Mohon tunggu...
Tri Budhi Sastrio
Tri Budhi Sastrio Mohon Tunggu... Administrasi - Scriptores ad Deum glorificamus

SENANTIASA CUMA-CUMA LAKSANA KARUNIA BAPA

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen Masa Depan: Sang Ilmuwan

12 Desember 2020   08:16 Diperbarui: 12 Desember 2020   08:25 380
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sang Ilmuwan
Tri Budhi Sastrio

Setiap orang, tidak perduli dari mana berasal
Dapat ikut serta berperan dalam derap pengabdian
Bagi sesama! Karenanya mari kita hargai sesama,
Mari kita sayangi sesama!

Kamis dini hari, Gedung Pusat Pengembangan Riset dan Teknologi.

Ruang yang dikenal dengan nama ruang Lima Bintang masih tampak terang benderang. Ruang Lima Bintang terletak di lantai dua belas bangunan berlantai delapan belas. Ruang lainnya memang tidak gelap gulita tetapi juga tidak seterang ruangan Lima Bintang. Artinya di ruangan itu sedang ada kegiatan. Dan ini benar!

Doktor Suyanto, Asisten Khusus Menteri, yang seorang ahli Fisika Nuklir, tepatnya Fisika Nuklir Antariksa, sedang sibuk di ruang Lima Bintang. Doktor Suyanto sendirian. Tanpa asisten. Beberapa helai kertas, dengan kop Kementerian Pengembangan Riset dan Teknologi, tumpang tindih tidak teratur di atas meja kerjanya.

Sebagai ilmuwan, kejadian seperti malam itu sebenarnya sudah biasa. Sering sekali Doktor Suyanto lupa makan dan lupa tidur kalau sedang sibuk dengan pekerjaannya. Sebagai Asisten Khusus Menteri, sebenarnya dia dengan mudah mendelegasikan pekerjaannya tetapi dia lebih banyak mengerjakan sendiri, terutama pekerjaan yang benar-benar rahasia.

Begitu juga kali ini. Sebuah hasil pemikiran pribadi, yang seandainya bisa dibuktikan, mungkin akan membuat ribuan atau bahkan jutaaan buku tentang Fisika Nuklir baik yang ditulis oleh rekannya di Indonesia, maupun oleh para ahli di luar negeri, terpaksa dijual ke pasar loak. Disamping semua pembahasan tentang Fisika Nuklir yang selama ini dikenal akan salah total, juga karena teori baru ini akan menciptakan dalil-dalil dan hukum-hukum baru.

Sementara itu di ruang bawah. Tiga  petugas khusus dari Departemen Hankam sedang asyik berbincang, sementara tiga temannya mengelilingi gedung melakukan ronda rutin.

"Hebat benar Doktor kita yang satu ini, Bekerja siang malam tidak kenal lelah," salah seorang dari mereka memberi komentar

Dua temannya mengangkat pundak.

"Kalau tidak salah lebih dari dua belas hari dia bekerja siang malam seperti sekarang ini. Bahkan aku tidak pernah melihat Doktor itu pulang!" yang berkata pertama tadi melanjutkan.

"Pasti ada sesuatu yang menarik atau ada sesuatu yang sangat penting," temannya yang tadi mengangkat pundak berkomentar.

"Memang ...!" Laki-laki itu tidak melanjutkana kata-katanya. Keningnya berkerut dan matanya membelalak memancarkan rasa heran. "Hai ...!" serunya mengejutkan dua temannya. Dua orang yang dikejutkan itu mengikuti arah pandangan rekan mereka ke lantai dua belas tempat Doktor Suyanto bekerja.

Mereka berdua juga heran dan tidak mengerti. Lantai dua belas tiba-tiba saja gelap gulita. Kontras sekali dengan lantai atas maupun bawah.

"Ayo kita periksa!" seru salah seorang dari mereka sambil bangkit dari duduknya. Dia menyambar senapan berlaras ganda dan menghambur ke luar. Dua temannya tentu saja mengikuti tindakan itu.

Salah seorang dari mereka  melirik jam dinding.

"Apakah kita perlu mencatat kejadian ini?"

"Tidak usah!" kata yang di depan sambil mempercepat langkah.

Dengan cepat mereka berada di dekat lift tetapi lift tidak bisa digunakan.

"Kalau aliran listrik padam, mestinya semua ruangan akan gelap! Tetapi mengapa cuma lantai dua belas?" salah seorang bertanya.

"Doktor Suyanto pasti bukan yang mematikan ruangan itu. Kita tahu dia sedang mengerjakan sesuatu. Apalagi kita mendapat perintah khusus untuk terus menerus memperhatikan lantai dua belas dengan seksama. Ada sedikit saja perubahan kita harus menceknya langsung!"

Mereka bertiga bergerak ke arah tangga biasa.

"Hai, mengapa kita tidak mencoba menghubungi Doktor Suyanto lewat interkom? Siapa tahu pemadaman lampu sehubungan dengan pekerjaan Doktor Suyanto sendiri?" salah seorang  dari mereka tiba-tiba saja teringat pada kemungkinan sederhana itu. Dua temannya berhenti bergerak.

"Cepat kau kembali ke pos depan. Hubungi dia dan tanyakan mengapa lampu dipadamkan!"

Yang mempunyai gagasan mengangguk. Dia berlari-lari kecil. Tiga temannya yang tadi meronda sudah ada di pos depan. Tentu saja tiga penjaga ini heran melihat temannya membawa senapan berlari.

"Hai, ada apa?" tanya salah seorang dari mereka.

Yang ditanya tidak menjawab cuma kepala menoleh ke arah atas belakang. Tiga temannya mendongak  ke atas, dia masuk ke pos jaga dan meraih interkom.

"Hallo!" serunya tidak sabar setelah memijit beberapa angka tertentu. Interkom di ruang kerja Doktor Suyanto mestinya mengeluarkan suara peringatan tanda ada hubungan tetapi sepuluh detik berlalu tanpa jawaban.

"Hallo ...  Hallo ...!"

Tetap tidak ada jawaban. Penjaga khusus itu meletakkan gagang interkom dan menghambur ke luar. Tiga temannya mulai mengerti.

"Kalian bertiga berjaga-jaga di sini. Aku, Sarwoko dan Robby akan ke atas. Akan kuhubungi kalian bertiga lewat interkom lantai dua belas nanti ...!"

Tanpa menunggu gema suaranya hilang penjaga khusus itu menghambur ke gedung induk.

Dua temannya menunggu tidak sabar persis di anak tangga pertama. Rupanya mereka bersiap untuk secepat mungkin melesat ke atas begitu rekan mereka tidak berhasil menghubungi lantai dua belas. Memang inilah yang kemudian dilakukan. Mereka berdua tidak perlu banyak bertanya lagi. Muka teman mereka sudah menunjukkan apa yang harus dikerjakan.

Seperti sedang berlomba saja ketiganya menaiki tangga.

"Mungkinkah Doktor Suyanto mengalami kecelakaan?" tanya salah seorang di antara mereka, sementara kakinya terus berlari cepat. Dua temannya yang berlari di depan tidak menjawab tetapi salah seorang dari mereka terlihat menggelengkan kepala.

Lantai dua, lantai tiga, lantai empat mereka lalui dengan cepat. Lantai lima dilalui  tidak lebih dari dua detik  sebelum mulai menaiki anak tangga lagi. Lantai lima, enam, tujuh, dan delapan dilalui dengan kecepatan tetap. Baru dilantai sembilan kecepatan gerak menurun.

Di lantai sebelas mereka bertiga berhenti sejenak di anak tangga pertama yang menghantarkan mereka ke lantai dua belas. Bintik-bintik keringat terlihat jelas di kening. Nafas juga terlihat memburu meskipun tidak bisa dikategorikan ngos-ngosan. Sebagai prajurit terlatih mereka memang tidak pantas menunjukkan hal itu. Kalau sampai begitu tentunya komandan mereka akan merasa malu dan terpukul. Coba dibayangkan, seorang prajurit yang ditugaskan sebagai penjaga khusus ngos-ngosan hanya karena harus berlari-lari ke lantai dua belas. Apa yang akan dirasakan oleh komandannya? Pasti malu besar!

Ketiganya saling pandang. Tak ada yang berkata-kata. Pandangan mata mereka bisa berkomunikasi. Mereka tahu apa yang harus dilakukan. Berpuluh kali mereka melakukan latihan untuk menghadapi keadaan seperti ini. Mereka tahu persis prosedur dan langkah-langkah yang harus diambil.

Ketegangan mulai merayap semakin tinggi. Penerangan di lantai dua belas ternyata dengan mudah bisa dinyalakan tetapi Doktor Suyanto tidak berhasil ditemukan. Tidak ada jejak, tidak ada bekas. Tidak ada pintu atau jendela yang pecah. Semua normal. Semua seperti biasa, kecuali Doktor Suyanto tidak ada.

Ruangan laboratorium khusus, yang biasa cuma boleh dimasuki oleh Doktor Suyanto sendiri, terbuka lebar. Peralatan rumit begitu juga dengan catatan ilmiah tampak tidak mengalami perubahan berarti. Semua wajar, semua tampak terletak di tempatnya. Tidak ada kekacauan, tidak ada yang mencurigakan.

Dimana Doktor Suyanto sekarang? Dimana ilmuwan yang sedang sibuk dengan pekerjaan rahasianya itu?

Tiga penjaga khusus terus memeriksa dan mencari Doktor Suyanto di lantai dua belas dan kemudian di seluruh gedung. Baru setelah benar-benar gagal mereka terpaksa harus melaporkan hal itu.

Sementara itu di tempat lain. Tempat yang berjarak ribuan tahun cahaya. Tempat yang selama ini tidak pernah diidentifikasi oleh umat manusia. Tempat yang mungkin dibayangkan pun tidak pernah, baik oleh kalangan ilmuwan maupun oleh kalangan penghayal yang paling hebat sekali pun. Tempat yang suasana dan keadaannya tidak berbeda jauh dengan Bumi. Cuma penghuninya saja yang jelas berbeda. Ini terlihat jelas ketika beberapa dari mereka duduk dengan rapi berhadapan seorang manusia. Doktor Suyanto menatap tajam dan berani tujuh makhluk di depannya. Dengan menggunakan bantuan komputer bahasa, mereka berkomunikasi.

"Kami ulangi sekali lagi tawaran kami untuk anda," pengeras suara komputer kembali memperdengarkan kata-kata dalam bahasa Indonesia ditujukan pada Doktor Suyanto.

"Beritahukan pada kami penemuan anda yang terakhir. Setelah itu anda akan dikembalikan ke Bumi. Bukan itu saja, beberapa buku penting, yang sengaja diterjemahkan dalam bahasa anda telah disiapkan sebagai penukar infomasi. Secepatnya anda harus menjawab tawaran ini karena anda tentu tidak ingin hilangnya anda menjadi berita umum. Sekarang bersedia, sekarang juga anda dikembalikan."

Doktor Suyanto menggeleng pelan.

"Saya tidak suka dipaksa-paksa macam begini!" katanya. "Kalau anda menginginkan sesuatu dari saya apalagi sesuatu yang begitu penting, mestinya menggunakan cara yang lebih baik. Bukan dengan cara seperti sekarang ini! Bagi penduduk bumi, kehormatan dan sopan santun adalah yang utama. Pemurnian sel yang membuat makhluk tahan terhadap penyakit, radiasi dan segala gangguan dahsyat yang selama ini tidak pernah bisa ditanggulangi, memang penemuan penting. Penting bagi diri saya, penting bagi bangsa dan negara, juga penting bagi umat manusia. Tetapi ..."

Sampai disini Doktor Suyanto berhenti sejenak mengusap keningnya yang entah sejak kapan berkeringat. Mata Doktor Suyanto yang bening menatap makhluk di depannya dengan tatapan datar. Konstruksi dan bentuk tubuh makhluk-makhluk itu jelas berbeda dengan dirinya tetapi dia mendapat kesulitan ketika harus menerangkan sampai sejauh mana perbedaan itu. Bahkan juga apa saja yang jelas-jelas berbeda. Terasa berbeda tetapi sulit diterangkan dan dijelaskan.

Dia tidak gentar berhadapan dengan makhluk-makhluk ini tetapi ada sesuatu yang membuatnya tidak ingin berhadapan dengan mereka. Tetapi apakah ia harus menyerah begitu saja? Menyerahkan hasil kerjanya selama bermalam-malam begitu saja?

"saya tidak mengerti mengapa anda menculik saya dan kemudian meminta saya menyerahkan hasil penelitian saya. Saya tahu penemuan ini pasti penting untuk anda sekalian Tetapi jangan-jangan penemuan yang penting untuk umat manusia ini pada akhirnya setelah dIberitahukan pada anda akan  digunakan untuk merugikan kami!"

Komputer istimewa milik makhluk planet itu menerjemahkan dengan tepat kata-kata Doktor Suyanto ke dalam bahasa mereka. Hampir tanpa berpikir salah seorang menjawab. Tentu saja dalam bahasa mereka. Komputer dengan cepat menerjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, bahasa kebanggaan Doktor Suyanto.

"Tidak ada tujuan jelek apalagi tujuan yang merugikan umat manusia!" pengeras suara komputer mengeluarkan suara. Suara itu bagi Doktor Suyanto merupakan suara yang tak menyenangkan. Sama sekali tidak ada emosi dan perasaan di dalamnya. Makna dimengerti dengan jelas tetapi kering dan dingin.

"Kami membutuhkan teknologi itu karena kelangsungan hidup kami di planet ini banyak ditentukan olehnya. Radiasi, sinar laser liar, dan hantaman badai yang kami beri nama 'Badai Solix', yang kedahsyatan dan bahayanya berlipat dibandingkan bahaya radiasi, terus menerus menghujani planet kami. Selama ini kami masih bisa mempertahankan diri karena ada semacam zat di planet ini yang bisa melindungi kami. Zat tersebut jumlahnya terbatas dan terus menyusut. 

Para ilmuwan kami sampai sejauh ini tidak berhasil untuk menemukan, mengganti dan membuat zat tersebut. Tidak ada pilihan lain bagi kami, kecuali mengutus para pelacak untuk mencoba menemukan di jagad raya, sesuatu atau seseorang yang bisa membantu kami. Akhirnya kami menemukan anda, yang secara gemilang berhasil memurnikan sel, sehingga mampu menahan segala macam hambatan dan serangan dari luar. Jadi, kami kira sudah pantas kalau anda memberitahu teknik pemurnian sel tersebut. Cuma itu yang kami minta. Sebagai gantinya beberapa penemuan penting yang telah dibukukan, akan diserahkan. Bagaimana Doktor Suyanto? Anda tidak keberatan, bukan?"

Dokter Suyanto bingung dan juga bimbang. Penemuan yang begitu penting mustahil diserahkan pada seseorang, apalagi pada mahkluk yang tidak dikenal ini. Dimana tanggung jawabnya sebagai seorang peneliti, jika penemuannya disalah-gunakan, meskipun mereka mengatakan tidak akan disalah-gunakan. Tetapi siapa yang akan menjamin itu semua?

Doktor Suyanto menghela nafas panjang. Tiba-tiba sebuah ide melintas dibenaknya. Ya, mengapa tidak, desis Dokter Suyanto dalam hati. Kalau mereka memang membutuhkan bantuanku mereka harus menyetujui syaratku dan bukan sebaliknya seperti yang terjadi sekarang ini.

"Ini keputusanku," kata Dokter Suyanto mengawali keputusannya. "Aku tidak akan mengubah keputusan ini apapun yang terjadi," Doktor Suyanto berhenti sejenak seakan-akan hendak memberi kesempatan pada mereka meresapkan kata-katanya, atau paling tidak memberi kesempatan pada komputer penterjemah meresapkan kata-katanya.

"Kembalikan aku ke bumi sekarang juga dan aku berjanji akan membantu kalian. Kalian mengatakan para ilmuwan kalian tidak berhasil membuat zat pelindung planet ini? Biarlah aku membantu ilmuwan kalian. Kalau zat pelindung itu berhasil kubuat bukankah kalian tidak memerlukan teknologi pemurnian sel? 

Tetapi seandainya tidak berhasil, demi keselamatan kalian aku bersedia berbagi penemuanku tentang pemurnian sel. Tetapi ingat, cuma kalau aku tidak berhasil menemukan cara membuat zat pelindung planet kalian. Berikan padaku data-data lengkap tentang planet kalian, unsur zat pelindung tersebut dan catatan dari ilmuwan kalian yang gagal. Aku akan memeriksa dan menelitinya, siapa tahu aku bisa membantu mereka. Nah, aku telah menyampaikan keputusanku dan aku tidak akan mengubahnya lagi. Kembalikan aku ke bumi sekarang. Kalau kalian bisa menculikku begitu mudah, tentunya kalian juga bisa mengembalikan dengan mudah sekaligus mengirim data-data yang kuminta!"

Doktor Suyanto diam. Komputer yang bicara.

Doktor Suyanto memperkirakan paling tidak sekitar lima menit mereka berunding, sebelum akhirnya salah seorang dari mereka mengangguk, tanda setuju. Doktor Suyanto tersenyum. Tidak mudah menggertak orang bumi, gumam Doktor Suyanto pada dirinya.

***

Dapat dibayangkan betapa herannya tiga penjaga khusus itu karena setelah gagal mencari di lantai paling atas dan benar-benar putus asa  serta hendak turun ke bawah memberi laporan ke atasan, mereka menemukan Dokter Suyanto di lantai dua belas. Bahkan Doktor Suyanto menegur dan menanyakan mereka dari mana.

"Kami mencari anda Doktor!" kata salah seorang penjaga sambil tetap memperlihatkan muka heran dan rasa tidak percaya. Di mana Doktor ini bersembunyi? Seluruh ruangan telah diperiksa dengan teliti. Mustahil Doktor Suyanto bisa menghilang begitu saja.

"Mencariku?" Doktor Suyanto balas bertanya tidak mengerti. "Seharusnya kalau mencariku kalian bisa menghubungi lewat interkom!"

"Kami telah ...!"

"Bukankah kalian telah mendapat instruksi tanpa perintahku kalian tidak boleh naik ke lantai dua belas ini?" potong Doktor Suyanto.

"Kami khawatir anda mendapat kesulitan, Doktor!" jawab mereka. "Bagaimana kami tidak akan khawatir kalau penerangan di lantai dua belas ini tiba-tiba saja padam, sementara di lantai-lantai lainnya berjalan normal. Apalagi setelah kami periksa, anda tidak kami temukan di lantai dua belas, maupun di lantai-lantai lainnya."

Doktor Suyanto mengerutkan kening. Sekarang dia paham semuanya. Harus dicari jalan terbaik untuk menyelesaikan masalah ini.

"Hmm," kata Doktor Suyanto. "Kalian ini terlalu sembrono! Untuk percobaan pentingku kadang-kadang aku harus mematikan seluruh penerangan di ruangan ini secara total. Jadi kalian tidak perlu terlalu sibuk jika melihat keadaan seperti itu. Tetapi sudahlah aku tidak akan memperpanjang masalah ini, asal kalian bertiga ... eh, berenam, tidak banyak usil lagi. Kalian juga tidak boleh membicarakan dan melaporkan kejadian ini. Aku tidak ingin menghukum kalian yang berani naik ke lantai dua belas sini tanpa ijin dan ini hanya bisa kulakukan kalau kalian menganggap kejadian ini tidak pernah ada."

Tiga penjaga itu tentu saja setuju meskipun dalam hati mereka merasa heran.

Doktor Suyanto menatap kepergian tiga penjaga khusus itu dengan senyum aneh di sudut-sudut bibirnya. Begitu bayangan tiga penjaga hilang, benaknya kembali dipenuhi janjinya, sementara itu data-data dari planet tak dikenal telah tertumpuk rapi di meja kerjanya.

Doktor Suyanto merasa dia masih membutuhkan waktu lama untuk menyelesaikan semua pekerjaan ini. Masih akan lama lampu-lampu di lantai dua belas menyala terang di malam hari. Doktor Suyanto berbalik sementara pekerjaan baru menunggunya. (R-SDA-01122020)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun