Mohon tunggu...
Tri Budhi Sastrio
Tri Budhi Sastrio Mohon Tunggu... Administrasi - Scriptores ad Deum glorificamus

SENANTIASA CUMA-CUMA LAKSANA KARUNIA BAPA

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen Masa Depan: Sang Ilmuwan

12 Desember 2020   08:16 Diperbarui: 12 Desember 2020   08:25 380
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seperti sedang berlomba saja ketiganya menaiki tangga.

"Mungkinkah Doktor Suyanto mengalami kecelakaan?" tanya salah seorang di antara mereka, sementara kakinya terus berlari cepat. Dua temannya yang berlari di depan tidak menjawab tetapi salah seorang dari mereka terlihat menggelengkan kepala.

Lantai dua, lantai tiga, lantai empat mereka lalui dengan cepat. Lantai lima dilalui  tidak lebih dari dua detik  sebelum mulai menaiki anak tangga lagi. Lantai lima, enam, tujuh, dan delapan dilalui dengan kecepatan tetap. Baru dilantai sembilan kecepatan gerak menurun.

Di lantai sebelas mereka bertiga berhenti sejenak di anak tangga pertama yang menghantarkan mereka ke lantai dua belas. Bintik-bintik keringat terlihat jelas di kening. Nafas juga terlihat memburu meskipun tidak bisa dikategorikan ngos-ngosan. Sebagai prajurit terlatih mereka memang tidak pantas menunjukkan hal itu. Kalau sampai begitu tentunya komandan mereka akan merasa malu dan terpukul. Coba dibayangkan, seorang prajurit yang ditugaskan sebagai penjaga khusus ngos-ngosan hanya karena harus berlari-lari ke lantai dua belas. Apa yang akan dirasakan oleh komandannya? Pasti malu besar!

Ketiganya saling pandang. Tak ada yang berkata-kata. Pandangan mata mereka bisa berkomunikasi. Mereka tahu apa yang harus dilakukan. Berpuluh kali mereka melakukan latihan untuk menghadapi keadaan seperti ini. Mereka tahu persis prosedur dan langkah-langkah yang harus diambil.

Ketegangan mulai merayap semakin tinggi. Penerangan di lantai dua belas ternyata dengan mudah bisa dinyalakan tetapi Doktor Suyanto tidak berhasil ditemukan. Tidak ada jejak, tidak ada bekas. Tidak ada pintu atau jendela yang pecah. Semua normal. Semua seperti biasa, kecuali Doktor Suyanto tidak ada.

Ruangan laboratorium khusus, yang biasa cuma boleh dimasuki oleh Doktor Suyanto sendiri, terbuka lebar. Peralatan rumit begitu juga dengan catatan ilmiah tampak tidak mengalami perubahan berarti. Semua wajar, semua tampak terletak di tempatnya. Tidak ada kekacauan, tidak ada yang mencurigakan.

Dimana Doktor Suyanto sekarang? Dimana ilmuwan yang sedang sibuk dengan pekerjaan rahasianya itu?

Tiga penjaga khusus terus memeriksa dan mencari Doktor Suyanto di lantai dua belas dan kemudian di seluruh gedung. Baru setelah benar-benar gagal mereka terpaksa harus melaporkan hal itu.

Sementara itu di tempat lain. Tempat yang berjarak ribuan tahun cahaya. Tempat yang selama ini tidak pernah diidentifikasi oleh umat manusia. Tempat yang mungkin dibayangkan pun tidak pernah, baik oleh kalangan ilmuwan maupun oleh kalangan penghayal yang paling hebat sekali pun. Tempat yang suasana dan keadaannya tidak berbeda jauh dengan Bumi. Cuma penghuninya saja yang jelas berbeda. Ini terlihat jelas ketika beberapa dari mereka duduk dengan rapi berhadapan seorang manusia. Doktor Suyanto menatap tajam dan berani tujuh makhluk di depannya. Dengan menggunakan bantuan komputer bahasa, mereka berkomunikasi.

"Kami ulangi sekali lagi tawaran kami untuk anda," pengeras suara komputer kembali memperdengarkan kata-kata dalam bahasa Indonesia ditujukan pada Doktor Suyanto.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun