PENTINGNYA PENCACATAN NIKAH DAN DAMPAK JIKA TIDAK DI CATATATKAN
Pencatatan perkawinan adalah pengakuan resmi atas hubungan keluarga yang sah dan menunjukkan tanggung jawab kepada pasangan, keluarga dan masyarakat. Akibat hukum jika tidak dicatatkan perkawinan. A). Perkawinan dianggap tidak sah B). Sekalipun perkawinan itu dilakukan atas dasar agama dan kepercayaan, perkawinan Anda dianggap tidak sah di mata negara jika tidak dicatatkan di kantor agama atau kantor catatan sipil. C). Anak mempunyai hubungan keperdataan hanya dengan ibu dan keluarga ibu; istri atau anak-anak yang lahir dari perkawinan itu tidak berhak mendapat nafkah atau warisan dari ayahnya sebagai akibat perkawinan yang tidak dicatatkan. Pencatatan perkawinan memiliki makna filosofis dalam kaitannya dengan komitmen dan tanggung jawab pasangan suami istri yang ingin mewujudkan hubungan keluarga yang sah menurut hukum dan agama. Filosofi ini melihat pernikahan sebagai ikatan yang dijalani oleh dua orang yang memiliki prinsip dan nilai yang sama.
Dampak jika pernikahan tidak di catatkan secara sosiologis, pencatatan perkawinan mencerminkan adanya suatu kontrak sosial dalam masyarakat. Akta nikah juga menunjukkan bahwa pasangan tidak hanya menunjukkan cinta dan kasih sayang satu sama lain, tetapi juga menunjukkan tanggung jawab terhadap keluarga dan masyarakat. Dalam hal ini, pencatatan perkawinan merupakan salah satu bentuk implementasi nilai-nilai sosial dalam masyarakat. Dari segi agama, pencatatan perkawinan merupakan ritual yang dipercaya dapat menjamin keberkahan dan kelangsungan hubungan di hadapan Tuhan. Pencatatan perkawinan merupakan ikatan suci yang dihayati oleh pasangan yang menganut ajaran agama masing-masing. Di sisi lain, dari segi hukum pencatatan perkawinan mempunyai arti yang sangat penting, karena berkaitan dengan sahnya status hukum pasangan tersebut. Dalam hal ini, pencatatan perkawinan diperlukan untuk menjamin hak dan kewajiban suami istri serta perlindungan hukum terhadap hubungan tersebut. Secara umum pencatatan perkawinan memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan sosial, keagamaan dan hukum
PENDAPAT ULAMA DAN KHI MENGENAI PERNIKAHAN WANITA HAMIL
Menurut imam hanafi mengenai pernikahan wanita hamil:
Pernikahan tetap sah, baik dengan laki-laki yang menghamili atau tidak
Pernikahan sah dengan syarat harus dengan laki-laki yang menghamili
Boleh menikah dengan laki-laki lain asal sudah melahirkan
Menurut imam maliki tidak sah perkawinan tersebut kecuali dengan laki-laki yang menghamili dan harus bertaubat terlebih dahulu. Sedangkan menurut imam syafi'i lebih melonggarkan beliau berkata "kalau seseorang mencuri buah dari satu pohon, maka haram lah buah tersebut tetapi jika dia sudah membeli pohon tersebut maka apakah buah yang tadi itu masih haram?.
Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Dasar dan tujuan dalam Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan tercantum dalam pasal 1 dan 2 Dalam undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 membahas tentang Perkawinan tidak mengatur mengenai persoalan perkawinan wanita hamil diluar pernikahan. Sehingga apabila dalam suatu pernikahan sudah terpenuhi rukun dan syarat dalam agama, maka pernikahan tersebut dianggap sah.
Perkawinan yang sah, apabila dilakukan menurut Hukum Islam yang sesuai dengan pasal 2 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang berbunyi, "Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaan itu."