"Untuk bertobat tidak membutuhkan cara, anakku! Tobat cuma membutuhkan niat. Lebih dari itu tidak ada. Tidak pernahkah engkau selama ini berniat untuk bertobat, untuk mengakui kesalahanmu dan kemudian mencoba melupakannya?"
"Saya telah mencoba melupakannya tetapi saya tidak berhasil, Romo!"
Romo Paulus tersenyum.
"Kalau seseorang dengan mudah bisa melupakan dosa dan kesalahan mungkin di dunia ini tidak ada kerisauan, anakku! Makin engkau mencoba melupakan sebuah kesalahan makin kesalahan itu tergambar jelas di depanmu! Tidak perlu mencoba melupakan atau menghilangkan kesalahan, anakku! Sungguh-sungguh tidak perlu!"
"Lalu ... lalu apa yang harus saya lakukan, Romo? Saya sudah tidak tahan keadaan ini! Batas kemampuan saya untuk menahan ini sudah sampai pada batasnya! Mungkin saya akan ...!"
Romo Paulus mengangkat tangannya.
"Tidak usah engkau teruskan, anakku! Aku tahu apa yang engkau maksudkan. Kapan semua itu terjadi anakku?"
"Tiga belas tahun yang lalu, Romo!" jawab Titis cepat.
"Tiga belas tahun yang lalu?" gumam Romo pelan, sepertinya sepertinya cuma ditujukan pada dirinya. "Jadi sudah tiga belas tahun ini engkau tersiksa oleh rasa bersalahmu?"
Titis mengangguk.
Romo Paulus membuat tanda salib sambil menunduk dalam. Tiga belas tahun disiksa oleh perasaan berdosa bukan hal yang main-main. Wanita mana yang tahan selama tiga belas tahun bergulat dengan rasa bersalah?