Mohon tunggu...
TONI PRATAMA
TONI PRATAMA Mohon Tunggu... Administrasi - Kepala Bagian Perencanaan dan Keuangan Sekretariat Daerah Bangka Selatan

Saya mulai fokus menulis sejak tahun 2023 dengan menerbitkan 2 buku solo dan belasan buku antologi. Salah satu karya saya berupa novel diterbitkan penerbit Bhuana Ilmu Populer (BIP) Gramedia Group. Prestasi yang pernah saya raih yaitu juara 1 lomba menulis cerita rakyat yang diselenggarakan Dinas Perpustakaan dan Arsip Bangka Belitung tahun 2023. Menulis dan membaca tentu menjadi kegiatanku saat waktu luang. Semoga bisa terus berkarya, karena ada kalimat yang sangat menginspirasiku: JIKA KAMU INGIN MELIHAT DUNIA MAKA MEMBACALAH, JIKA KAMU INGIN DILIHAT DUNIA MAKA MENULISLAH!

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Mie Ikan Habang, Hidangan dari Bintang

20 Mei 2024   06:34 Diperbarui: 20 Mei 2024   07:43 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

MIE IKAN HABANG, HIDANGAN DARI BINTANG

"Bintang dan kamu adalah rindu. 
Kita menikmatinya dalam sayang yang tak pernah hilang,
bahkan di kala bintang tertutup awan"

Wisata kuliner Bangka Selatan selalu menyuguhkan pesona dan citarasa yang tak terlupakan. Salah satunya adalah Mie Ikan Habang yang selalu dirindukan kelezatannya. Wangi kuah ikannya yang khas dan aroma rempah-rempah yang kaya akan membuat siapa pun ingin kembali lagi dan terus menikmatinya. Seolah-olah, mie ikan memang diciptakan agar kita selalu merindukan Negeri Beribu Pesona ini. Dan kononnya, kuliner satu ini memang memiliki kisah tentang kerinduan yang mendalam. Inilah kisahnya....

Langit malam itu cerah dengan sinar purnama sang rembulan. Bintang gemintang turut menghiasi pekatnya alam, berkelap-kelip seolah sedang bercanda dengan keheningan semesta raya. Binatang malam pun menggeliat layaknya sedang bergiliran ronda memastikan empunya dunia dapat beristirahat dengan nyenyak. Damai sekali malam itu, tenang, dan syahdu.

Tiba-tiba seberkas sinar warna keunguan melintasi cakrawala memecah keheningan malam dengan suara yang melengking menusuk telinga. Cahaya aneh itu menuju ke arah selatan dan bergerak sangat cepat. Hanya beberapa detik sudah menghilang ditelan malam. Beberapa orang yang masih terjaga melihat fenomena itu dan bertanya-tanya.

 "Cahaya apa itu?"

Besoknya pembicaraan mengenai cahaya aneh itu menggemparkan warga di warung kopi.

"Itu hanya bintang jatuh, lah."

"Mungkin hanya halusinasi Abang aja. Makanya jangan suka melamun yang tidak-tidak, Bang ! Hahahaha..."

Bahkan ada yang mengaitkannya dengan cerita mistis.

"Atau jangan-jangan yang kalian lihat itu adalah hantu kuyang. Hihihihi..."

"Kepala kau yang peyang!"

Mendengar celotehan warga yang beraneka ragam itu membuat hati geli mendengarnya. Dayang ikut tersenyum sambil membuatkan kopi buat para pelanggannya itu.

Lewat tengah hari, setelah menutup warungnya, Dayang kembali ke pondoknya yang sederhana. Betapa terkejutnya dia mendapatkan sesosok pemuda terbaring di dipannya. Sepertinya pemuda itu terluka dan pingsan. Dayang memberanikan diri mendekati pemuda itu. Saat tangan Dayang menyentuh badannya, sang pemuda terbangun dan memberontak. Dayang semakin panik dan ketakutan. Pemuda itu mengerang kesakitan dan akhirnya pingsan kembali.

"Siapa pemuda ini sebenarnya?" tanya Dayang dalam hati yang penuh keheranan.

Merasa iba akan kondisi sang pemuda yang malang itu, Dayang mencoba mengobati lukanya. Model pakaian yang dikenakan pemuda misterius itu sangat aneh. Bahannya keras dan kaku. Sarung tangan yang digunakan juga berbahan tidak lazim. Potongan rambutnya juga terlihat tidak biasa dengan pemuda kebanyakan di kampung itu.

Ternyata memang ada luka yang cukup dalam di dada sebelah kanannya.  Dayang membersihkan luka itu dengan hati-hati dan menaburkan obat serta kemudian membalutnya. Pemuda itu masih pingsan hingga beberapa hari.

Pada hari ketiga, pemuda itu baru siuman. Raut wajahnya pucat dan badannya masih lemah. Dayang agak lega melihatnya. Disuguhkannya bubur hangat untuk memulihkan tenaga sang pemuda itu. Pemuda itu hanya tersenyum seolah ingin berterima kasih kepada Dayang yang telah merawatnya.

Pemuda itu belum berbicara sepatah kata pun sejak sadar dari pingsannya.

"Siapakah Abang ini?"tanya Dayang. Namun pemuda itu kembali tersenyum tanpa menjawab apa-apa.

Dayang mengira pemuda itu bisu sehingga tidak bisa merespon pertanyaannya. Walaupun demikian, dayang terus mencoba berbincang-bincang dengannya. Sang pemuda mendengar setiap obrolan Dayang dengan seksama. Sorotan matanya tampak bersinar seolah antusias dan senang menyimak semua bahan celotehan Dayang.

"Nanti kalau sudah sembuh, aku buatkan makanan enak, ya. Sementara ini, makan bubur aja dulu," kata Dayang tanpa berharap dijawab.

Sambil melipat baju pun Dayang masih berceloteh.

"Ini aku belikan beberapa baju baru di pasar tadi. Sayangnya aku tak ketemu baju yang mirip dengan bahan bajumu itu. Pakai apa yang ada aja dulu, ya."

Beberapa hari kemudian, pemuda itu terlihat sudah lebih sehat. Luka di badannya sudah sembuh hanya meninggalkan bekas saja. Saat hendak makan malam bersama, pemuda itu tiba-tiba bersuara.

"Namaku Arlo. Aku datang dari sana."

Tangannya menunjuk ke atas langit. Dayang terkesima bercampur gembira karena akhirnya pemuda itu dapat berbicara padanya.

"Beberapa hari ini aku mempelajari bahasamu. Pertama kalinya aku ingin mengucapkan terima kasih telah merawatku. Aku adalah prajurit bintang. Tempat tinggal kami diserang musuh hingga aku terluka dan melarikan diri sampai ke sini," jelas Arlo tentang asal usulnya menjawab pertanyaan Dayang selama ini.

Malam itu berlalu dengan penuh kisah bagai romansa. Tak terasa benih cinta antara Dayang dan Arlo tumbuh dan terus tumbuh dari hari ke hari.

Waktu cepat berlalu, sudah bertahun-tahun Dayang dan Arlo hidup bersama. Mereka saling mencintai satu sama lainnya. Namun anehnya, walaupun sudah melewati puluhan tahun, Arlo tetap terlihat muda dan tampan seperti awalnya mereka bertemu. Sementara Dayang sudah tidak muda lagi. Umurnya kini sudah mendekati 70 tahun. Jika disandingkan, Dayang dan Arlo seperti layaknya nenek dan cucu. 

Pada suatu pagi, Dayang ingin menyiapkan makanan istimewa buat Arlo.

"Bang, aku butuh ikan Tenggiri, nih! Harus ditangkap langsung dari laut. Carikan yang paling empuk, ya!"

Tidak sulit bagi Arlo untuk berburu ikan Tenggiri segar di laut karena kesaktiannya. Dalam sekejab, ia sudah membawakan pesanan istrinya itu. Dayang senang mendapatkan ikan sesuai harapannya.

"Abang memang hebat! Tunggu sebentar, ya, Bang! Dayang buatkan mie yang terenak di dunia buat Abang."

Makanan istimewa itu berupa mie hangat dengan tambahan ikan gurih. Kuahnya terbuat dari ikan Tenggiri segar yang digiling dengan bumbu rempah-rempah yang membuat aromanya harum menggugah selera.

Hujan sedang turun dengan derasnya. Masakan Dayang itu sangat cocok dimakan kala cuaca dingin seperti saat itu. Arlo menyantap mie buatan istrinya dengan lahap. Ia sangat menyukai makanan yang satu ini. Dayang pun tersenyum melihatnya. Arlo lalu meminta Dayang untuk mengajarinya membuat Mie Ikan yang enak itu.

"Ajari Abang cara membuat Mie Ikan ini ya, Sayang!" pinta Arlo manja.

"Baiklah, Abang!" jawab Dayang tetap dengan senyumnya.

Esoknya, Dayang belum bangun sampai matahari sudah menampakkan dirinya. Arlo pun heran karena biasanya Dayang selalu bangun pagi-pagi. Ternyata Dayang sudah pergi untuk selamanya. Hati Arlo terasa hancur ditinggal pergi oleh orang yang dicintainya.

Mie ikan kemarin adalah kenangan terakhir yang ditinggalkan belahan jiwanya itu. Kini Arlo harus melewati hari demi hari seorang diri. Semua kenangan indah bersama Dayang tersimpan rapi dalam lubuk hatinya.

Puluhan tahun pun berlalu, Arlo masih awet muda, gagah dan tampan seperti sediakala. Tidak banyak perubahan dari raut wajahnya. Arlo masih terus mengenang istri tercintanya walau waktu sudah beranjak cukup lama. Ia berharap dapat menemukan kembali sosok seperti Dayang di alam nyata ini.

Suatu hari, saat sedang duduk di tepi pantai, Arlo melihat seorang gadis yang sangat mirip dengan mendiang istrinya. Serasa dalam mimpi, Arlo tak berkedip memandangi perempuan itu. Ia segera menghampiri gadis itu dan menyapanya.

"Maaf atas kelancanganku. Bukan berniat tidak sopan, tapi kamu sangat mirip dengan seseorang yang pernah ku kenal dan berarti dalam hidupku," sapa Arlo dengan sopan.

Dari jarak dekat, Arlo semakin terpesona dengan wajah sang gadis, bahkan senyumannya pun bagai pinang dibelah dua dengan istrinya saat masih muda dulu.

"Aku Arlo. Siapa namamu?"

"Aku Yana. Senang berjumpa denganmu, Arlo. Nama yang unik."

"Terima kasih. Aku sering duduk di pantai ini. Tapi baru kali ini aku melihatmu. Apakah kamu baru di daerah ini?" tanya Arlo.

"Iya, aku baru pindah ke kampung ini," jawab Yana.

Harapan Arlo seakan menjadi nyata. Ia menemukan kembali sosok istrinya dalam diri Yana. Aneh tapi nyata, bukan sekedar mirip wajahnya, tapi gerak-gerik dan perilaku Yana benar-benar menyerupai Dayang. Seolah-olah Dayang terlahir kembali. Sejak awal perjumpaannya di pantai itu, Yana juga langsung tertarik dengan ketampanan dan pribadi Arlo. Kisah cinta Arlo pun berlanjut.

Sayangnya, kisah bahagia Arlo dan Yana tidak berlangsung lama. Arlo mendapat pesan dari tempat asalnya bahwa akan segera dijemput saat bulan purnama. Dan sebelum datangnya hari perpisahan itu, Arlo mengajak Yana untuk memasak mie ikan sesuai resep yang pernah diajarkan Dayang dulunya.

"Yana, ini adalah masakan yang paling aku suka. Aku ingin kita dapat menikmatinya bersama."

Mie ikan yang enak itu menjadi semakin istimewa malam itu.

"Yana, maafkan aku harus kembali ke tempat asalku. Ingatlah tentang aku setiap kali kau memandang bintang di kala malam. Kau harus tetap melanjutkan hidupmu dan meraih bahagiamu."

Suara Arlo tercekat oleh kepedihan hatinya. Ia menarik nafas dalam-dalam.

"Percayalah, aku pun akan selalu merindukanmu dari atas sana!"

Malam itu begitu panjang dan berat rasanya untuk dilalui. Kedua sejoli itu melewatinya dengan deraian air mata, hingga waktu perpisahan pun tiba. Arlo pergi dengan sekejab bersama sinar terang menuju bintang di langit.

Mie ikan yang diajarkan Arlo kepada Yana kini sangat populer dan digemari banyak orang. Citarasanya yang khas begitu menggoda dan memanjakan lidah. Jika berkunjung ke Toboali, mampirlah ke kedai mie ikan yang tersebar di berbagai sudut kota. Mie ikan Habang selalu dirindukan kelezatannya. Seperti kerinduan Arlo dan Yana yang terbentang menembus tingginya bintang.

Yakin cukup semangkok aja mie ikannya? Tambah lagi deh, puas-puasin mumpung main di Habang ! Ntar kangen lho... yahhh kalo kangen ya tinggal mampir aja lagi..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun