Saat menunggu inilah beberapa kali suara tepukan tangan terdengar dan beberapa nyamuk penyet seketika. Namun ternyata satu nyamuk mati datang puluhan kawannya menyerang. Perlu kesabaran dalam survei satwa di alam liar seperti ini.
Sepuluh menit berlalu, sayup-sayup suara owa mulai terdengar di kejauhan. Tak berapa lama beberapa suara owa yang terdekat dengan titik pengamatan memulai bersuara. Kening berkerut sembari menajamkan kepekaan telinga membedakan suara tiap individu yang bersuara dengan arah yang berbeda-beda.
Beberapa suara owa yang terdengar jelas kami rekam menggunakan alat perekam aktif untuk dilakukan analisis lebih lanjut di base camp.
Suara yang terdengar dengan nada-nada panjang dari suara betina dewasa, sedangkan owa jantan hanya menimpali atau melanjutkan rangkaian suara betinanya.
Selain menggunakan perekam aktif beberapa alat perekam pasif bioakustik juga telah dipasang di beberapa tempat dua hari sebelumnya oleh tim pioneer yang telah berangkat terlebih dahulu.
Terdapat beberapa jenis owa di Indonesia, masing-masing jenis memiliki karakteristik suara yang berbeda-beda. Suara owa yang ada di Hutan Wehea adalah dari jenis Hylobates funereus.
Suara yang sering menjadi pembeda dengan jenis lainnya adalah suara betina. Suaranya diawali dengan suara terputus-putus pendek dan keras dilanjutkan dengan suaranya yang bergetar semakin lama semakin mengecil.
Melalui suara owa dengan menggunakan metode trianggulasi peneliti dapat memperkirakan populasi dan sebarannya di Hutan Wehea.
Tiga titik mendengar (LPS) akan dibuat di dalam hutan untuk memperkirakan ada berapa kelompok owa yang bersuara, dari arah mana saja dan diperkirakan jarak suara berapa meter dari pengamat.
Penelusuran ke Sepan
Siang hari dilanjutkan penelusuran ke sepan. Sepan adalah sumber garam mineral.