" Ananda Ilah. Ini tugas negara. Pandai-pandailah membawa dirimu", hanya pesan itu yang dikatakan oleh Ibu Sanyoto sambil menyerahkan kembali surat perintah kepada Ilah. Mereka berdua pamit mundur. Ilah bergegas menuju kamarnya untuk berbenah.
***
Perjalanan ke Mojokerto dilakukan bersama mBak Tien dari SMA Kotabaru dan dikawal pasukan Tentara Pelajar yang dipimpin mas Poer. Selepas siang, rombongan ini memasuki wilayah hutan jati Caruban. Tak seberapa lama berselang, kereta melambar dan berhenti. Mas Poer yang sejak tadi duduk bersama kami bergegas ke luar gerbong satu-satunya pada rangkaian kereta rombongan khusus ini.Â
Di balik rerimbunan pohon jati, muncul sejumlah orang bersenjata parang dan bambu runcing. Kemudian mereka telah berada dalam posisi siap menyerang. Mas Poer memberi perintah kepada anak buahnya untuk menahan diri. Entah dari mana asalnya, suara perintah mundur bagi para penghadang begitu keras terdengar.Â
" Rek podho munduro..iki konco dewe (teman-teman.. mundur........ini teman kita juga ..)".Â
Dalam sekejap, para penghadang telah menghilang. Peristiwa menjadi kenangan khusus bagi Ilah setelah mengikuti latihan dasar kemiliteran tiga hari sebelum penugasan lapangan pertama kalinya. Kereta berjalan lebih cepat setelah meninggalkan stasiun Madiun. Ada tambahan sekitar duapuluhan orang anggota TRIP yang diberangkatkan dari  stasiun Madiun. Suasana menjadi ramai dengan celoteh dan gurauan khas Jawa Timuran. Tanpa terasa, sekitar jam 8 malam kami sudah sampai di stasiun Mojokerto.Â
Selanjutnya, kami berganti truk untuk melanjutkan perjalanan ke twempat yang dituju. Ternyata, rumah sakit darurat yang digunakan untuk merawat para korban Pwertwempuran 10 November 1945 di kota Surabaya adalah asrama putri Sekolah Katholik di Mojoagung. Malam pertama seluruh rombongan dari Jogja beristirahat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H