Mohon tunggu...
Tri Budhi Sastrio
Tri Budhi Sastrio Mohon Tunggu... Administrasi - Scriptores ad Deum glorificamus

SENANTIASA CUMA-CUMA LAKSANA KARUNIA BAPA

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen Masa Depan: Aquila - 013

8 Februari 2021   09:04 Diperbarui: 8 Februari 2021   10:11 401
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.designyourway.net/blog/inspiration/spaceship-concept-art-best-practices-and-cool-design-examples/

Aquila-013
Tri Budhi Sastrio

Berputar sendirian di tengah-tengah
antariksa maha luas
Bumi bak bola kesepian tanpa pelindung.
Sayangnya tak banyak manusia
Menyadari hal ini,
Mereka sibuk saling cakar
Antar mereka sendiri.

Komandan Squadron Aquila-013, Letnan Kolonel Penerbang Andira menatap panel instrumen di depannya dengan wajah tegang. Bintik-bintik keringat tampak jelas dari luar masker penerbangannya. Mata Letnan Kolonel yang masih muda itu menatap lekat-lekat bulatan radar yang berputar berpendar-pendar. Bulatan itu menerang sejenak ketika melewati sebuah titik. Titik inilah yang membuat wajah Letnan Kolonel Andira tegang.

Squadronnya, Aquila-013, yang memang terdiri dari 13 pesawat tempur mutakhir, baru saja pulang dari latihan rutin. Nama Aquila dipilih karena konon nama ini pernah mempunyai makna Rajawali. Rajawali-013 begitu sebenarnya Squadron tersebut lebih tepat diberi nama.

Dari semua burung, burung mana yang lebih perkasa dari Rajawali? Rajawali adalah idola semua penerbang. Mereka akan merasa aman dan bangga kalau bisa terbang seperti Rajawali, tegar perkasa tanpa lawan. Semua burung akan menyingkir jauh-jauh begitu melihat Rajawali terbang ke arah mereka.

Begitu juga dengan kelompok 13 pesawat tempur modern ini. Mereka bangga dengan nama squadron mereka. Disamping itu mereka juga bangga pada Komandan Squadron. Letnan Kolonel Andira adalah seorang komandan yang baik dan pandai. Dalam pendidikan dulu dia menduduki ranking kedua. Ranking pertamanya adalah Letnan Kolonel Subianto. Dia sekarang bertugas di darat, di kamar pengendalian seluruh operasi latihan.

Keduanya seperti sepasang Gatotkaca kembar. Menguasai sepenuhnya seluruh rincian kedirgantaraan. Tidak mengherankan kalau reputasi Aquila-013 sebagai squadron kecil elite yang ampuh terus merebak ke mana-mana.

Pesawat tempur yang digunakan juga bukan pesawat tempur yang hanya sekedar modern. Lebih dari itu. Bahan bakar yang digunakan sejenis bahan bakar padat. Pesawat ini dirancang untuk mampu terbang sampai ke angkasa luar tanpa memerlukan modifikasi khusus.

Latihan rutin kali ini dilakukan tepat di perbatasan atmosfer bumi dengan angkasa luar. Rudal-rudal yang dibawa diarahkan ke angkasa luar. Mereka diluncurkan berpencar, kemudian akan bertemu di satu titik dan meledak di sana. Latihan itu sukses. Seluruh rudal meledak tepat pada sasaran yang ditentukan.

Dua peluru kendali yang berada di pesawat Komandan Andira tidak perlu ditembakkan. Dua peluru kendali cadangan ini memang dimaksudkan untuk menembak peluru-peluru kendali nyasar. Peraturan resmi sebenarnya melarang keras melepas peluru kendali ke angkasa luar. Bila ada peluru kendali nyasar dan menghantam satelit komunikasi, yang saat itu hampir memadati seluruh Antariksa, akibatnya dapat diterka. Satelit meledak, jutaan dollar hilang sia-sia.

"Latihan ini sempurna sekali, kawan-kawan!" begitu Komandan Andira memberi pujian sesaat sebelum dia menyatakan latihan selesai dan memerintahkan kembali ke pangkalan.

Dalam perjalanan pulang tiba-tiba saja  sebuah benda aneh menyusul cepat sekali dari belakang. Benda aneh ini tentu saja membuat Komandan Andira tegang. Mereka masih berada di perbatasan dengan angkasa luar dan sekarang benda tidak dikenal itu tepat menuju ke arah mereka. Benda apakah itu? Meteor? Tidak sebesar dan secepat itu!

Sebagai seorang penerbang berpengalaman yang bahkan telah empat kali bertugas langsung ke angkasa luar, Komandan Andira tahu persis ciri-ciri sebuah meteor. Baik besarnya pada layar pendeteksi  maupun kecepatannya tidak seperti ini.

Squadron yang dipimpinnya sedang terbang dengan kecepatan sepuluh kali kecepatan suara tetapi dengan kemampuan terbang benda aneh itu, mungkin tidak sampai dua menit  mereka sudah akan terkejar.

Dia harus bertindak cepat. Ragu-ragu berarti maut. Dia tidak tahu benda apa itu tetapi yang jelas benda sebesar dan secepat itu  pasti mampu menyapu squadronnya menjadi kepingan-kepingan kecil.

"Perhatikan semua anggota!" suara Letnan Kolonel Andira terdengar tegang sekali. "Siaga satu! Kecepatan maksimum begitu aku menghitung sampai tiga!"

Dua belas suara balasan serempak terdengar.

"Satu.... Dua .... Tiga....!"

Tiga belas pesawat tempur itu melesat seperti kilat cahaya.

Letnan Kolonel Andira menatap layar pendeteksi. Dia dan teman-temannya meluncur dengan kecepatan maksimum yang mereka miliki. Tiga belas kali kecepatan suara tetapi benda aneh itu terus mendekat. Jelas benda aneh itu berlipat kali lebih cepat dari mereka.

"Ada apa Komandan?" salah seorang anak buahnya bertanya.

Letnan Kolonel Andira memperhitungkan kelompoknya masih mempunyai waktu dua setengah menit. Dengan terbang menggunakan kecepatan maksimum seperti ini dia bisa memperpanjang waktu pertemuan sampai tiga puluh detik tetapi ini tidak lama. Sebuah tindakan yang tepat harus segera diambil.

Anak buahnya pasti heran mengapa dia memerintahkan seperti ini. Memang cuma pada pesawatnya ada alat pendeteksi khusus yang sangat canggih. Pesawat Komandan Squadron memang mempunyai perlengkapan khusus. Seandainya tidak ada alat ini mungkin dia akan tetap terbang tenang-tenang untuk kemudian musnah tanpa mengetahui apa yang menjadi penyebabnya.

Mengubah arah tiba-tiba apakah mungkin merupakan alternatif yang tepat? Bagaimana kalau dia mengubah arah sekarang? Tampaknya sia-sia! Cuma membuang-buang waktu saja. Dengan kecepatan seperti sekarang, sama sekali tidak ada jaminan squadronnya dapat meloloskan diri tetapi jika dia memutuskan untuk diam saja, keadaan runyam semakin pasti.

"Formasi akan diubah sejajar ke samping!" kata Letnan Kolonel Andira. "Ulangi, formasi akan diubah sejajar ke samping. Seluruh pesawat diminta tidak banyak bertanya. Ikuti saja semua instruksi. Yang jelas, Siaga Satu belum dicabut. Kita sedang berada dalam keadaan perang!"

Suara Letnan Kolonel Andira yang terang, meskipun sedikit tergesa-gesa, bisa didengar dengan jelas.

"Hitungan ketiga, perubahan formasi dilaksanakan. Satu ... Dua ... Tiga ..."

Perlahan-lahan formasi terbang Squadron Aquila-013 berubah sejajar.

"Bagus!" terdengar lagi suara Komandan Andira. "Biarkan aku berpikir sejenak. Tunggu perintah dari aku!"

Dengan halus pesawat-pesawat itu membelah angkasa. Mereka terbang melingkari bumi. Suatu prosedur latihan yang biasa sebelum mereka turun ke pangkalan.

"Bagaimana kondisi pesawat kalian?" suara Komandan Andira kembali mendengung di cockpit dua belas pesawat lainnya.

"Prima Komandan!" mereka menjawab bergantian.

"Mungkin kita harus terbang berpencar setelah ini! Beberapa dari kalian bahkan mungkin perlu terbang ke angkasa luar. Sebuah benda asing yang sampai saat ini gagal kukenali berada tepat di belakang kita. Kecepatannya fantastis sekali. Dua menit dari sekarang kita akan dilandanya. Sampai saat ini aku masih mencoba mengenalinya tetapi aku gagal. Begitu juga dengan pusat pengendalian di Bumi. Mereka telah kuhubungi. Mereka telah melihat benda itu tetapi tidak berhasil memastikan benda apakah itu. Seluruhnya diserahkan kepadaku untuk langkahlangkah selanjutnya karena mereka tidak bisa berbuat banyak."

Komandan Andira berhenti sejenak. Suara nafasnya masuk ke saluran penghubung.

"Kalian semua siap untuk terbang berpencar setelah ini?" tanya Komandan Andira.

Sama seperti tadi, dua belas anak buahnya menjawab siap.

Tiba-tiba salah seorang bertanya: "Mengapa kita tidak segera mendarat saja, Komandan?"

"Tidak!" jawab Letnan Kolonel Andira. "Kalau kita menukik turun, kita memang bisa lepas dari jangkauan benda aneh itu tetapi bukan saja kita rugi karena tidak bisa mengenali benda itu juga bumi mungkin meledak kena hajarannya. Kita tidak boleh melarikan diri dari benda itu. Kita harus memancingnya agar dia menjauhi Bumi. Cuma bagaimana caranya inilah yang membuat aku bingung!"

"Kalau tujuan kita memancing sebaiknya kita tidak berpencar Komandan! Kita harus terbang dalam satu formasi ke angkasa luar!"

Letnan Kolonel Andira mengangguk-angguk. Sementara bintik-bintik keringat dikeningnya semakin banyak dan semakin besar-besar.

Kemungkinan semacam itu sebenarnya sudah sejak tadi ada di benak Komandan Andira tetapi kalau satu atau dua orang saja sudah cukup untuk memancing benda aneh itu, mengapa harus tiga belas orang bersama-sama bunuh diri?

"Usulmu tepat sekali tetapi sayangnya tidak layak dilaksanakan. Baiklah, aku tidak perlu menerangkan panjang lebar. Waktu kita semakin sempit." Komandan Andira menatap layar pendeteksi di depannya. Bintik aneh itu semakin dekat. Sekarang dia  harus mengambil keputusan atau semuanya akan terlambat.

"Cuma aku dan wakilku, Mayor Kuntadi yang akan terbang ke angkasa luar memancing benda aneh itu!" suara Komandan Andira malah berubah tenang sekarang.

"Siap Komandan!" Mayor Kuntadi menjawab cepat meskipun bicara komandannya belum selesai.

"Yang lain kuperintahkan untuk tetap terbang dalam formasi sekarang. Kalau tiga menit dari sekarang tidak terjadi apa-apa kalian boleh segera mendarat. Laporkan apa yang terjadi pada kami. Kalian tahu semua hubungan dengan pusat kontrol di Bumi sekarang ini kuputuskan. Aku tidak ingin mereka ikut mendengarkan percakapan ini, karena toh semua keputusan diserahkan pada kita semua!"

Letnan Kolonel Andira berhenti sejenak.

"Kalau aku menghitung ..."

"Kami tidak setuju Komandan!" terdengar satu suara seperti berteriak ditelinganya. "Kami akan tetap bersama-sama dengan anda apapun yang terjadi. Anggota Squadron Aquila-013 pantang melarikan diri, Komandan. Bukankah Komandan sendiri yang mengajarkan ini? Kalau menghadapi bahaya semacam ini saja kami harus terbirit-birit melarikan diri, bagaimana kami bisa membanggakan diri sebagai benteng pertahanan negara?"

"Benar Komandan, kami tidak setuju ...."

Satu demi satu para penerbang pesawat lain menyatakan ketidak setujuannya dan ingin terus bersama-sama dengan Komandan Andira. Cuma Mayor Kuntadi yang tidak membuka suara.

Bintik aneh itu semakin dekat. Tidak banyak waktu lagi. Sekarang juga harus diputuskan apa yang harus segera dilakukan.

"Semua pesawat menurunkan kecepatannya sampai tiga mach!" suara Komandan Andira tenang dan mantap.

"Terima kasih Komandan!" beberapa anak buahnya mengucapkan terima kasih karena usul mereka dikabulkan. "Squadron Aquila-013, adalah Rajawali-Rajawali angkasa yang tangguh dan pemberani. Kesulitan harus dihadapi dan diselesaikan bersama, dan bukannya dihindari!"

Komandan Andira tidak menanggapi komentar itu. Bukannya tidak suka, tetapi dia tidak mempunyai waktu. Satu menit dari sekarang benda itu akan melewati mereka. Kalau dia memperlambat laju pesawat sampai setengahnya, kurang dari tiga puluh detik mereka akan ketemu.

"Laksanakan!"

Pesawat-pesawat tempur modern ini sekarang terbang melambat. Perlu lima detik untuk mencapai kecepatan tiga mach.

"Berbelok tajam ke arah angkasa luar, tetap dalam formasi. Laksanakan!"

Persis sebuah garis yang bergerak melingkar begitulah yang terlihat dengan formasi squadron seperti itu.

Batas angkasa luar dengan atmosfir mereka tembus dengan mudah. Dua puluh detik lagi. Komandan Andira memperhatikan layar pendeteksi  pesawatnya dengan mata sama sekali tidak berkedip. Benda aneh itu meluncur semakin dekat sedangkan arahnya tetap persis ke arah mereka.

Lima belas detik! Sepuluh detik! Mereka sudah semakin jauh dari batas terluar atmosfer Bumi.

Lima Detik!

"Empat detik lagi kita akan melihat bagaimana hasil usaha kita! Berdoalah kawan-kawan ... tiga ... dua ... satu!"

Tidak terdengar suara ledakan! Yang terdengar cumalah desingan dasyat seperti sejuta kereta api ekspres bersama-sama meluncur ke satu arah. Bulatan merah raksasa itu terus meluncur pergi. Sekejab saja dia terlihat seperti bintik kecil dikejauhan sana. Bumi tetap damai, tetap sejahtera dan tetap hijau di belakangnya. Cuma beberapa gelintir orang di Bumi sana yang menyadari bahwa seluruh sistem kehidupan mereka baru saja terlepas dari kebinasaan abadi? Cuma sedikit orang yang tahu ini, benar-benar cuma sedikit. Sementara yang lain, tetap sibuk dengan gerak irama masing-masing

Kadang-kadang menggelikan juga jika menyadari hal ini. Seandainya semua orang tahu bahaya yang tidak sekedar besar itu, yang hampir setiap saat mengancam kelangsungan hidup planet tempat mereka bermukim, mungkin tidak banyak orang yang akan tetap mempertahankan kesukaan saling cakar antara sesama. Bersatu saja mereka belum tentu bisa mempertahankan keberadaan planet ini untuk selama-lamanya, apalagi  jika tidak kompak dan sibuk saling menghancurkan.

Lalu bagaimana dengan Squadron Aquila-013 sendiri?

Tidak ada tahu tetapi yang jelas squadron pimpinan Komandan Andira ini tidak pernah kembali. Dalam komputer data induk misteri hilangnya mereka cuma diberi catatan tambahan:

"Sesuatu yang aneh telah membawa mereka pergi. Tidak diketahui sesuatu yang aneh itu apa dan ke mana mereka pergi! Penyelidikan intensif sudah dilakukan. Bahkan banyak negara ikut melakukan penyelidikan tetapi tetap belum ada titik terang yang bisa memberi petunjuk tentang ini. Tampaknya mereka harus dinyatakan hilang secara misterius dalam tugas."

Catatan ini mungkin terlalu sederhana bagi pengorbanan yang begitu besar dari sebuah squadron kecil tetapi itulah manusia dan kehidupannya. Tidak pernah menganggap besar sebuah pengorbanan meskipun tanpa pengorbanan itu mereka mungkin ikut musnah.

Selamat tinggal Aquila-013! Engkau memang seperti Rajawali. Perkasa dan tangguh. Sanggup menjadi perisai bagi siapa saja. Hidupmu untuk orang lain. Selamat tinggal Aquila-013. (R-SDA-08022021)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun