"Kok bisa lupa, bu?" tanya putri tertuanya.
"Ya, ya, aku sendiri juga heran," jawab sang ibu  tanpa menoleh ke belakang. "Padahal obat itu sudah disiapkan sejak tadi malam tetapi entah kenapa malah lupa dimasukkan ke tas tadi."
"Mungkin  ibumu  terlalu  sibuk  membayangkan  pulau  Bali sampai lupa dengan  obatnya,"  sekarang  Hadi  Wiyono  ikut menimbrung.
"Mungkin juga," jawab istrinya lembut sambil senyum.
Lalu lintas mulai sedikit ramai, sehingga  diperlukan waktu lebih lama untuk sampai ke rumah dibandingkan  dengan ketika mereka berangkat tadi.
"Kalian tidak usah turun, biar aku dan bapak yang turun dan ke  dalam," wanita setengah baya yang sekarang tampak lembut  itu berkata pada yang lain. Semuanya mengangguk. "Putar mobilnya sekalian pak Kirman!"
Sopir pun menganggukkan kepalanya. Hadi  Wiyono membuka pintu  pagar.  Setelah terbuka, keduanya melangkah masuk ke halaman.
"Hmm,  kukira  baru  lima hari yang akan  datang  bisa melihat  dan melangkah di halaman rumah ini, tidak tahunya,  baru setengah jam berpikir demikian, aku  terpaksa  harus  sudah melangkah di atasnya kembali."
Istrinya tersenyum mendengar gerutuan suaminya. Â Dia tahu pasti, suaminya tentu tidak dan tidak akan pernah kesal pada dirinya, dia tentu sedang mencoba menggodanya.
"Tetapi mungkin ada juga hikmahnya, bu!" lanjut Hadi Wiyono.
"Hikmah apa, pak?" terpancing juga wanita itu oleh suaminya.