Mohon tunggu...
Tria Aulia
Tria Aulia Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer Content Creator

Visit my personal blog at https://www.officialteak.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Standar Praktik Keperawatan Menggunakan IPE dan IPC

29 Maret 2020   21:43 Diperbarui: 29 Maret 2020   22:20 6302
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

KONSEP INTERPROFESSIONAL EDUCATION

IPE merupakan praktik kolaborasi antara dua atau lebih profesi kesehatan yang saling mempelajari profesi kesehatan lain dan peran masing-masing profesi kesehatan dan bertujuan untuk meningkatkan kemampuan kolaborasi dan kualitas pelayanan kesehatan. 

Implementasi IPE di bidang kesehatan dilaksanakan kepada mahasiswa dengan tujuan untuk menanamkan kompetensi-kompetensi IPE sejak dini dengan retensi bertahap, sehingga ketika mahasiswa berada di lapangan diharapkan dapat mengutamakan keselamatan pasien dan peningkatan kualitas pelayanan kesehatan bersama profesi kesehatan yang lain.

Tenaga kesehatan adalah profesi dengan berbagai keterampilan dalam memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas dan berfokus pada kesehatan pasien. 

Di era globalisasi ini, tenaga kesehatan dituntut untuk menyediakan layanan kesehatan yang prima dan berkualitas. Sistem kesehatan di seluruh dunia saat ini sedang mengalami kondisi krisis. 

Distribusi tenaga kesehatan yang tidak merata berdampak terhadap layanan kesehatan yang terfragmentasi. Kondisi ini menyebabkan tidak terpenuhinya kebutuhan akan layanan kesehatan di daerah-daerah tertentu. 

Jika masalah ini tidak segera diatasi, akan menjadi penghalang utama untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Pemerintah di seluruh dunia mencari solusi inovatif dan transformasi sistem yang akan memastikan pasokan, pemerataan, dan distribusi tenaga kerja kesehatan yang sesuai. 

Salah satu solusi yang menjanjikan adalah penerapan kolaborasi interprofesi. Menurut Canadian Interprofessional Health Collaborative (CIHC) kolaborasi interprofesi terjadi ketika profesional kesehatan bekerja sama dengan rekan kerja, profesi lain, pasien dan dengan keluarga mereka.

Setelah hampir 50 tahun penelitian, didapatkan banyak penelitian yang membuktikan bahwa praktik kolaborasi yang efektif antar profesi kesehatan dapat mengoptimalkan layanan kesehatan, memperkuat sistem kesehatan dan meningkatkan outcomes kesehatan.

Praktik kolaborasi juga dapat mengurangi jumlah komplikasi, lama rawat inap, konflik antara tim kesehatan, dan angka kematian. Tidak adanya kolaborasi yang baik di antara petugas kesehatan akan memiliki dampak negatif pada pasien, pemborosan sumber daya dan penurunan kepuasan kerja. 

Keterampilan komunikasi sebagai bagian dari praktik kolaborasi juga memainkan peran penting untuk menghasilkan pelayanan berkualitas. Salah satu masalah komunikasi yang dapat ditemukan dalam praktek klinis adalah pekerjaan yang tumpang tindih dalam tim interprofessional yang disebabkan oleh komunikasi yang tidak efektif di antara anggota tim yang kemudian mempengaruhi outcome pasien. 

Komisi gabungan (JCAHO) melaporkan bahwa dua pertiga dari insiden kesalahan medis disebabkan oleh komunikasi yang buruk antara tenaga kesehatan. Temuan ini menunjukkan betapa pentingnya implementasi kolaborasi di antara petugas kesehatan untuk meningkatkan kualitas layanan kesehatan. Namun, praktik kolaborasi dengan mudah terjadi. Diperlukan proses untuk membuat petugas kesehatan mampu bekerja dalam tim dan berkomunikasi secara efektif.

Untuk menghadapi tantangan yang semakin kompleks dari kebutuhan dan masalah kesehatan, konferensi Institute of Medicine (IOM) yang pertama merekomendasikan agar semua penyedia pendidikan kesehatan diwajibkan untuk mendorong kerjasama antar profesi kesehatan dalam tim pelayanan kesehatan. 

Pendidikan adalah kunci untuk mengembangkan dan mengubah metode dan kualitas layanan kesehatan. Namun pada kenyataannya, pelatihan dan pendidikan untuk mempersiapkan praktisi kesehatan dalam menerapkan perawatan berbasis tim belum sepenuhnya dilaksanakan. 

Hal ini dinyatakan dalam laporan IOM, bahwa dalam praktik layanan kesehatan, pekerja kesehatan dituntut untuk bekerja dalam tim interdisiplin, tetapi mereka belum menerima pelatihan dan pendidikan yang sesuai.   

Akademisi kesehatan memiliki peran dan tanggung jawab untuk memberikan pendidikan dan pelatihan bagi mahasiswa kesehatan dengan kompetensi layanan berbasis tim. 

Dalam proses ini, pemerintah, akademisi dan pembuat kebijakan harus menentukan visi yang jelas tentang pendidikan dan program kesehatan berkualitas yang memenuhi standar-standar ini. Untuk menciptakan praktik kolaboratif dan meningkatkan outcomes kesehatan, satu atau lebih profesional yang berbeda harus memahami peran dan fungsi profesinya serta memahami peran profesi kesehatan lain. 

Pendidikan interprofesi adalah cara yang efektif untuk mengembangkan keterampilan kolaborasi antara tenaga kesehatan yang nantinya siap bekerja sama untuk memberikan perawatan komprehensif dalam berbagai pelayanan kesehatan.

Penerapan IPE dalam kurikulum pendidikan kesehatan

IPE yang juga dikenal dengan istilah interprofessional learning, merupakan suatu konsep Pendidikan yang direkomendasikan oleh World Health Organisation (WHO) sebagai Pendidikan terintegrasi untuk membangun kolaborasi antara tenaga kesehatan.  

IPE terjadi ketika mahasiswa dari dua tau lebih profesi kesehatan belajar bersama, belajar dari profesi kesehatan lain, dan belajar tentang peran masing-masing profesi kesehatan untuk meningkatkan keterampilan kolaborasi dan kualitas pelayanan kesehatan. 

Menurut Speakman, IPE bertujuan menghasilkan tenaga kesehatan yang memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang mendukung praktik kolaborasi antarprofesi kesehatan. Implementasi IPE dalam kurikulum Pendidikan kesehatan memiliki tiga fokus. 

Pertama, peningkatan pengetahuan, keterampilan, dan sikap mahasiswa dalam praktik kolaborasi antar profesi kesehatan. Kedua, berfokus pada pembelajaran tentang bagaimana menciptakan kolaborasi yang efektif dalam sebuah tim. Ketiga, menciptakan kerjasama yang efektif untuk meningkatkan kualitas pelayanan terhadap pasien. 

Berdasarkan penelitian Lapkin, penerapan IPE harus dimulai pada tahap awal akademik mahasiswa, sebelum mereka menjadi seorang professional kesehatan. Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian Thibault, bahwa IPE harus dilaksanakan baik pada tahap akademik maupun praktik klinik dengan tujuan menghubungkan antara teori yang didapatkan mahasiswa selama pembelajaran di kampus dan praktik yang dijalani di lapangan, ini terbukti memberikan banyak manfaat bagi mahasiswa. 

Pendekatan IPE memfasilitasi mahasiswa untuk belajar dari dan tentang disiplin kesehatan yang lain sehingga akan meningkatkan keterampilan mahasiswa dan menciptakan kerjasama yang lebih baik dalam sebuah lingkungan kerja yang terintegrasi. Namun sangat disayangkan pelaksanaan IPE di institusi-institusi Pendidikan kesehatan sekarang masih belum konsisten. 

Untuk itu, penting kiranya membuat komitmen untuk menerapkan pembelajaran interprofesi di institusi Pendidikan kesehatan dan mengintegrasikan IPE ke dalam kurikulum Pendidikan kesehatan untuk memastikan keberlanjutan IPE.

 Efektifitas IPE dalam peningkatan kualitas pelayanan kesehatan

Telah banyak hasil penelitian yang menunjukkan dampak positif pelaksanaan IPE dalam pendidikan kesehatan. Keuntungan yang didapat tidak hanya dari sisi pendidikan saja, tetapi juga dalam hal pelayanan kesehatan. 

Dalam hal akademik, IPE membantu mahasiswa dalam peningkatan pengetahuan dan keterampilan yang spesifik, seperti pemecahan masalah dalam tim, konseling kesehatan, dan keterampilan klinik. 

Hal ini berpotensi untuk meningkatkan pemahaman, kepercayaan, dan saling menghargai antara profesi kesehatan, sehingga memungkinkan mahasiswa untuk mencapai kompetensi kolaboratif. 

Keuntungan penerapan IPE dalam pelayanan kesehatan didapat dari tercapainya kolaborasi yang lebih baik antara praktisi kesehatan. Pelayanan pasien harus dilihat sebagai suatu proses terintegrasi. 

IPE merupakan salah satu cara untuk mengintegrasikan keahlian tenaga kesehatan dari berbagai bidang dengan mendorong para professional kesehatan untuk berbagi pengetahuan dan bekerja dalam tim. 

Dengan adanya kolaborasi antar profesi kesehatan, dapat mengurangi overlapping pekerjaan, mempercepat pemberian layanan, dan menyediakan informasi yang lebih komprehensif bagi pasien. 

Bekerja secara kolektif dalam sebuah tim yang terdiri dari berbagai profesi kesehatan memungkinkan untuk berbagi beban kerja dan mengurangi pembatas antar profesi. 

Efek positif yang lain dari penerapan kolaborasi antarprofesi kesehatan yaitu memudahkan tenaga kesehatan untuk memiliki pengetahuan dan keterampilan yang lebih luas sehingga mereka dapat menyelesaikan berbagai macam tugas. Hal ini akan menciptakan suasana kerja yang lebih efektif dan mengoptimalkan sumber daya manusia yang ada. 

Beberapa penelitian telah membuktikan dampak positif dari penerapan kolaborasi antar profesi kesehatan dalam pelayanan maternitas. Salah satunya, adalah penelitian yang dilakukan oleh Margaret, mendeskripsikan keberhasilan rumah sakit di San Fransisco, California dalam memberikan pelayanan yang prima kepada ibu dan bayi yang dicapai dengan adanya kolaborasi yang baik antara dokter obgyn dan bidan selama lebih dari 30 tahun. 

Kolaborasi yang bertahan lama antara bidan dan dokter obgyn ini ditopang dengan persamaan nilai, tujuan, dan komitmen untuk memberikan pelayanan yang unggul bagi pasien dan juga melakukan kaderisasi dengan melatih generasi bidan dan dokter selanjutnya dengan pola yang sama. Selain itu, keberhasilan juga dikaitkan dengan adanya rasa saling menghargai perbedaan antar profesi dan memanfaatkan keahlian masing-masing profesi secara maksimal.

Pelaksanaan IPE dalam Pendidikan Kesehatan di Indonesia 

Perubahan paradigma menjadi sebuah pelayanan kesehatan yang berorientasikan pasien sudah lama digaungkan dalam peningkatan mutu. Pasien seharusnya menjadi subjek pemberian pelayanan bukan sebuah objek, sehingga membutuhkan solusi dan terobosan yang menjadikan sebuah mutu pelayanan yang lebih baik.  

Kolaborasi antar profesi kesehatan adalah satu usaha untuk peningkatan mutu pelayanan kesehatan. WHO telah membuat sebuah grand design tentang pembetukan karakter kolaborasi dalam sebuah bentuk pendidikan formal yaitu berupa interprofessional education di ranah pendidikan akademik. 

IPE adalah suatu pelaksanaan pembelajaran yang diikuti oleh dua atau lebih profesi yang berbeda untuk meningkatkan kolaborasi dan kualitas pelayanan dan pelaksanaanya dapat dilakukan dalam semua pembelajaran, baik itu tahap sarjana maupun tahap pendidikan klinik untuk menciptakan tenaga kesehatan yang professional. 

Dalam menjalankan fungsi utamanya dalam pendidikan kesehatan maka interprofesional education (IPE) sejak dalam pendidikan akademik menjadi titik tekan utama yang diharapkan dapat menopang kualitas interprofessional collaboration (IPC) dalam dunia pelayanan khususya di rumah sakit.

Pendekatan IPC tujuan utamnya adalah terciptanya level terbaik dari pelayanan kesehatan kepada pasien. Untuk mencapai IPC yang baik perlu ada komitmen yang baik pula dari semua profesi kesehatan dan memiliki satu tujuan yang sama yaitu untuk meningkatkan derajat kesehatan pasien. 

Dalam pelaksanaan IPC perlu ada pengenalan IPE terlebih dahulu agar mahasiswa atau calon tenaga kesehatan tidak syok dengan budaya kolaborasi dan komunikasi dalam kerjasama ini. Hal ini senada dengan penelitian dari Matziou, bahwa komunikasi dan kolaborasi menjadi hal penting dalam penerapan IPC maupun IPE. 

Penerapan IPE dalam pendidikan tinggi perlu komitmen yang kuat dari anggota fakultas, para dosen serta mahasiswa ini sendiri yang akan mengalami atau melaksanakan IPE. Pendidikan dan pembelajaran kolaboratif menjadi element penting dari dalam pendidikan keilmuan kedokteran saat ini terutama untuk keilmuan keperawatan. 

Hal ini senada dengan yang disampaikan oleh Noohi pada tahun 2013 dan Visser di tahun 2017 bahwa kedokteran khususnya keperawatan perlu mempelajari dan melaksanakan IPE dalam tahap pendidikan akademik guna menyongsong IPC yang lebih baik dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

Dalam  pendidikan tinggi kesehatan, sangat penting  untuk mengakses kompetensi bagi seorang profesional. Penting untuk mengembangkan       keterampilan clinical reasoning dan komunikasi di dalam professional kesehatan terutama keperawatan. Hal ini untuk mendukung adanya proses pengembangan pendekatan IPE dan IPC. Salah satu contoh yang bisa digunakan adalah dengan penggunaan pasien virtual untuk proses kolaborasi dan peningkatan komunikasi dalam mengcover IPE bagi calon tenaga kesehatan.

 Kelemahan dalam penggunaan teknologi 

Penggunaan teknologi mempunyai dampak yang berseberangan, ketika digunakan baik maka dampaknya positif, tapi sebaliknya jika digunakan untuk hal yang buruk, maka dampaknya pun akan buruk juga. Kelemahan dalam penggunaan pasien virtual ini adalah kreatifitas dari animator untuk menghasilkan avatar yang baik, lalu terkait dengan hak cipta dari avatar, jadi tidak semua avatar asal ambil dan setiap avatar harus memiliki karakter dan original dari animator. 

Biaya yang besar juga menjadi salah satu kelemahan dari sistem ini. Pembuatan avatar, sistem dan juga proses penggunaan dari pasien virtual ini memakan biaya besar. Apabila hasilnya kurang maksimal maka perlu adanya upgrading untuk up date dari model sebelumnya, mulai dari kapasitas game atau sistem dari avatar ini juga.  

Dilihat dari keperawatan, kelemahannya adalah tidak semua mahasiswa bisa menggunakan sistem ini karena beberapa jenis dan harus berada di depan layar computer / smartphone dalam jangka waktu yang lumayan lama. Ini juga menjadi kendala tersendiri. Selain itu tingkat kelelahan bisa terjadi dibandingkan dengan model konvensional dengan simulasi tatap muka dengan adanya probandus. 

Hal ini senada dengan penelitian dari  Cobbett and Erna pada tahun 2016 yang menyatakan bahwa nilai kelelahan lebih tinggi dari pada simulasi tatap muka.

INTERPROFESSIONAL COLLABORATION

Pemberian pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh perawat tidak terlepas dengan tenaga serta staf kesehatan lainnya. Perawat memiliki peranan yang penting dalam berkolaborasi dengan tenaga dan staf kesehatan lain untuk kelancaran pemberian pelayanan kesehatan yang dilakukan terhadap pasien di rumah sakit. 

Perawat memerlukan kolaborasi dengan semua tenaga kesehatan maupun staf di rumah sakit, bukan hanya melakukan kolaborasi dengan dokter saja yang harus diprioritaskan oleh perawat. 

Dalam memberikan asuhan kesehatan, perawat harus mampu berkomunikasi yang baik dan tepat dengan tenaga dan staf kesehatan lainnya. Hal ini dikarenakan komunikasi merupakan modal utama dalam pelaksanaan kolaborasi antar tenaga kesehatan.

Dengan melaksanakan interprofessional collaboration untuk meningkatkan pelaksanaan standar sasaran keselamatan pasien di rumah sakit, diharapkan akan meminimalkan berbagai risiko dalam asuhan keperawatan. 

Namun, masih banyak perawat yang belum sepenuhnya berkolaborasi secara baik dengan tenaga kesehatan lainnya. Hal ini disebabkan karena masih kurang efektifnya komunikasi perawat antar tenaga dan staf kesehatan lain yang bekerja di rumah sakit.

Interprofesional collaboration untuk meningkatkan keselamatan pasien dapat dilakukan dengan melaksanakan komunikasi yang efektif antar petugas dan staf di rumah sakit. Kolaborasi ini dapat  diwujudkan dengan melaksanakan komunikasi yang efektif. Komunikasi yang efektif antar perawat dan tenaga kesehatan dapat memberikan efek yang baik bagi keselamatan pasien. 

Komunikasi yang efektif dapat mempermudah perawat untuk bertukar pikiran dengan tenaga kesehatan lainnya dalam melaksanakan pelayanan kesehatan kepada pasien. 

Komunikasi efektif merupakan bagian penting dari strategi koordinasi yang diterapkan oleh setiap tenaga dan staf kesehatan dalam pengaturan pelayanan keperawatan di rumah sakit, komunikasi efektif antar tim profesi kesehatan dinilai sebagai kunci yang dapat meningkatkan kerjasama yang baik dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien maupun masyarakat.

Meningkatkan pengetahuan perawat dan dokter tentang pendekatan yang berbeda dan persepsi tentang komunikasi perawat-dokter dan kolaborasi dapat menyebabkan saling pengertian yang lebih baik dan hubungan yang lebih efektif kolaboratif. Perawat juga harus mampu membangun keterampilan komunikasi dan keterampilan dalam prakteknya sehingga dapat berfungsi secara efektif dalam melakukan keperawatan dengan tim kesehatan interprofessional lainnya, mendorong  terjadinya komunikasi terbuka, serta menunjukkan rasa saling menghormati serta dapat dilibatkan dalam pengambilan keputusan secara bersama untuk mencapai perawatan pasien yang berkualitas.

Manfaat Komunikasi Interprofesi

Komunikasi interprofesional yang baik dan tepat menimbulkan terjadinya pemecahan masalah, berbagai ide, dan pengambilan keputusan bersama berkaitan dengan keselamatan pasien. Bila komunikasi yang dilakukan oleh para tenaga dan staf kesehatan  tidak efektif, maka keselamatan pasien menjadi taruhannya.

Faktor yang Mempengaruhi Komunikasi Interprofesional

  1. Persepsi
    Perbedaan persepsi yang terjadi antar profesi yang berinteraksi dapat menimbulkan berbagai kendala dalam melaksanakan komunikasi yang efektif.
  2. Lingkungan
    Lingkungan yang nyaman dapat mempengaruhi proses terjadinya komunikasi yang efektif antar profesi kesehatan dalam menyelesaikan masalah keselamatan pasien.
  3. Pengetahuan
    Ketika para tenaga kesehatan tidak memiliki pengetahuan maka dapat menimbulkan feedback negatif karena pesan yang disampaikan tidak dipahami.
  4. Upaya Meningkatkan Kolaborasi Interprofesional

Upaya yang dapat dilakukan yaitu dengan Interprofesional Education (IPE), perawat, mahasiswa, maupun tenaga kesehatan dapat melatih kemampuan kolaborasi interprofesinal. Melalui simulasi IPE perawat, mahasiswa, maupun tenaga kesehatan dapat mengembangkan pengetahuan dan keterampilan dalam meningkatkan kolaborasa interprofesional dalam melaksanakan keselamatan pasien di rumah sakit.

Kolaborasi interprofesional harus diterapkan oleh tenaga kesehatan untuk meningkatkan terlaksananya keselamatan pasien di rumah sakit. Komunikasi yang efektif antar tenaga dan staf kesehatan dapat memberikan efek yang baik bagi keselamatan pasien. Komunikasi yang efektif dapat mempermudah perawat untuk bertukar pikiran dengan tenaga dan staf kesehatan lainnya sehingga keselamatan pasien dapat terlaksana dengan baik.

Sumber

  1. Toman, K.P. dkk. 2016. Nexus Pendidikan Kedokteran dan Kesehatan. Interprofessional Education (IPE): Luaran Masyarakat Terhadap Pelayanan Kesehatan dalam Praktik Kolaborasi di Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. Vol. 5 (2). Hal. 140 -- 145.
  2. Ramadani, Tiara. 2019. Interprofessional Collaboration untuk Meningkatkan Pelaksanaan Standar Sasaran Keselamatan Pasien di Rumah Sakit.
  3. Sulistyowati, Endah. 2019. Jurnal Kebidanan. Interprofessional Education (IPE) Dalam Kurikulum Pendidikan Kesehatan Sebagai Strategi Peningkatan Kualitas Pelayanan Maternitas. Vol. 8 (2). Hal. 123 -- 131.
  4. Wijoyo, E.B. dan Hananto, Suki. 2017. Jurnal Keperawatan Muhammadiyah. Pengembangan Pasien Virtual untuk Peningatan Interprofessional Education dalam Dunia Pendidikan Keperawatan di Indonesia. Vol. 2 (1). Hal. 175 -- 184.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun