Mohon tunggu...
Toto Karyanto
Toto Karyanto Mohon Tunggu... Wiraswasta - Bukan yang banyak pasti baik, tapi yang baik pastilah yang banyak.

Orang biasa

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Tangis Seorang Guru Tua (Bagian II)

3 Desember 2009   21:46 Diperbarui: 10 November 2018   02:11 265
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bersama teman-teman guru sepulang dari perantauan. Ibu Atiatoen paling kanan (1953)

Mata guru perempuan muda itu menyapu seluruh sisi ruang kelas. Semua murid menunduk dan terdiam. Sunyi.

Tiba-tiba dari deretan bangku paling belakang terdengar suara gaduh. Seperti paduan suara 

" Ini Bu.....yang namanya Jaludin", beberapa murid menunjuk teman yang duduk dekat jendela itu. Kegaduhan  tak terhindarkan. 

"Sudah....jangan gaduh lagi. Kali ini Ibu mau memberi cerita tentang diri sewaktu sekolah ". 

***

Pagi itu, di ruang pimpinan asrama ada rapat penting. Raut muka orang-orang yang memasuki ruangan itu nampak tegang dan dengan langkah tergesa-gesa. Ada yang berpakaian tentara. Beberapa orang pelajar laki-laki  dan perempuan mengikuti dari belakang. Rapat berlangsung tertutup. Sekitar satu jam berselang, dari dalam ruang rapat muncul satu demi satu pesertanya. 

Semua masih menampakkan wajah-wajah tegang. Yang ke luar terakhir adalah ketua asrama. Ia segera mengumpulkan semua penghuni di aula. 

" Teman dan adik - adik. Baru saja saya mengikuti pertemuan penting di ruang pimpinan asrama bersama dengan para pengurus asrama kita, teman - teman pelajar dari Sekolah Tehnik, SMA Kotabaru dan hampir semua perwakilan sekolah yang ada di kota Jogja ini", ia berhenti sejenak menghela nafas. 

Matanya nanar membias sinar kemarahan yang tertahan di balik alis mata yang tebal. 

" Tadi, kami telah mendengarkan penjelasan dari bapak - bapak tentara yang melatih di Militair Academie Kotabaru. Beberapa hari yang lalu, Bung Karno dan Bung Hatta telah memproklamirkan kemerdekaan kita atas nama Bangsa Indonesia di Jakarta". 

Lagi - lagi sang ketua asrama putri itu berhenti bicara, menahan rasa. Ia menarik nafas agak panjang dan mengeluarkannya perlahan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun