Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat dan Praktisi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Mengalirdiakunketiga05092020

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bila Cerdas, Cermat, dan Tangkas, Mengapa Licik?

1 Februari 2022   23:21 Diperbarui: 1 Februari 2022   23:26 2130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Supartono JW

Sayang, orang-orang yang lahir ke dunia lalu mendapat bekal agama dan pendidikan demi perkembangan dirinya agar menjadi orang yang cerdas, cermat, dan tangkas, ternyata harus ada.yang terjangkit penyakit licik.

Saya sebut licik sebagai penyakit, sebab orang yang aslinya tak ada bakat atau keturunan licik, akhirnya menjadi ikutan licik karena pengaruh di lingkungan keluarganya, lingkungan masyarakat, dan pengaruh keteladanan orang-orang yang disebut kelompok elite di negeri ini, tapi terus mewarisi budaya licik secara turun menurun. 

Mengapa orang cerdas, cermat, dan tangkas akhirnya terjerumus menjadi orang licik atau penjahat?

Cerdas saja tak cukup untuk sukses

Orang menjadi licik tentu ada alasan. Semisal para wakil rakyat, kok harus sampai melakukan tindakan KKN. Karena untuk menjadi wakil rakyat butuh modal awal. Bahkan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan hampir 92 persen calon kepala daerah yang tersebar di seluruh Indonesia dibiayai oleh cukong. Timbal baliknya, kepala daerah terpilih akan membalas ke para cukong dengan tindakan yang membahayakan, yaitu melahirkan korupsi kebijakan terkait perizinan. Lalu, korupsi uang dan lainnya.

Para kepala daerah pun harus putar otak untuk membayar kewajiban ke partainya, maka jalan licik pun ditempuh. Padahal, mereka tentu orang-orang yang cerdas, cermat, dan tangkas, lho.

Tapi bagaiamana mereka akan disebut sukses bila tak mampu membayar kewajibannya? Tidak mampu kaya, dan lainnya?

Karenanya, terbukti bahwa tidak sedikit orang cerdas yang sulit mendapatkan kesuksesan seperti yang menimpa para wakil rakyat, elite partai, dan rakyat jelata.  Untuk memenuhi ambisi agar dianggap sukses, maka cara licik pun ditempuh.

Mereka mau sukses yang instan, potong kompas, karena sudah banyak yang meneladani, bahkan sudah dijadikan adat dan tradisi. Mau sukses, tetapi tidak gigih berusaha dan kerja keras atau tidak ada dukungan, maka jalan licik dan jahatlah yang ditempuh.

Rezim cerdas, cermat, tangkas, atau licik?

Atas segala hal yang kini terjadi di negeri ini, mengapa rakyat jelata yang baik banyak yang beralih menjadi penjahat dan orang licik? Padahal Indonesia dikenal oleh bangsa dunia sebagai negara yang memiliki kekayaan alam dan segala isinya. Sampai-sampai ada orang yang menyebut situasi di negeri ini untuk rakyat jelata, bak tikus mati di lumbung padi?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun