"Pastinya atuh, nih aku bawa pancing andalan, terbaik di seluruh Rajawetan," puji Bagas seraya mengelap pancing mahalnya.
"Sombong amat, padahal pancingnya Bagas jarang dapat ikan tuh," goda Radit.
Mulanya Bagas agak manyun mendengar candaan Radit, namun memang apa yang dikatakan Radit ada benarnya juga, tak lama Bagas pun ikut tertawa. Bahwa pancing miliknya yang harganya mahal dan di belinya juga jauh, di Bandung, tetap saja kalah dengan joran bambu milik Radit.
"Yuk ah kita langsung capcus ke rumah Neng Dewi, udah siang nih,"ajak Tolib.
"Hayuk," sambut Titin.
Mereka pun bersiap menuju arah rumah Neng Dewi, karena memang letak rumahnya dekat dengan Radit, beberapa menit saja mereka telah sampai, terlihat rumah Neng Dewi sepi seakan tak ada orang, Radit celingukan di gerbang rumah, ia pun mengucapkan salam.
"Assalamualaikum...."
Terdengar suara jawaban salam dari balik gerbang, kemudian gerbang pun terbuka, ternyata Mang Anen yang menyambut mereka, dengan cepat Mang Anen menyuruh mereka langsung saja menuju halaman belakang.
"Neng Dewi sudah menunggu di belakang,"ujar Mang Anen.
Anak anak mengikuti langkah Mang Anen, lelaki separuh baya yang di depan mereka adalah orang yang bekerja di rumah orang tua Neng Dewi, keluarga Neng Dewi adalah orang terpandang di Rajawetan, mamahnya Neng Dewi merupakan Kepala Sekolah SD, sedangkan ayahnya menjabat sebagai Sekretaris Desa atau orang orang menyebutnya Pak Ulis,selain itu Kakek Neng Dewi adalah mantan Kuwu Rajawetan.
Halaman belakang rumah Neng Dewi merupakan kebun yang luas, ditanami pisang, singkong, mangga dan ada balong, yang bikin betah adalah pemandangan dari kebun terlihat Gunung Ciremai. Neng Dewi telah menunggu bersama Maya, disamping terdapat penganan, rengginang, opak, rempeyek, toples berisi kue kue kering.