“Apakah engkau telah melupakanku, Rizuki-san? “ terdengar suara lembut, yang disertai hembusan angin malam.
Tiba-tiba, seorang perempuan berambut pirang dengan yukata berwarna merah dan bermotif bunga sakura berdiri di atas dahan pohon.
“Huft, ternyata Karasu Hana. Kau membuatku takut saja, Hana. “
Karasu Hana, ia adalah salah seorang sahabatku di Kyoto. Bersama Ai-chan, kami bertiga juga satu sekolah dan berada di kelas yang sama. Ia lebih sering menggunakan sai sebagai senjata untuk menyerang ataupun bertahan, meskipun aku sering melihatnya menyelipkantanto di yukatanya.
“Rizuki, kemana saja dirimu selama ini? Sampai bosan aku mencarimu. “
“Maaf, aku selama ini pergi ke Nagasaki. “
“Nagasaki? Kenapa kau tak mengajakku juga? “ ia pun memegang pundakku.
“Aku benar-benar kangen sama kamu. “ berkaca-kaca matanya saat kulihat. Lalu, dia memelukku, melepaskan rasa rindu yang lama tak terbalas.
“Aku mengira engkau telah mati, Rizuki. “
“Ah, kamu ini. Sudah kubilang kalau aku ini kuat . Demi mimpiku, aku menuju kesana, menjadi seorang pendekar pedang yang terkuat dan terhebat. “ ujarku berbasa-basi, mengungkit sedikit masa laluku.
“ Terus, kamu sudah bisa mewujudkannya, Rizuki? “