Ibu asrama yang sejak tadi hanya mendampingi, kini mengambil alih suasana. Setelah menepuk bahu sang ketua, adik kandung dokter Wahidin ini berkata:Â
" Anak-anakku. Rapat tadi juga membicarakan permintaan bapak tentara agar asrama kita dapat mengirim beberapa orang untuk dilatih sebagai tenaga pertolongan pertama di rumah sakit sebelah timur asrama ini. Anak - anak yang namanya dipanggil oleh ketua asrama agar maju dan berkumpul di sebalah kanan tempat Ibu berdiri ", ibu asrama kemudian menyuruh sang ketua memanggil nama - nama yang telah dipilih.Â
" Triningsih... Sriningsih ... Umiyatun...", dan tujuh nama lain. Mereka bergegas maju dan dibariskan oleh ketua asrama.
***
Hari berganti minggu dan bulan. Sampai di penghujung November 1946, pusat pemerintahan RI telah berpindah dari Jakarta ke Jogjakarta. Di Sitihinggil, sebuah tempat pertemuan yang luas di lingkungan Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat telah berkumpul ratusan pelajar dan mahasiswa se Indonesia Raya. Terlihat di antaranya beberapa orang Ambon yang mudah dikenali dari hidung dan kulit yang khas. Ada juga yang memakai asesori busana suku Dayak, Bugis dan Batak. Semua pelajar ini berkumpul dengan satu tujuan. Melakukan Kongres Ikatan Pelajar Indonesia (IPI) yang pertama. Suasananya sangat sederhana dan serius. Umur rata-rata pesertanya sekitar 17 atau 18 tahun. Satu keputusan penting yang berhasil dicapai adalah membentuk bagian pertahanan yang kemudian berganti nama Tentara Pelajar Brigade 17 TNI. Pagi itu Ilah dipanggil menghadap Kepala Staf Putri, mBak Sri Daruni. Siswi SMA B ini sangat akrab dengan mBak Pupu Ratnasari, mojang geulis putri Bupati Garut yang menjadi  ketua asrama murid-murid Sekolah Guru Putri di bilangan Terban.Â
Ilah yang gemar olahraga dan menjadi anggota tim rounders di sekolahnya adalah salah satu penghuni asrama yang sering diminta tolong menjadi wakil untuk kegiatan luar bersama pelajar lain di kota Jogja.Â
" Dik Ilah... mBak Daruni meminta siang ini juga agar adik datang ke Markas Tugu Kulon. Ada tugas penting", kata Popy sambil menyodorkan sepucuk surat.Â
Setelah dibaca surat itu, Ilah mengajak Pupu ke ruang pimpinan asrama. Di depan pintu, Ibu Sanyoto telah menyambut kedatangan kedua anak asuhnya. Kemudian mereka dipersilakan duduk saling berhadapan muka.Â
Ilah membuka pembicaraan,Â
" Begini bu.. saya mendapat perintah dari markas TP untuk mengantar bahan makanan dan membantu perawatan teman-teman TRIP korban peperangan Surabaya di Rumah Sakit PMI Mojokerto selama 10 hari. Ini surat perintahnya Bu....".Â
Bu Sanyoto menerima surat itu dan segera membaca isinya.Â