Menurut website tersebut di pulau ini terdapat ratusan jenis ekosistem baru dengan kekhasan yang unik. Tim yang diketuai Dr. Hendra akan menelusuri kesahihan informasi tersebut.
Malam harinya berkoordinasi dengan tim, dan memberi mandat ke salah seorang kolega untuk melanjutkan tugas. Pagi harinya saya segera kembali ke homebase. Masih ada waktu satu hari untuk mempersiapkan perlengkapan dan administrasi.
Perjalanan dimulai dari Pelabuhan Sri Bintan Pura, Pulau Bintan. Tim gabungan meliputi peneliti dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Dr. Hendra Gunawan, Wanda Kuswanda, Adi Susilo, Tri Atmoko), polhut BKSDA Riau (Sugito, Deddy Saputra Hasnur), syahbandar (Fatahurrahman), dan warga lokal.
Perjalanan menuju Tambelan dengan menggunakan tol laut KM Sabuk Nusantara 62. Perjalanan panjang tersebut ditempuh sekitar 24 jam. Sampai di Tambelan bermalam dahulu untuk koordinasi dan merencanakan teknis perjalanan selanjutnya.
Perjalanan selanjutnya tertunda satu hari karena informasi cuaca buruk terjadi di daerah yang akan dituju. Kesempatan ini kami gunakan untuk berjalan-jalan di Pulau Tambelan, bertemu dengan masyarakat lokal yang ramah. Berbaur dan bercanda dengan anak-anak yang sedang bermain riang.
Perjalanan dari Tambelan menuju Pulau Pejantan menggunakan kapal kayu ditempuh sekitar 8 jam. KM Taurus II yang dicarter khusus untuk kami yang lumayan besar tak sanggup berlayar tenang dengan terpaan ombak dan angin laut yang bertiup kencang.
Anggota tim yang umumnya "orang hutan" dan "orang gunung" dibuatnya mual. Terpaan ombak beberapa kali menyemburkan air masuk ke dalam kapal.
Syahbandar yang ikut dalam tim, melihat cuaca buruk yang terjadi memutuskan kami menepi ke Pulau Mentebung. Demi keamanan dan keselamatan, maka tim bermalam terlebih dahulu dan melanjutkan esok hari dengan prediksi angin pada pagi hari lebih teduh.
Hari berikutnya, meskipun gelombang pagi relatif lebih teduh namun tetap saja membuat kapal tetap terombang-ambing.
Setelah 3 jam berlalu, dikejauhan sudah mulai nampak Pulau Pejantan yang penuh misteri.
Namun KM Taurus II yang kami tumpangi terlalu besar untuk bisa merapat di Pulau Pejantan. Sehingga tim mendarat dengan menggunakan sampan kecil, sedangkan KM tetap di tengah perairan yang relatif dalam.