"Engkau boleh mulai bercerita!" kata Romo Paulus.
"Baik Romo!" kata Titis. "Romo sudah tahu nama lengkap saja, di mana saya tinggal dan bagaimana hidup saya selama ini?"
Romo Paulus menggeleng.
"Kalau engka mau menderitakan akan kudengarkan tetapi jika engkau tidak mau, bagiku juga tidak masalah. Yang penting adalah persoalanmu. Bagiku tidak penting latar belakang dan keadaan dirimu tetapi persoalan yang selama ini merisaukan dirimulah yang penting bagiku."
"Saya pembunuh, Romo!" kata Titis tiba-tiba. "Dan bukan cuma seorang yang saya bunuh tetapi sekeluarga. Bapak, ibu dan tiga anaknya!"
Ada sinar terkejut di mata Romo Paulus tetapi cuma sekejab, Sinar itu segera hilang. Mata Romo Paulus kembali berubah tenang, setenang telaga.
"Romo tidak terkejut?" Titis bertanya heran melihat Romo Paulus sama sekali tidak terkejut dengan pengakuannya yang tiba-tiba.
Romo Paulus menggeleng.
"Aku tidak terkejut," kata Romo Paulus. "Aku belum mendengar mendengar seluruh cerita, bagaimana aku bisa terkejut?"
"Laki-laki itu saya bunuh dengan racun. Istrinya saya bunuh dengan hunjaman pisau di dada. Sedangkan tiga anak mereka, yang dua saya benamkan ke bak mandi, dan yang seorang saya gantung. Ya Romo, saya gantung gadis kecil manis itu sampai lidahnya menjulur keluar dan matanya membelalak menatap saya dengan pandangan takut dan tidak percaya. Â Romo ingin tahu apa penyebabnya? Tidak ada alasan untuk pembunuhan ini. Benar-benar tidak ada alasan. Bahkan mengenal mereka pun saya tidak."
"Saya bunuh mereka sekeluarga karena tiba-tiba saja ingin menjadi pembunuh. Sudah banyak buku saya baca, sudah banyak film saya lihat, semuanya selalu menceritakan tentang pembunuh. Saya penasaran mengapa mereka mau menjadi pembunuh. Enakkah menjadi pembunuh? Itulah sebabnya saya memutuskan menjadi pembunuh tetapi ternyata ...!"