhi Sastrio
Tri Budhi Sastrio Mohon Tunggu... Administrasi - Scriptores ad Deum glorificamus

SENANTIASA CUMA-CUMA LAKSANA KARUNIA BAPA

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen Kontemporer: Nasihat Seorang Pengemis

14 Maret 2021   15:55 Diperbarui: 14 Maret 2021   21:16 776
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: http://clipart-library.com/beggar-picture.html

"Setuju," kata  istrinya cepat. "Bahkan  aku  tidak  takut  bertaruh denganmu. Aku yakin, diriku akan menemukan  lebih banyak dari engkau."

"Belum tentu. Engkau bukan orang yang terlalu  cermat tetapi baiklah! Apa taruhannya?"

"Hmm, apa  ya?" istrinya bergumam.  "Bagaimana   kalau sebuah hak?"

Hadi Wiyono mengerutkan keningnya, sekali pun bibirnya tetap tersenyum. Dia tahu dengan pasti, istrinya seorang wanita dengan karakter tidak mau kalah. Sejak masih  pacaran  dulu, calon  istrinya  selalu  kukuh  pada  pendapatnya sendiri, sekalipun waktu  itu  pengungkapannya  tidak setandas sekarang.  Banyak kali ia terpaksa mengalah  terhadap kehendaknya.

Ketika  resmi  menikah  dan  mengarungi kehidupan  keluarga  bersama, sifat  tidak  mau  mengalahnya semakin   jelas terlihat. Pokoknya dia benar-benar wanita dengan keahlian  membantah. Hanya dengan alasan yang benar-benar tepat dan tidak mungkin dibantah, dia mau mengalah.

"Sebuah  hak?" ulang Hadi Wiyono. "Hak apa?"

"Hak untuk  menentukan ke mana kita  pergi  berlibur tahun depan," jawab istrinya. Mula-mula Hadi Wiyono seperti terperangah dan tidak menduga kalau hak itu yang akan dijadikan taruhan tetapi  sesaat  kemudian, laki-laki ini tersenyum lebar sebelum akhirnya dia tertawa kecil.

"Kau tidak setuju? Atau kau  takut  barangkali?"  tanya istrinya sebagai tanggapan atas sikapnya.

"Takut?  Sejak kapan aku takut bertaruh denganmu? Sama sekali  tidak takut tetapi samar-samar aku merasakan sesuatu  yang tidak adil atau lebih tepatnya suatu siasat."

"Kau memang pandai berdalih, pak," kata sang  istri.  "Kau memang  bisa  saja mengatakan tidak takut, tetapi  nyatanya  engkau tidak berani bukan? Kau merasakan sesuatu yang tidak adil, apanya yang  tidak  adil? Kalau berhasil mengamati lebih banyak dari aku, engkau menang. Sebaliknya kalau aku yang lebih  banyak maka  tentu  akulah yang menang. Apanya yang  tidak  adil  dengan taruhan ini?"

"Sekarang ini buktinya," kata Hadi Wiyono  tenang.  "Kalau engkau berhasil memenangkan taruhan itu,  tidak  ada masalah tetapi bagaimana kalau aku yang  berhasil  menang,  dan kemungkinan ini lebih besar dari sembilan puluh persen? Bagaimana?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun