Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat dan Praktisi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Mengalirdiakunketiga05092020

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Lihatlah Wajah SSB, Pondasi Sepak Bola Nasional Kita!

6 Januari 2022   10:13 Diperbarui: 6 Januari 2022   12:15 2149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Harus diakui, kehadiran Shin Tae-yong (STy) dalam kancah sepak bola nasional adalah PEMBEDA. Sebelum STy hadir, sepak bola Indonesia, khususnya tim nasional Indonesia, terutama tim senior, selalu mengalami masalah yang sama, klasik, hingga sulit berprestasi dengan tolok ukur ranking FIFA.

Terbaru, berkat sentuhan STy, dalam Piala AFF 2020, timnas Indonesia bukan hanya melibas rival abadi Malaysia dan Singapura. Tetapi juga menyadarkan publik sepak bola khususnya, Vietnam dan Thailand serta publik Asia dan Dunia, yang mulai sadar bahwa sepak bola Indonesia kini, di tangan STy mulai kembali ke masa lalu, sebagai macan sepak bola Asia Tenggara, meski dihuni oleh penggawa-penggawa muda usia.

Sejarah SSB 

Sejak Kepengurusan PSSI  di jabat oleh Ketua Umum pertama, Soeratin Sosrosoegondo (1930 - 1940) hingga Ketua Umum kesebelas: Azwar Anas (1991 - 1999), baru di bawah Ketua Umum keduabelas: Agum Gumelar (1999 - 2003), nama Sekolah Sepak Bola (SSB) muncul di Indonesia. 

Namun, setelah kepengurusan Agum hingga kepengurusan Ketua Umum ketujuhbelas, Mochamad Iriawan, SSB terus terlantar.

Dalam.catatan saya, kemunculan nama SSB, saya sebut diprakarsai oleh Pembina Usia Muda PSSI saat itu, almarhum Ronny Pattinasarany. 

Sayangnya, sejak nama SSB digaungkan, dan langsung menjamur di periode tahun 1999 hingga 2003 di era Agum Gumelar, hingga kini, fungsi dan kedudukan SSB dalam ranah pembinaan sepak bola akar rumput di Indonesia masih bak anak tiri di PSSI. 

Bahkan meski ada kepanjangan tangan PSSI di daerah, yaitu Asprov, Askab, dan Askot, tetap saja pembinaan dan kompetisi SSB lebih banyak dikelola olah pihak swasta dan orang tua.

Namun, saat  klub dan PSSI butuh pemain usia muda, seolah SSB hanya "sapi perah" saja. SSB yang sudah bersusah payah membina anak-anak usia dini hingga usia muda, akhirnya hanya gigit jari, ketika orangtua dan pemain binaannya dicomot sana-sini oleh klub dan PSSI tanpa ada regulasi yang membela SSB dan para pembinanya. 

Berikutnya, memang muncul kompetisi Liga 1 Elite Pro Academy (EPA) yang diselenggarakan oleh PSSI, tetapi tetap sama sekali tak menghargai keberadaan SSB. 

Untuk kebutuhan EPA U-16/18/20, sebagian besar klub-klub liga 1 yang tak pernah membina pemain seenaknya asal comot pemain dengan berbagai dalih dan mengganggap SSB tidak ada, karena pemain yang dicomot pun wajib meminta surat keluar dari SSB sesuai regulasi yang dicipta PSSI. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun