SSB adalah pondasi sepak bola nasional untuk prestasi timnas, layaknya TK, PAUD, SD, SMP di sekolah formal, sebagai pondasi pendidikan nasional dan kemajuan bangsa. (Supartono JW.06/01/2022)
##########
Dalam Turnamen Resmi yang di gelar oleh PSSI, bertajuk Kid's Soccer Tournamen 1999,Â
ASIOP, Bina Taruna, Mutiara Cempaka, Sukmajaya, Gala Puri, Bekasi Putra, Pelita Jaya, Jayakarta, BIFA, Pamulang, Harapan Utama, Bintaro Jaya, Bareti, Camp 82, Depok Jaya dan Kemang Pratama,
adalah SSB PELOPOR di Indonesia. Sebab sejak munculnya 16 nama SSB tersebut, sah nama SSB beredar dan resmi dipakai di pembinaan sepak bola akar rumput Indonesia sampai sekarang.
Hal ini terjadi dalam Kepengurusan PSSI di bawah Ketua Umum kedua belas Agum Gumelar dan di bawah Direktur Pembina Usia Muda PSSI, Ronny Pattinasarani.
Dari 16 SSB peserta turnamen SSB resmi tersebut, dapat dilihat, hingga kini mana SSB yang bertahan. Dan, setelah turnamen SSB resmi itu, ternyata Kids Soccer Tournamen menjadi turnamen yang menggunakan nama antar SSB resmi pertama dan terakhir.
Setelah itu SSB menjamur, tapi tetap terlantar.
(Drs. Supartono, M.Pd./Supartono JW)
Pengamat pendidikan nasional
Pengamat sepak bola nasional
Aktor dan Sutradara Teatar
############
Harus diakui, kehadiran Shin Tae-yong (STy) dalam kancah sepak bola nasional adalah PEMBEDA. Sebelum STy hadir, sepak bola Indonesia, khususnya tim nasional Indonesia, terutama tim senior, selalu mengalami masalah yang sama, klasik, hingga sulit berprestasi dengan tolok ukur ranking FIFA.
Terbaru, berkat sentuhan STy, dalam Piala AFF 2020, timnas Indonesia bukan hanya melibas rival abadi Malaysia dan Singapura. Tetapi juga menyadarkan publik sepak bola khususnya, Vietnam dan Thailand serta publik Asia dan Dunia, yang mulai sadar bahwa sepak bola Indonesia kini, di tangan STy mulai kembali ke masa lalu, sebagai macan sepak bola Asia Tenggara, meski dihuni oleh penggawa-penggawa muda usia.
Sejarah SSBÂ
Sejak Kepengurusan PSSI Â di jabat oleh Ketua Umum pertama, Soeratin Sosrosoegondo (1930 - 1940) hingga Ketua Umum kesebelas: Azwar Anas (1991 - 1999), baru di bawah Ketua Umum keduabelas: Agum Gumelar (1999 - 2003), nama Sekolah Sepak Bola (SSB) muncul di Indonesia.Â
Namun, setelah kepengurusan Agum hingga kepengurusan Ketua Umum ketujuhbelas, Mochamad Iriawan, SSB terus terlantar.
Dalam.catatan saya, kemunculan nama SSB, saya sebut diprakarsai oleh Pembina Usia Muda PSSI saat itu, almarhum Ronny Pattinasarany.Â
Sayangnya, sejak nama SSB digaungkan, dan langsung menjamur di periode tahun 1999 hingga 2003 di era Agum Gumelar, hingga kini, fungsi dan kedudukan SSB dalam ranah pembinaan sepak bola akar rumput di Indonesia masih bak anak tiri di PSSI.Â
Bahkan meski ada kepanjangan tangan PSSI di daerah, yaitu Asprov, Askab, dan Askot, tetap saja pembinaan dan kompetisi SSB lebih banyak dikelola olah pihak swasta dan orang tua.
Namun, saat  klub dan PSSI butuh pemain usia muda, seolah SSB hanya "sapi perah" saja. SSB yang sudah bersusah payah membina anak-anak usia dini hingga usia muda, akhirnya hanya gigit jari, ketika orangtua dan pemain binaannya dicomot sana-sini oleh klub dan PSSI tanpa ada regulasi yang membela SSB dan para pembinanya.Â
Berikutnya, memang muncul kompetisi Liga 1 Elite Pro Academy (EPA) yang diselenggarakan oleh PSSI, tetapi tetap sama sekali tak menghargai keberadaan SSB.Â
Untuk kebutuhan EPA U-16/18/20, sebagian besar klub-klub liga 1 yang tak pernah membina pemain seenaknya asal comot pemain dengan berbagai dalih dan mengganggap SSB tidak ada, karena pemain yang dicomot pun wajib meminta surat keluar dari SSB sesuai regulasi yang dicipta PSSI.Â
Dulu, saat Ronny atas nama Pembina Usai Muda PSSI akhirnya menggelar turnamen SSB perdana, dari 16 SSB yang dipilih mewakili Jabodetabek menjadi cikal bakal menjamurnya SSB di Indonesia, sejatinya 16 tim tersebut belum resmi menggunakan nama SSB, karena rata-rata masih bernama klub/fc.
Karena turnamen yang diselenggarakan adalah dalam rangka mengapungkan dan mengenalkan nama SSB secara nasional, maka 16 tim yang terpilih dalam turnamen semuanya berganti nama manjadi SSB kecuali ASIOP, dan turnamen itu bernama: Kid's Soccer Tournament 1999.Â
Didukung Ronny, saya lahirkan ASSBD
Atas persoalan yang memprihatinkan ini, saat itu, berangkat dari pengalaman Persikad Depok (Saat itu Divisi 2 PSSI, kasta tertinggi masih Divisi Utama) yang tidak menghargai pembinaan SSB di Kota Depok dan malah merekrut banyak pemain dari luar Depok, maka jalinan kerjasama intens saya dengan Ronny Pattinasarani seusai Kid's Soccer, karena saya juga menginisiasi dan merintis lahirnya Asosiasi SSB Jakarta (ASSBJ) hingga dapat bekerjasama dengan Persatuan Atletik Seluruh Indonesia (PASI), maka saya melanjutkan rintisan melahirkan Asosiasi SSB Depok (ASSBD).Â
Saat merumuskan lahirnya ASSBD, ruang kerja Ronny (Direktur Pembina Usia Muda PSSI) menjadi saksi bagaimana propsoal ASSBD saya tulis dan lahirkan. Pada akhirnya, saat itu di dukung juga oleh Edy Simon  dan Yopie Lepel yang satu ruang kerja dengan Ronny, muluslah draf lahirnya ASSBD.Â
ASSBD yang saya lahirkan dan didukung Ronny, langsung saya kenalkan kepada teman-teman pembina SSB di Depok, dan lahirlah ASSBD pada 15 Juli 2001.
Peresmian dibuka oleh Sekum Persikad di Stadion Kartika Kostrad Cilodong Depok, sementara Prasasti Pendirian ditandatangani oleh Wali Kota Depok pertama, Badrul Kamal.Â
Setelah itu, Persikad pun luluh dan mengakomodir pemain yang di bina oleh SSB dalam naungan ASSBD. Bahkan saat Persikad naik kasta ke Divisi 1, Tim Suratin U-18 Persikad pertama tahun 2003 dipercayakan penuh kepada ASSBD.Â
Jadi, saya melahirkan ASSBD, tujuannya agar pemain binaan SSB di Depok diakui dan terakomodir di Persikad dengan regulasi yang jelas.Â
Berdasarakan catatan Ronny, ASSBD adalah Asosiasi SSB resmi pertama yang lahir di Indonesia. Proposal pendirian asli, papan bingkai peresmian, dan Surat Prasasti Pendirian masih tersimpan aman sebagai sejarah di sekretariat asli ASSBD, di Jalan Studio Alam TVRI Perum Sukmajaya Permata Blok G.10 Depok, yang sekaligus sebagai sekretariat SSB Sukmajaya.
Dalam artikel ini saya tulis ulang lagi tentang sejarah SSB di Indonesia. Sebab sebelumnya sudah saya tulis di Tabloid GO, Harian TopSkor, hingga media online Kompasiana Kompas dan Indonesiana Tempo.
Peranan Sekolah Sepak Bola (SSB)
Atas apa yang baru ditorehkan timnas di Piala AFF 2020, Indonesia harus mengakui bahwa para penggawa timnas di bawah asuhan STy, saat masa usia akar rumput (dini dan muda) hampir semuanya mengenyam pembinaan dan pelatihan awal di SSB. Lalu, mereka berkembang dan masuk ke level berikutnya, ada yang ditarik Diklat Sepak Bola (DSB) atau langsung dicomot dan diakui oleh Klub Sepak Bola (KSB).
Bila hingga saat ini, hampir di setiap Kepengurusan PSSI masih tetap tak memprioritaskan menyentuh keberadaan SSB dengan benar, maka saya sebut ini adalah kebodohan dan kesalahan yang tak bisa dimaafkan.
Harus diakui, keberadaan dan kedudukan SSB sejak secara resmi digaungkan pertama kali di Indonesia oleh PSSI di bawah Kepengurusan Agum Gumelar dan saat Direktur Pembina Usia Mudanya dijabat oleh Ronny Pattinasarani, pada tahun 1999, perkembangannya terus signifikan dan memberikan konstribusi sangat besar untuk sepak bola nasional.Â
Jelas, SSB sangat berperan membekali dasar bermain sepak bola para pesepak bola usia dini dan usia muda Indonesia, hingga akhirnya lahir pesepak bola yang siap dipakai oleh Klub. Tetapi, saat pesepak bola muda itu berkembang, enak sekali Klub yang tinggal mencomot, bisa sekaligus mengakui pemain bersangkutan adalah hasil dari pembinaannya.
Meski begitu, para pegiat SSB tak pernah peduli atas sikap Kepengurusan PSSI yang terus tak memandang peran SSB yang sangat vital sebagai pondasi lahirnya timnas yang handal.
Analagi SSB dengan sekolah formal
Analoginya, bila di sekolah formal tak ada  Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Taman Kanak-Kanak (TK), atau Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang identik usianya dengan anak usia dini dan muda dalam sepak bola, maka mustahil siswa dapat lanjut ke Sekolah Menengah Atas (SMA) hingga Perguruan Tinggi (PT).
Tidak ada SMA dan PT asal comot siswa dan calon mahasiswa dengan seenaknya. Â Tapi ada aturannya, ada regulasinya. PAUD, TK, SMP adalah pondasi pendidikan formal sebelum siswa masuk jenjang SMA (usia remaja) dan PT (usia dewasa).
Bila stakeholder terkait cerdas memahami analogi tersebut, maka mustahil SSB di Indonesia berkeliaran sendiri. Membina dan melatih dengan anggaran sendiri (dari orang tua dan pihak yang peduli). Bikin festival, turnamen, sampai kompetisi sendiri. Tetapi begitu para siswa SSB lulus, Â Klub dan bahkan PSSI tinggal comot.
Sampai saat ini, bicara afiliasi SSB ke PSSI pusat hingga turunannya, secara nasional hanya cerita. Ada turnamen bernama Piala Soeratin yang mempertandingkan pemain usia muda (U13 dan U15), yang dimulai dari HILIR, Askot/Askab, berjenjang ke tingkat Asprov hingga nasional, semua atas nama Klub, bukan SSB.Â
Mengapa ini terus terjadi dan tak kunjung sampai pada harapan bahwa keberadaan, fungsi dan kedudukan SSB itu dianggap dan teregulasi dengan pasti dalam peta pembinaan sepak bola nasional, terus menjadi sekadar mimpi. Tetapi faktanya, para pesepak bola hebat yang lahir dan dicomot oleh Klub (Liga 1, Liga 2, Liga 3, Diklat resmi dll) serta oleh PSSI untuk timnas, itu dari hasil jerih payah pegiat sepak bola akar rumput alias SSB.
Maaf tak saya sebut wadah SSB yang pakai nama akademi-akademian, soccer-socceran dan lainnya, karena dasarnya memang harus sama yaitu SSB, sebab saat pertama kali digaungkan oleh Agum Gumelar dan Ronny Pattinasarani, Turnamen Resmi Perdana pun antar SSB. Setelah itu, saya juga sudah menulis tentang apa persyaratan berdirinya SSB, seperti apa Struktur Keorganisasian SSB, hingga model pembinaan, pelatihan, hingga festival, turnamen, dan kompetisinya.
Lebih khusus lagi, saya sangat menekankan bahwa SSB itu Sekolah Sepak Bola dan menjadi pondasi layaknya di sekolah formal, karena ada kata sekolah, maka para pembina dan pelatih (guru), wajib diampu oleh SDM yang memiliki dan memenuhi persyaratan pedagogi, kompeten dalam pemahaman serta bagaimana mentransfer teori dan praktik ilmu sepak bola, dengan dasar tahu kondisi dan perbedaan kognitif afektif, dan psikomotir para siswanya. Para orang tuanya pun ada pembinaan dan pelatihan yang sama.
Bukan seperti sekarang yang terus terjadi. Pembinaan dan pelatihan hingga kompetisi di SSB salah kaprah. Pembina bukan orang yang kompeten dalam pedagogi, pelatih bahkan banyak yang tak berlisensi, ada yang hanya berlisensi D yang pendidikannya semiggu, Lisensi C yang dua minggu dan seterusnya. Tapi tak berpendidikan formal yang memenuhi syarat untuk menjadi pelatih/guru anak PAUD atau TK atau SMP yang minimal wajib Sarjana (S1).
Para orang tua pun terus dininabobokan oleh para pembina dan pelatih yang tak kompeten dengan mimpi masuk timnas. Orang tua juga bangga anaknya menjadi pemain seribu bendera, menclok ke SSB sana-sini, cari yang gratisan/beasiswa karena merasa anaknya hebat, tapi lupa etika dan sopan-santun kepada SSB awal yang membina dan melatih anaknya.
Karena kondisi yang tidak pernah ada titik terang dan kepastian dari PSSI menyoal SSB hingga detik ini, maka para pegiat sepak bola akar rumput pun berlomba ada yang membikin Asosiasi SSB, Forum SSB dll, sampai festival, turnamen, kompetisi mandiri.
Tapi lihat, saat STy disanjung, timnas Indonesia disanjung dalam perhelatan Piala AFF 2020, karena penggawa muda Indonesia dahsyat. Dari mana asal muasal pondasi para pemain ini pertama dibina, dilatih, dan berkompetisi sepak bola? Dari SSB.
Nama siapa yang sekarang tercantum dalam perhelatan Kompetisi Piala Soeratin? Apakah nama SSB? Yang tercantum nama Klub. Sampai kapan SSB hanya jadi sapi perah dan dijalankan tanpa arah, dikelola, dibina, dan dilatih oleh SDM yang tak kompeten dan tak layak ada di SSB?
Bila yang dipikir hanya kepentingan dan kepentingan, maka sampai 1001 tahun, sepak bola Indonesia akan terus sulit berprestasi, karena ibarat bangunan rumah, pondasinya tak dibuat, tak dibangun dengan alat, materi, struktur, serta SDM yang ahli dibidangnya pun sesuai persyaratannya.
Sampai kapan SSB akan terus dibiarkan tak terafiliasi, tak terstrukur, dan tak teregulasi dalam ranah pembinaan sepak bola nasional di bawah PSSI hingga kompetisi?
Kini opini publik naik, timnas di bawah STy hebat, tapi siapa pondasinya? Pondasinya tetap terlantar dan menghidupi diri sendiri, tetapi buahnya terus dipetik pihak yang tak menanam. Inilah wajah pondasi sepak bola nasional yang terus buram. Miris. Sedih. Prihatin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H