Mohon tunggu...
Topek Dayat
Topek Dayat Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Saya sebagai mahasiswa uin

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hukum Perdata Islam

21 Maret 2023   20:13 Diperbarui: 21 Maret 2023   20:13 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

PENGERTIAN HUKUM PERDATA ISLAM DI INDONESIA

Menurut prof. R. Subekti, SH hukum perdata adalah semua hukum dasar yang mengatur segala kepentingan perseorangan.

Sedangkan menurut prof. Dr. Ny. Sri Soedewi Masihoen sofwan, sh berpendapat bawah hukum perdata adalah hukum yang mengatur kepentingan satu warga negara dengan yang lain.

Sedangkan dalam buku Hukum Perdata Dan Islam di Indonesia karangan Prof. Dr. H. Ahmad Rofiqq. M.A, menjelaskan bahwa hukum perdata ialah suatu hukum di dalam islam yang mengatur hubungan antara individu dengan individu dan individu dengan kelompok di lingkungan negara indonesia.

PRINSIP PERKAWINAN MENURUT UU1 TAHUN 1974 DAN KHI

Defini perkawinan juga sebagaimana tercantum dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 2 yang berbunyi: Perkawinan menurut hukum Islam adalah Pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau mitsaqon gholidhon untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah. Kata miitsaaqan ghaliidhan ini ditarik dari firman Allah SWT:

"Dan bagaimana kamu akan mengambil mahar yang telah kamu berikan pada istrimu,padahal sebagian kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami-istri. Dan mereka (istri-istrimu) telah mengambil dari kamu perjanjian yang kuat (miitsaaqanghaliizhan)".

Berkenaan dengan tujuan perkawinan tersebut dimuat dalam pasal berikutnya yaitu pasal 3 yang berbunyi: "Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah (tenteram, cinta dan kasih sayang)".

Tujuan ini juga dirumuskan melalui firman Allah SWT: "Dan diantara tanda-tanda kebesaran-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikannya diantaramu rasa kasih saying. Sesugguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda kebesaran-Nya bagi kaum yang berfikir.

Menurut UU. No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, definisi perkawinan sebagaimana tercantum dalam pasal 1 adalah: Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai suami-istri dengan tujuan membentuk keluarga, rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Menurut pasal diatas sebuah perkawinan memiliki sebuah ikatan yang erat dengan agama, kerohanian sehingga tidak hanya memiliki unsur lahiriyah saja melainkan memiliki unsur bathiniyah juga (Rohani), sebagaimana disebutkan dalam Pancasila pada sila pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa. Prinsip perkawinan yang hidup dan tumbuh di masyarakat menurut UU No. 1 Tahun 1974 disyaratkan adanya persetujuan dari kedua belah pihak (calon mempelai), sebagai syarat/peminangan, pemberian mahar, dalam akad nikah, disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi, wali dari pihak, calon mempelai perempuan dan setiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

PENTINGNYA PENCACATAN NIKAH DAN DAMPAK JIKA TIDAK DI CATATATKAN

Pencatatan perkawinan adalah pengakuan resmi atas hubungan keluarga yang sah dan menunjukkan tanggung jawab kepada pasangan, keluarga dan masyarakat. Akibat hukum jika tidak dicatatkan perkawinan. A). Perkawinan dianggap tidak sah B). Sekalipun perkawinan itu dilakukan atas dasar agama dan kepercayaan, perkawinan Anda dianggap tidak sah di mata negara jika tidak dicatatkan di kantor agama atau kantor catatan sipil. C). Anak mempunyai hubungan keperdataan hanya dengan ibu dan keluarga ibu; istri atau anak-anak yang lahir dari perkawinan itu tidak berhak mendapat nafkah atau warisan dari ayahnya sebagai akibat perkawinan yang tidak dicatatkan. Pencatatan perkawinan memiliki makna filosofis dalam kaitannya dengan komitmen dan tanggung jawab pasangan suami istri yang ingin mewujudkan hubungan keluarga yang sah menurut hukum dan agama. Filosofi ini melihat pernikahan sebagai ikatan yang dijalani oleh dua orang yang memiliki prinsip dan nilai yang sama.

Dampak jika pernikahan tidak di catatkan secara sosiologis, pencatatan perkawinan mencerminkan adanya suatu kontrak sosial dalam masyarakat. Akta nikah juga menunjukkan bahwa pasangan tidak hanya menunjukkan cinta dan kasih sayang satu sama lain, tetapi juga menunjukkan tanggung jawab terhadap keluarga dan masyarakat. Dalam hal ini, pencatatan perkawinan merupakan salah satu bentuk implementasi nilai-nilai sosial dalam masyarakat. Dari segi agama, pencatatan perkawinan merupakan ritual yang dipercaya dapat menjamin keberkahan dan kelangsungan hubungan di hadapan Tuhan. Pencatatan perkawinan merupakan ikatan suci yang dihayati oleh pasangan yang menganut ajaran agama masing-masing. Di sisi lain, dari segi hukum pencatatan perkawinan mempunyai arti yang sangat penting, karena berkaitan dengan sahnya status hukum pasangan tersebut. Dalam hal ini, pencatatan perkawinan diperlukan untuk menjamin hak dan kewajiban suami istri serta perlindungan hukum terhadap hubungan tersebut. Secara umum pencatatan perkawinan memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan sosial, keagamaan dan hukum

PENDAPAT ULAMA DAN KHI MENGENAI PERNIKAHAN WANITA HAMIL

Menurut imam hanafi mengenai pernikahan wanita hamil:

Pernikahan tetap sah, baik dengan laki-laki yang menghamili atau tidak

Pernikahan sah dengan syarat harus dengan laki-laki yang menghamili

Boleh menikah dengan laki-laki lain asal sudah melahirkan

Menurut imam maliki tidak sah perkawinan tersebut kecuali dengan laki-laki yang menghamili dan harus bertaubat terlebih dahulu. Sedangkan menurut imam syafi'i lebih melonggarkan beliau berkata "kalau seseorang mencuri buah dari satu pohon, maka haram lah buah tersebut tetapi jika dia sudah membeli pohon tersebut maka apakah buah yang tadi itu masih haram?.

Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Dasar dan tujuan dalam Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan tercantum dalam pasal 1 dan 2 Dalam undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 membahas tentang Perkawinan tidak mengatur mengenai persoalan perkawinan wanita hamil diluar pernikahan. Sehingga apabila dalam suatu pernikahan sudah terpenuhi rukun dan syarat dalam agama, maka pernikahan tersebut dianggap sah.

Perkawinan yang sah, apabila dilakukan menurut Hukum Islam yang sesuai dengan pasal 2 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang berbunyi, "Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaan itu."

Syarat sah perkawinan diatur dalam pasal 6 sampai dengan pasal 12 UU No 1 tahun 1974 yang

memuat syarat perkawinan yang bersifat materiil dan formil. Berikut merupakan syarat sah perkawinan yaitu:

a. Baligh dan mempunyyai kecakapan yang sempurna

b. Berakal sehat

c. Tidak adanya kepaksaan artinya berdasarkan kesukarelaan kedua belah pihak

d. Wanita yang akan dikawini bukan termasuk salah satu macam wanita yang haram untuk dikawini

Syarat menjadi wali:

Orang mukallaf, yaitu orang yang dibebani hukum dan dapat mempertanggung jawabkan perbuatannya.

b.Muslim apabila yang menikah itu muslim diisyaratkan walinya yang muslim.

c.Berakal sehat

d.Laki-laki

e.Adil

Macam-macam wali nikah yaitu:

a.Wali nasab

b.Wali hakim.

Status perkawinan wanita hamil dalam kompilasi hukum Islam di Indonesia

disebutkan dalam bab VIII pasal 53 ayat 1,2, dan 3 yaitu:

(1)Seorang wanita hamil diluar nikah dapat dikawinkan dengan pria yang

menghamilinya.

(2)Perkawinan dengan wanita hamil pada ayat (1) dapat dilangsungkan tanpa menunggu kelahiran anaknya terlebih dahulu.

(3)Dengan dilangsungkannya perkawinan pada saat wanita hamil tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung lahir.

Faktor yg mempengaruhi terbitnya pasal 53 HKI

Faktor Filosofi

ketentuan. Pasal 53 tersebut memiliki landasan filosofis untuk melindungi kelangsungan hidup wanita hamil dilaur nikah, sekaligus menjaga hidup anaknya, agar kelak setelah lahir dapat melangsungkan kehidupan normal dan tidak kehilangan haknya sebagai manusia individu maupun anggota masyarakat.

Faktor Sosiologi

Masyarakat biasanya menggunakan penyelesaian dengan cara melangsungkan perkawinan antara wanita hamil tersebut dengan laki-laki yang menghamilinya tanpa menunggu kelahiran anak yang dikandung. Cara ini bertujuan untuk menutup aib agar tidak diketahui masyarakat luas

3. Faktor psikologi

Seorang wanita yang dihadapkan oleh situasi ini akan menjadi pihak yang paling merasakan tekanan psikologis yang sangat kuat. Jika kondisi seperti itu dibiarkan berlarut-larut dan tidak dilangsungkan perkawinan dengan laki-laki yang menghamilinya sehingga dikhawatirkan situasi buruk akan terjadi. Seperti kasus bunuh diri dan aborsi yang disebabkan oleh tekanan psikologis akibat kehamilan diluar nikah.

PENGERTIAN PERCERAIAN DAN USAHA UNTUK MENGHINDARI PERCERAIAN

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Perceraian berasal dari kata cerai artinya pisah, putus hubungan sebagai sumai istri, talak. Perceraian artinya perpisahan, perihal bercerai (antara suami istri), perpecahan.

Putusnya perkawinan adalah perceraian. Dalam istilah hukum islam disebut dengan talaq, artinya melepaskan atau meninggalkan. Menurut Sayyid Sabiq talaq artinya melepaskan ikatan perkawinan apabila telah terjadi perkawinan, yang harus di hindari adalah perceraian meskupun perceraian adalah bagian dari hukum adanya persatuan atau perkawinan. Semakin kuat usaha manusia membangun rumah tangganya sehingga dapat menghindarkan diri dari perceraian, akan semakin baik rumah tangganya. Akan tetapi, sesuatu yang memudaratkan harus di tinggalkan, meskipun cara meninggalkannya senantiasa berdampak buruk bagi yang lain. Demikian pula dengan perceraian, bukan hanya suami istri yang menjadi korban pemain duniawinya, tetapi anak-anak dan dari keluarga kedua belah pihak yang awalnya saling bersilaturahmi dengan seketika dapat bercerai-berai. Oleh karena itu, perceraian sebagai perbuatan yang dihalalkan, tetapi dibenci oleh Allah Swt.

Didalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) tidak diatur mengenai pengertian perceraian tetapi hal-hal mengenai perceraian telah diatur dalam pasal 113 sampai dengan pasal 148 Kompilasi Hukum Islam. Dengan melihat isi pasal-pasal tersebut dapat diketahui bahwa prosedur bercerai tidak mudah, karena harus memiliki alasan-alasan yang kuat dan alasan-alasan tersebut harus benar-benar menurut hukum. Hal ini ditegaskan dalam pasal 115 Kompilasi Hukum Islam yang isinya sebagai berikut : "Perceraian hanya dapat dilakukan didepan sidang Pengadilan setelah Pengadilan yang tersebut berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak." Berdasarkan Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 115 seperti yang termaktub diatas maka yang dimaksud dengan perceraian perspektif Kompilasi Hukum Islam adalah proses pengucapan ikrar talak yang harus dilakukan didepan persidangan dan disaksikan oleh para hakim Pengadilan Agama. Apabila pengucapan ikrar talak itu dilakukan diluar persidangan, maka talak tersebut merupakan talak liar yang dianggap tidak sah dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat.

Perceraian bisa terjadi karena banyak hal seperti hubungan yang tidak harmonis, perselingkuhan, kurangnya akhlak dan moral, dan juga masalah-masalah lain dalam perkawinan.

Adapun cara yang kita lakukan untuk menghindari perceraian adalah kita bisa membangun keharmonisan rumah tangga dengan baik seperti menghindari cekcok yang berlebihan, tidak melakukan hubungan gelap dengan wanita lain, lebih perhatian dengan pasangan, dan juga mengingat bahwa perceraian adalah hal yang di larang dalam agama walaupun itu halal.

REVIEW BUKU HUKUM KEWARISAN ISLAM

Buku ini berjudul Hukum Kewarisan Islam yang di karang oleh Dr.H. Moh Muhibbin, S.H.,Hum. Dan oleh Dr.H. Abdul wahid,S.H.,M.Ag.

kesimpulan yang dapat saya ambil dari buku ini adalah hukum kewarisan atau fiqih mawaris adalah suatu disiplin ilmu yang membahas tentang harta peninggalan tentang bagaimana proses pemindahan Siapa saja yang berhak menerima harta peninggalan itu serta berapa bagian masing-masing. Dasar dan sumber hukum kewarisan Islam yang pertama adalah ayat-ayat Alquran yaitu pada Surah Annisa ayat 7 sampai 14. Juga terdapat pada surat an-nisa ayat 176. Kedua Al Hadits, Ada beberapa hadis Nabi Muhammad yang secara langsung mengatur tentang kewarisan. Tradisi pembagian harta waris pada zaman Jahiliyah berpegang teguh pada tradisi yang telah diwariskan oleh nenek moyang. Sebab-sebab mereka berhak menerima harta warisan. 1. Ashabul Furudh adalah orang-orang yang mempunyai bagian harta peninggalan yang sudah ditentukan oleh Alquran sunnah dan ijma. Adapun bagian yang sudah ditentukan adalah 1/2 1/4 1/8 1/3 2/3 dan 1/6. 2. Ashabah adalah ahli waris yang bagiannya tidak ditetapkan tetapi bisa mendapat semua harta atau sisa harta setelah dibagikan kepada ahli waris. Ahli waris ini terdiri dari orang-orang yang mempunyai hubungan darah dari garis keturunan laki-laki seperti anak laki-laki ayah saudara laki-laki kakek. 3. Dzawil Arham. Adalah setiap kerabat yang bukan dzawil furudh dan bukan pula ashabah. Mereka dianggap kerabat yang jauh pertalian nasabnya. Agar dzawil arham menerima harta peninggalan harus Sudah tidak ada Ashabul furud.

Halangan mewarisi atau hilangnya hak waris mewarisi. Pertama, Perbudakan, Status seorang budak tidak dapat menjadi ahli waris karena dipandang tidak cakap mengurusi harta dan telah putus hubungan kekeluargaan dengan kerabatnya. Kedua, Pembunuhan, tindakan pembunuhan yang dilakukan oleh ahli waris terhadap pewarisnya menjadi penghalang baginya untuk mewarisi harta pewaris yang dibunuhnya. Ketiga, Berlainan agama, demikian juga orang murtad mempunyai kedudukan yang sama yaitu tidak mewarisi harta peninggalan keluarganya. Keempat, Berlainan negara. Adalah memiliki kepala negara sendiri, memiliki angkatan bersenjata, dan memiliki kedaulatan sendiri.

Aul, secara terminologi istilah Aul adalah bertambahnya saham dhawil furudh dan berkurangnya kadar penerimaan warisan mereka atau bertambahnya jumlah bagian yang ditentukan dan berkurangnya bagian masing-masing ahli waris. Cara pemecahan masalah aul Adalah dengan mengetahui pokok yakni yang menimbulkan masalah dan mengetahui saham setiap Ashabul huruf kemudian dengan mengabaikan pokoknya. Kemudian bagian-bagian mereka dikumpulkan dan dijadikan sebagai pokok lalu harta warisan dibagi atas dasar itu. Dengan demikian akan terjadi kekurangan bagi setiap orang sesuai dengan sahamnya dalam masalah ini tidak ada kezaliman dan kecurangan.

Radd secara istilah adalah mengembalikan apa yang tersisa dari bagian dawil furud nasabiyah kepada mereka Sesuai dengan besar kecilnya. Radd merupakan kebalikan dari aul, apabila harta peninggalan masih mempunyai kelebihan setelah dibagikan kepada seluruh ahli waris kelebihan harta tersebut dikembalikan kepada ahli waris yang ada menurut pembagiannya masing-masing. Rukun radd: 1. Adanya pemilik fardh . 2. Adanya sisa peninggalan. 3. Tidak adanya ahli waris asabah.

Pengadilan agama dan kompilasi hukum Islam, pada masa penjajahan pemerintah Hindia Belanda meresmikan berdirinya peradilan agama yang dituangkan dalam Staatsblad 1882 nomor 152, Selanjutnya 1 tahun setelah Indonesia merdeka pembinaan peradilan agama diserahkan kepada kementerian agama melalui peraturan pemerintah nomor 5/SD/1946. Kemudian dengan undang-undang Nomor 19 Tahun 1948 peradilan agama dimasukkan ke peradilan umum.

Di sisi lain tidak mempunyai hukum materiil untuk mengatasinya kompilasi hukum Islam hadir dengan hukum positif yang diperlukan untuk landasan rujukan Setiap keputusan peradilan agama.

Akhirnya lahirlah Instruksi Presiden Nomor 1 tahun 1991 pada pokok berisi instruksi kepada Menteri Agama untuk menyebarluaskan kompilasi hukum Islam yang terdiri atas buku 1 tentang hukum perkawinan buku 2 tentang hukum kewarisan buku 3 tentang perwakafan.

Selanjutnya hukum kewarisan dalam kompilasi hukum Islam, berdasarkan pasal 49 dan penjelasan undang-undang nomor 7 tahun 1987 yang kemudian diubah dengan undang-undang nomor 3 tahun 2006 disebutkan bahwa orang Islam yang akan membagi warisan tidak harus tunduk pada ketentuan kewarisan menurut hukum kewarisan Islam.

Inspirasi saya setelah membaca buku saya ingin menyebar luaskan ilmu waris tersebut di kalangan masyarakat karena di masyarakat banyak sekali yang belum paham atau awam mengenai hal tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun