Mohon tunggu...
Tria Nabila Rosi
Tria Nabila Rosi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Tria Nabila Rosi 2151020299 Perbankan syariah (G) Fakultas ekonomi bisnis islam Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Obligasi Syariah

28 Maret 2023   14:17 Diperbarui: 28 Maret 2023   14:30 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pendapat yang Ketiga

Syaik Jadel Hak Ali Jadel Hak (Mantan Mufti Republik Mesir) bahwa diperbolehkan untuk Pendapat beberapa ulama temporir diantaranya Syaik Abdul Aazim Bar'kah, dan memperjualbelikan obligasi yang tidak tercantum riba didalamnya, yaitu suatu jenis obligasi yang menjanjikan sebuah hadiah besar yang diundi di waktu yang sudah ditentukan, karena janji untuk memberi sebuah hadiah telah diperbolehkan oleh beberapa para ulama figh Petunjuk yang menjadi dasar keluarnya fatwa itu ialah:

1.Obligasi itu memberi kemanfaatan bagi negara dan para pemegang obligasi secaraperorangan.

2.Bahwa obligasi yang menjanjikan hadiah bisa dimasukkan dalam bab perjanjian untuk memberi hadiah. Dan pengambilan serta penggunaan hadiah tersebut diperbolehkan.

Penulis berpendapat bahwa yang paling bisa diterima di antara semua fatwa para ulama di atas ialah fatwa para ulama yang mengharamkan obligasi konvensional untuk semua jenis, karena obligasi itu adalah utang yang berbunga atau dalam kata lain uang yang sudah dipinjamkan kepada perusahaan atau pemerintah dengan imbalan bunga (riba) yang diberikan kepada para kreditur. Sementara itu riba-nya termasuk dalam riba al nasia yang secara jelas diharamkan oleh Al-Qur'an dan Sunnah.

Alasan Ulama mengenai halalnya obligasi bisa dibantahkan dengan:

1.Ulama yang berpendapat bahwa obligasi ialah transaksi yang sama hukumnya dengan mudharabah. Pendapat ini tidak benar karena mudarabah merupakan sebuah kontrak musyarakah (menjalankan kemitraan) antara kedua pihak yaitu orang yang mempunyai modal dan orang mudharib untuk menjalankan usaha yang halal. Keuntungan yang dihasilkan oleh mudharabah dibagi sesuai kesepakatan yang sudah disetujui antara kedua belah pihak dan mudhurib tidak dibebani sesuatu dari kerugian yang terjadi di luar faktor kelalaiannya karena dia telah ikut serta dalam mudharabah dengan kerja, waktu dan pikiran. Dengan demikian terdapat perbedaan antara mudharabah dengan obligasi karena keuntungan dalam mudharabah tidak dijamin dan kerugian dibebankan kepada yang mempunyai modal.

2.Ulama yang berpendapat bahwa obligasi bisa membawa kemanfaatan dan membantu pemerintah. Pendapat ini tidak sah karena kasus yang sudah dijelaskan dalam bab pendahuluan ini memberi sebuah bukti bahwa obligasi bisa membawa kehancuran ekonomi negara dan utang sebesar Rp450 triliun bisa menjadi Rp14.000 triliun. Hal ini jelas membawa kesengsaraan kepada orang banyak dan Islam tidak menyetujui adanya kezaliman.

3.Ulama yang berpendapat bahwa bunga yang diberikan kepada pemegang obligasi ialah sama saja dengan hadiah dan hibah dari pemerintah yang diberikan kepada penduduknya yang rasional. Pendapat ini juga tidak sah karena Undang-undang yang mengatur masalah obligasi menganggap bahwa bunga yang tercantum dalam obligast wajib dibayar oleh pihak yang mengeluarkannya dan melarang pihak yang mengeluarkan obligasi untuk menolak pembayarannya. Ini tidak bisa dibandingkan dengan hibah dan hadiah yang tidak mengikat orang yang menjanjikannya. Lebih jauh lagi sebenarnya bunga yang dibayar oleh pemerintah dan perusahaan atas obligasi yang dikeluarkan lalah tambahan yang sudah disyaratkan dalam akad utang (obligasi) sebagai ganti.

4.Ulama yang berpendapat bahwa terjadinya on-taradi antara kedua belah pihak yang membuat transaksi ini sah dari segi syari'ah Islam. Pendapat ini tidak sah karena an- taradi atas sesuatu yang haram tidak menghalalkannya dan banyak transaksi yang diharamkan oleh syari'ah terjadi atas an-taradi.

5.Ulama yang berpendapat bahwa obligasi yang menjanjikan hadiah adalah halal. Pendapat itu tidak benar karena hadiah itu ialah pengganti bunga yang diberi berdasarkan undian dan memasukkannya ke dalam masalah yang lebih rumit yaitu maysir (judi) yang dilarang oleh Islam dan tidak ada satu mazhab fiqh yang menghalalkan judi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun