Mohon tunggu...
Tria saputri simamora
Tria saputri simamora Mohon Tunggu... Administrasi - Orang Biasa

Karena semua ruang memiliki kisah, maka mencoba merawat semua melalui tulisan. Bagi yang mau beri saran dan kritik dapat email ke triasimamora5@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Dia yang Kupanggil Mama

20 September 2018   20:15 Diperbarui: 20 September 2018   20:34 449
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Alhasil aku hampir tak ada waktu untuk bermain, atau sekedar bermalas-malasan. Terkadang aku harus berbohong dengan alasan tugas sekolah tetapi kejadian seperti itu selalu berujung pada pukulan dan teriakan mama. Entah apa karena mama termasuk dalam kategori pekerja kasar, dan selalu bertemu dengan kebanyakan laki-laki maka secara naluri mama menjadi sosok yang jauh dari gambaran seorang wanita yang penyayang, atau sekedar lembut dalam bicara. 

Meja riasnya sudah tidak  terpajang sekedar bedak atau lipstick lagi.  Dimataku dan adikku mama menjadi orang yang menyeramkan, dia akan marah jika kami melakukan kesalahan. Dia tidak segan-segan memukul dan menghukum kami, dan hukuman tingkat paling parah adalah saat mama hanya memperbolehkan aku makan 1 kali sehari, hanya karena aku lupa mematikan kompor yang berefek pada gosongnya makanan untuk hari itu.

Melihat perubahan yang cukup besar pada mama, tidak sedikit saudara-saudara mencarikan laki-laki untuk mama dengan tujuan agar mama tidak berjuang sendiri untuk kehidupan kami atau sekedar mengembalikan sisi kewanitaan mama. Dari mulai yang masih perjaka tua sampai duda beranak sudah cukup banyak dikenalkan kepada mama. 

Tetapi usaha itu selalu berakhir dengan gagal. Mama selalu menolak dan parahnya mama selalu mempunyai cara agar terlepas dari perjodohan, dari pura-pura sakit atau kabur dari belakang rumah termasuk salah satu cara yang ampuh untuk menghindari laki-laki yang datang kerumah. Harapanku untuk memulai kehidupan yang barupun sirna. Terkadang aku hanya membayangkan seperti apa masa depanku nanti, jika melihat kondisiku saat ini semakin menipiskan segala harapan dan cita-citaku.

Hidupku layaknya sudah digariskan hanya untuk bekerja dan belajar, tak ada waktu untuk bermain. Satu-satunya waktu yang bisa aku andalkan untuk bermain adalah hari minggu. Dimana aku dan adikku bergereja. Waktu ini sangat berharga karena mama tidak ada bersama atau bergereja dengan kami. 

Mama lebih memilih bersekutu dengan obeng, kompresor dan alat-alat bengkel lainnya yang dia percaya lebih pasti memberikan rezeki. Kebebasan ini pasti aku habiskan untuk bermain atau berujung pada berbohong dengan alasan latihan paduan suara atau pendalaman alkitab dan alasan ini selalu berhasil. Mama tidak berkutik jika alasannya mengenai urusan gereja, mungkin mama berpikir itu salah satu cara ibadah dia kepada Tuhan dengan mendelegasikan anaknya.

 Seakan menyadari terbatasnya hidup kami, aku tak pernah meminta apapun kepada mama tentang keperluan pribadi diriku sendiri. jika ada acara sekolah seperti study tour atau acara-acara diluar jam sekolah, aku lebih memilih diam dan tak pernah memberi tahu apalagi meminta untuk dipenuhi. Hingga muncul satu keinginan yang sangat ingin aku wujudkan, dan aku tahu persis apa jawaban mama nanti. 

Disekolah aku terpilih untuk mewakili sekolah untuk mengikuti lomba menari tradisional. Ingin rasanya aku sampaikan ke mama dengan bangga, tetapi aku takut mama akan menyinggung masalah aku yang tak bisa membagi waktu denga tugas rumah, ditambah memang ada biaya yang ditanggung oleh murid dalam perlombaan ini, dan sudah pasti mama tidak akan rela memberi uang demi sebuah perlombaan menari. 

Dengan keberanian dan tekad dalam diri, akhirnya aku merahasiakan ini dari mama. Untuk menghindari kecurigaan mama, aku menyelesaikan semua tugas rumah baru kemudian aku berlatih dengan alasan kelas tambahan disekolah. Sejauh ini cara itu aman walaupun terkadang mengharuskan aku membolos latihan, dan berlatih sendiri dirumah. 

Tidak jarang mama  mendapati aku menari sambil menggumam lagu-lagu, dan tiap mama bertanya aku hanya menjawab sedang menghafal tugas menari di sekolah. Hingga tiba juga waktunya untuk pembayaran administrasi untuk mengikuti lomba. 

Walaupun memang biayanya tidak besar, namun aku tahu betul biaya ini tidak akan menjadi prioritas. Perasaan gelisah mulai menyerang, dalam diri aku harus mengatakan ke mama, tetapi disatu sisi aku tidak siap dengan jawaban mama yang pasti aku sudah tahu betul pada akhirnya mama tidak akan mewujudkannya. Dengan sisa-sisa keberanian akhirnya aku menyampaikan ke mama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun