"Abang memang hebat! Tunggu sebentar, ya, Bang! Dayang buatkan mie yang terenak di dunia buat Abang."
Makanan istimewa itu berupa mie hangat dengan tambahan ikan gurih. Kuahnya terbuat dari ikan Tenggiri segar yang digiling dengan bumbu rempah-rempah yang membuat aromanya harum menggugah selera.
Hujan sedang turun dengan derasnya. Masakan Dayang itu sangat cocok dimakan kala cuaca dingin seperti saat itu. Arlo menyantap mie buatan istrinya dengan lahap. Ia sangat menyukai makanan yang satu ini. Dayang pun tersenyum melihatnya. Arlo lalu meminta Dayang untuk mengajarinya membuat Mie Ikan yang enak itu.
"Ajari Abang cara membuat Mie Ikan ini ya, Sayang!" pinta Arlo manja.
"Baiklah, Abang!" jawab Dayang tetap dengan senyumnya.
Esoknya, Dayang belum bangun sampai matahari sudah menampakkan dirinya. Arlo pun heran karena biasanya Dayang selalu bangun pagi-pagi. Ternyata Dayang sudah pergi untuk selamanya. Hati Arlo terasa hancur ditinggal pergi oleh orang yang dicintainya.
Mie ikan kemarin adalah kenangan terakhir yang ditinggalkan belahan jiwanya itu. Kini Arlo harus melewati hari demi hari seorang diri. Semua kenangan indah bersama Dayang tersimpan rapi dalam lubuk hatinya.
Puluhan tahun pun berlalu, Arlo masih awet muda, gagah dan tampan seperti sediakala. Tidak banyak perubahan dari raut wajahnya. Arlo masih terus mengenang istri tercintanya walau waktu sudah beranjak cukup lama. Ia berharap dapat menemukan kembali sosok seperti Dayang di alam nyata ini.
Suatu hari, saat sedang duduk di tepi pantai, Arlo melihat seorang gadis yang sangat mirip dengan mendiang istrinya. Serasa dalam mimpi, Arlo tak berkedip memandangi perempuan itu. Ia segera menghampiri gadis itu dan menyapanya.
"Maaf atas kelancanganku. Bukan berniat tidak sopan, tapi kamu sangat mirip dengan seseorang yang pernah ku kenal dan berarti dalam hidupku," sapa Arlo dengan sopan.
Dari jarak dekat, Arlo semakin terpesona dengan wajah sang gadis, bahkan senyumannya pun bagai pinang dibelah dua dengan istrinya saat masih muda dulu.