Adapun cara yang kita lakukan untuk menghindari perceraian adalah kita bisa membangun keharmonisan rumah tangga dengan baik seperti menghindari cekcok yang berlebihan, tidak melakukan hubungan gelap dengan wanita lain, lebih perhatian dengan pasangan, dan juga mengingat bahwa perceraian adalah hal yang di larang dalam agama walaupun itu halal.
REVIEW BUKU HUKUM KEWARISAN ISLAM
Buku ini berjudul Hukum Kewarisan Islam yang di karang oleh Dr.H. Moh Muhibbin, S.H.,Hum. Dan oleh Dr.H. Abdul wahid,S.H.,M.Ag.
kesimpulan yang dapat saya ambil dari buku ini adalah hukum kewarisan atau fiqih mawaris adalah suatu disiplin ilmu yang membahas tentang harta peninggalan tentang bagaimana proses pemindahan Siapa saja yang berhak menerima harta peninggalan itu serta berapa bagian masing-masing. Dasar dan sumber hukum kewarisan Islam yang pertama adalah ayat-ayat Alquran yaitu pada Surah Annisa ayat 7 sampai 14. Juga terdapat pada surat an-nisa ayat 176. Kedua Al Hadits, Ada beberapa hadis Nabi Muhammad yang secara langsung mengatur tentang kewarisan. Tradisi pembagian harta waris pada zaman Jahiliyah berpegang teguh pada tradisi yang telah diwariskan oleh nenek moyang. Sebab-sebab mereka berhak menerima harta warisan. 1. Ashabul Furudh adalah orang-orang yang mempunyai bagian harta peninggalan yang sudah ditentukan oleh Alquran sunnah dan ijma. Adapun bagian yang sudah ditentukan adalah 1/2 1/4 1/8 1/3 2/3 dan 1/6. 2. Ashabah adalah ahli waris yang bagiannya tidak ditetapkan tetapi bisa mendapat semua harta atau sisa harta setelah dibagikan kepada ahli waris. Ahli waris ini terdiri dari orang-orang yang mempunyai hubungan darah dari garis keturunan laki-laki seperti anak laki-laki ayah saudara laki-laki kakek. 3. Dzawil Arham. Adalah setiap kerabat yang bukan dzawil furudh dan bukan pula ashabah. Mereka dianggap kerabat yang jauh pertalian nasabnya. Agar dzawil arham menerima harta peninggalan harus Sudah tidak ada Ashabul furud.
Halangan mewarisi atau hilangnya hak waris mewarisi. Pertama, Perbudakan, Status seorang budak tidak dapat menjadi ahli waris karena dipandang tidak cakap mengurusi harta dan telah putus hubungan kekeluargaan dengan kerabatnya. Kedua, Pembunuhan, tindakan pembunuhan yang dilakukan oleh ahli waris terhadap pewarisnya menjadi penghalang baginya untuk mewarisi harta pewaris yang dibunuhnya. Ketiga, Berlainan agama, demikian juga orang murtad mempunyai kedudukan yang sama yaitu tidak mewarisi harta peninggalan keluarganya. Keempat, Berlainan negara. Adalah memiliki kepala negara sendiri, memiliki angkatan bersenjata, dan memiliki kedaulatan sendiri.
Aul, secara terminologi istilah Aul adalah bertambahnya saham dhawil furudh dan berkurangnya kadar penerimaan warisan mereka atau bertambahnya jumlah bagian yang ditentukan dan berkurangnya bagian masing-masing ahli waris. Cara pemecahan masalah aul Adalah dengan mengetahui pokok yakni yang menimbulkan masalah dan mengetahui saham setiap Ashabul huruf kemudian dengan mengabaikan pokoknya. Kemudian bagian-bagian mereka dikumpulkan dan dijadikan sebagai pokok lalu harta warisan dibagi atas dasar itu. Dengan demikian akan terjadi kekurangan bagi setiap orang sesuai dengan sahamnya dalam masalah ini tidak ada kezaliman dan kecurangan.
Radd secara istilah adalah mengembalikan apa yang tersisa dari bagian dawil furud nasabiyah kepada mereka Sesuai dengan besar kecilnya. Radd merupakan kebalikan dari aul, apabila harta peninggalan masih mempunyai kelebihan setelah dibagikan kepada seluruh ahli waris kelebihan harta tersebut dikembalikan kepada ahli waris yang ada menurut pembagiannya masing-masing. Rukun radd: 1. Adanya pemilik fardh . 2. Adanya sisa peninggalan. 3. Tidak adanya ahli waris asabah.
Pengadilan agama dan kompilasi hukum Islam, pada masa penjajahan pemerintah Hindia Belanda meresmikan berdirinya peradilan agama yang dituangkan dalam Staatsblad 1882 nomor 152, Selanjutnya 1 tahun setelah Indonesia merdeka pembinaan peradilan agama diserahkan kepada kementerian agama melalui peraturan pemerintah nomor 5/SD/1946. Kemudian dengan undang-undang Nomor 19 Tahun 1948 peradilan agama dimasukkan ke peradilan umum.
Di sisi lain tidak mempunyai hukum materiil untuk mengatasinya kompilasi hukum Islam hadir dengan hukum positif yang diperlukan untuk landasan rujukan Setiap keputusan peradilan agama.
Akhirnya lahirlah Instruksi Presiden Nomor 1 tahun 1991 pada pokok berisi instruksi kepada Menteri Agama untuk menyebarluaskan kompilasi hukum Islam yang terdiri atas buku 1 tentang hukum perkawinan buku 2 tentang hukum kewarisan buku 3 tentang perwakafan.
Selanjutnya hukum kewarisan dalam kompilasi hukum Islam, berdasarkan pasal 49 dan penjelasan undang-undang nomor 7 tahun 1987 yang kemudian diubah dengan undang-undang nomor 3 tahun 2006 disebutkan bahwa orang Islam yang akan membagi warisan tidak harus tunduk pada ketentuan kewarisan menurut hukum kewarisan Islam.