Komandan Andira berhenti sejenak. Suara nafasnya masuk ke saluran penghubung.
"Kalian semua siap untuk terbang berpencar setelah ini?" tanya Komandan Andira.
Sama seperti tadi, dua belas anak buahnya menjawab siap.
Tiba-tiba salah seorang bertanya: "Mengapa kita tidak segera mendarat saja, Komandan?"
"Tidak!" jawab Letnan Kolonel Andira. "Kalau kita menukik turun, kita memang bisa lepas dari jangkauan benda aneh itu tetapi bukan saja kita rugi karena tidak bisa mengenali benda itu juga bumi mungkin meledak kena hajarannya. Kita tidak boleh melarikan diri dari benda itu. Kita harus memancingnya agar dia menjauhi Bumi. Cuma bagaimana caranya inilah yang membuat aku bingung!"
"Kalau tujuan kita memancing sebaiknya kita tidak berpencar Komandan! Kita harus terbang dalam satu formasi ke angkasa luar!"
Letnan Kolonel Andira mengangguk-angguk. Sementara bintik-bintik keringat dikeningnya semakin banyak dan semakin besar-besar.
Kemungkinan semacam itu sebenarnya sudah sejak tadi ada di benak Komandan Andira tetapi kalau satu atau dua orang saja sudah cukup untuk memancing benda aneh itu, mengapa harus tiga belas orang bersama-sama bunuh diri?
"Usulmu tepat sekali tetapi sayangnya tidak layak dilaksanakan. Baiklah, aku tidak perlu menerangkan panjang lebar. Waktu kita semakin sempit." Komandan Andira menatap layar pendeteksi di depannya. Bintik aneh itu semakin dekat. Sekarang dia  harus mengambil keputusan atau semuanya akan terlambat.
"Cuma aku dan wakilku, Mayor Kuntadi yang akan terbang ke angkasa luar memancing benda aneh itu!" suara Komandan Andira malah berubah tenang sekarang.
"Siap Komandan!" Mayor Kuntadi menjawab cepat meskipun bicara komandannya belum selesai.