Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat dan Praktisi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Mengalirdiakunketiga05092020

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bila Cerdas, Cermat, dan Tangkas, Mengapa Licik?

1 Februari 2022   23:21 Diperbarui: 1 Februari 2022   23:26 2130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Supartono JW


Jadilah sukses dan berhasil karena cerdas, cermat, dan tangkas, bukan karena licik. 

(Supartono JW.01022022)

Ilustrasi. Dalam permainan sepak bola, mulai dari akar rumput hingga Timnas senior, dengan tolok ukur penilaian individu pemain berdasarkan rapor teknik, intelegensi, personaliti, dan speed (TIPS), saya akan sangat mudah mengidentifikasi kompetensi TIPS para pemain. Ternyata untuk ukuran kecerdasan intelegensi, saya mudah sekali mengidentifikasi mana pemain yang cerdas, cermat, dan tangkas. Mana pemain yang masih polos alias belum cerdas, belum cermat, dan belum tangkas. Pun sangat mudah mengidentifikasi pemain yang licik. Sebagai contoh, pemain bisa disebut licik karena memajukan bola dari titik awal pelanggaran. Melakukan lemparan ke dalam, jauh dari titik awal bola ke luar lapangan, hingga melakukan diving demi menipu wasit untuk keuntungan timnya dll. Haruskah demi meraih kemenangan, menempuh cara licik? Bila setiap pemain memiliki nilai rapor TIPS yang sesuai standar kompetensi, maka kemenangan cukup didapat dengan modal TIPS yang ada, ditambah perjuangan dan kerja keras yang sportif. Dan, jangan juga bermain bola itu polos, tak cerdas, tak cermat, dan tak tangkas, maka akan jadi bulan-bulanan lawan tanpa harus ada unsur licik. (Supartono JW. 01022022)

Kelicikan dijadikan teladan. Itulah fenomena nyata yang terus tumbuh subur  di negeri nusantara, eh maksud saya Indonesia. Bagaimana sih deskripsinya?

(Maaf, sekadar mengenang, dalam berbagai artikel saya sudah fasih dan terbudaya menulis Indonesia dengan kata lain Nusantara. Tapi sekarang sebutan Nusantara sudah diperkecil cakupan maknanya oleh Presiden Jokowi, sebab Nusantara dijadikan nama calon IKN Baru Republik Indonesia).

Banyak orang bilang, mengapa yang licik-licik itu malah duduk jadi wakil rakyat di parlemen dan pemerintahan, sih? Lihat, sudah berapa banyak pemimpin daerah di Indonesia tertangkap tangan oleh KPK melakukan hobi dan tradisi korupsi? Dan, hobi-hobi yang amanahnya untuk kepentingan pribadi dan golongannya, oligarkinya, dinastinya, dll.

Apa bedanya para wakil rakyat itu dengan para orang-orang licik di bidang lain, yang pekerjaannya menipu, merampas, merampok, jahat dll hingga hak orang lain, barang, uang, tanah, dll berpindah ke tangan mereka dengan cara tak halal?

Cerdas, cermat, tangkas, licik

Mengapa orang-orang sampai menyebut wakil rakyat ada yang licik, bahkan disamakan dengan orang-orang yang pekerjaannya menipu, merampas, merampok, jahat dll? Tapi saat sampai tertangkap, para wakil rakyat yang licik, bisa tetap senyum-senyum di depan awak media atau layar televisi.

Sementara, para menipu, perampas, perampok, penjahat dll, bila tertangkap ada yang langsung dihakimi massa. Ada yang sampai meninggal karena dipukuli, dibakar, atau minimal bonyok, babak belur, bila pihak keamanan keburu datang menyelamatkan. Padahal, nilai kejahatannya tak seberapa bila dibandingkan kejahatan dan kelicikan para wakil rakyat yang kena OTT KPK.

Karenanya, ada istilah kejahatan kerah putih dan kejahatan rakyat jelata, tetapi  tetap saja berbeda kasta dalam cara penangkapan sampai hukuman. Meski, pada dasarnya sama-sama berlabel penjahat.

Mengapa sampai istilah licik menjadi teladan dan keteladanan? Apakah orang yang licik itu memang aslinya licik? Atau dasarnya cerdas atau cermat atau tangkas? 

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), cerdas artinya sempurna perkembangan akal budinya (untuk berpikir, mengerti, dan sebagainya), tajam pikiran, sempurna pertumbuhan tubuhnya (sehat, kuat).

Makna cermat adalah penuh minat (perhatian), saksama, teliti, berhati-hati, hemat. Arti tangkas cepat (tentang gerakan), cekatan, sigap, gesit.

Lalu, makna licik yaitu banyak akal yang buruk, pandai menipu, culas, curang, licin.

Merujuk pada makna KBBI, maka dapat disimpulkan bahwa sepertinya, orang yang memiliki sifat dan karakter licik, adalah orang yang cerdas, cermat, dan tangkas.

Tapi, mengapa orang licik atau kelicikan itu pada akhirnya dapat terbongkar, dibongkar, tertamgkap, ditangkap? Untuk itu tak salah bila lahir peribahasa seperti sepandai-pandai tupai melompat, pasti akan jatuh juga. Sepandai menyembunyikan bangkai, akan tercium juga dan lainnya.

Semua maknanya merujuk kepada sepandai-pandainya orang berbuat licik, kelicikan, atau kejahatan, pasti pada saatnya, waktunya, akan ketahuan atau tertangkap.

Coba kita analisis sesuai makna. Mengapa orang menjadi licik. Semisal saya ambil salah satu makna cerdas, yaitu sempurna perkembangan akal budinya (untuk berpikir, mengerti, dan sebagainya). Berikutnya saya ambil satu makna cermat, yaitu teliti. Lalu satu makna tangkas, yaitu cekatan, dan satu makna licik, yaitu banyak akal yang buruk.

Bila saya kolaborasikan empat makna tersebut dan menjadi sifat atau karakter seseorang semisal saya sebut A, maka sifat dan karakter A akan menyatu menjadi, A adalah orang yang sempurna perkembangan akal budinya (untuk berpikir, mengerti, dan sebagainya), cermat, teliti, cekatan, tetapi banyak akal yang buruk.

Bila Si A, kehidupannya terbentuk oleh ajaran agama serta keadaan keluarga dan jenjang pendidikan yang benar, maka sifat dan karakter liciknya, yaitu banyak akal yang buruk tak akan menempel dan merasuki dirinya.

Seharusnya sifat dan karakter Si A adalah menjadi orang yang sempurna perkembangan akal budinya (untuk berpikir, mengerti, dan sebagainya), cermat, teliti, dan cekatan, sehingga setiap pikiran dan langkahnya berguna, bermaslahat bagi dirinya, keluarga, masyarakat, hingga bangsa dan negara.

Sayang, orang-orang yang lahir ke dunia lalu mendapat bekal agama dan pendidikan demi perkembangan dirinya agar menjadi orang yang cerdas, cermat, dan tangkas, ternyata harus ada.yang terjangkit penyakit licik.

Saya sebut licik sebagai penyakit, sebab orang yang aslinya tak ada bakat atau keturunan licik, akhirnya menjadi ikutan licik karena pengaruh di lingkungan keluarganya, lingkungan masyarakat, dan pengaruh keteladanan orang-orang yang disebut kelompok elite di negeri ini, tapi terus mewarisi budaya licik secara turun menurun. 

Mengapa orang cerdas, cermat, dan tangkas akhirnya terjerumus menjadi orang licik atau penjahat?

Cerdas saja tak cukup untuk sukses

Orang menjadi licik tentu ada alasan. Semisal para wakil rakyat, kok harus sampai melakukan tindakan KKN. Karena untuk menjadi wakil rakyat butuh modal awal. Bahkan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan hampir 92 persen calon kepala daerah yang tersebar di seluruh Indonesia dibiayai oleh cukong. Timbal baliknya, kepala daerah terpilih akan membalas ke para cukong dengan tindakan yang membahayakan, yaitu melahirkan korupsi kebijakan terkait perizinan. Lalu, korupsi uang dan lainnya.

Para kepala daerah pun harus putar otak untuk membayar kewajiban ke partainya, maka jalan licik pun ditempuh. Padahal, mereka tentu orang-orang yang cerdas, cermat, dan tangkas, lho.

Tapi bagaiamana mereka akan disebut sukses bila tak mampu membayar kewajibannya? Tidak mampu kaya, dan lainnya?

Karenanya, terbukti bahwa tidak sedikit orang cerdas yang sulit mendapatkan kesuksesan seperti yang menimpa para wakil rakyat, elite partai, dan rakyat jelata.  Untuk memenuhi ambisi agar dianggap sukses, maka cara licik pun ditempuh.

Mereka mau sukses yang instan, potong kompas, karena sudah banyak yang meneladani, bahkan sudah dijadikan adat dan tradisi. Mau sukses, tetapi tidak gigih berusaha dan kerja keras atau tidak ada dukungan, maka jalan licik dan jahatlah yang ditempuh.

Rezim cerdas, cermat, tangkas, atau licik?

Atas segala hal yang kini terjadi di negeri ini, mengapa rakyat jelata yang baik banyak yang beralih menjadi penjahat dan orang licik? Padahal Indonesia dikenal oleh bangsa dunia sebagai negara yang memiliki kekayaan alam dan segala isinya. Sampai-sampai ada orang yang menyebut situasi di negeri ini untuk rakyat jelata, bak tikus mati di lumbung padi?

Lihat, siapa yang licik? Siapa yang membiarkan para buzzer merajalela bikin kegaduhan? Tapi tak ada yang ditangkapi dan dipenjara? Malah mereka dapat gaji dari uang rakyat. 

Lihat, bagaimana produk kebijakan, peraturan, dan UU yang diciptakan oleh pemerintah dan parlemen yang katanya amanah untuk rakyat. Tapi, sebenarnya untuk kepentingan, keuntungan, dan kemakmuran siapa? 

Lihat kasus IKN baru. Apakah benar tujuannya untuk kemaslahatan rakyat dan  Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), atau untuk kepentingan pihak lain?

Lihat, mengapa di negeri kelapa sawit, minyak goreng sampai langka? Rakyat juga tahu, siapa yang menguasai minyak goreng di negeri ini, lho. Apakah benar, misi pindah IKN baru, karena dasar pemikiran yang cerdas, cermat, dan tangkas demi kesejahteraan dan kemakmuran untuk rakyat dan negara Indonesia? Bukan atas dasar kelicikan karena ada misi lain?

Semoga, rezim sekarang, benar dikelola oleh para pemimpin dan para elite yang cerdas, cermat, dan tangkas, tidak licik, hingga dapat mewujudkan amanah Pembukaan UUD 1945, mengantar rakyat Indonesia ke dalam gerbang kemerdekaan yang hakiki, merasakan keadilan dan kesejahteraan yang penuh dengan perikemanusiaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun